"Ominara ama doa." ["Let us return through the power of prayer."]
Manusia pasti punya rencana dalam hidupnya. Ketika kita di bangku kelulusan sekolah dalam berbagai tingkat, kita dapat merencanakan, mau sekolah dimana, mengambil penjurusan apa, dan menjadi seperti apa. Dan dari semua rencana yang telah kita susun, tentunya kita bernegosiasi apabila ada ‘improvisasi’ dari kehidupan. Kita memiliki kecenderungan untuk tidak ingin gagal dalam setiap rencana-rencana yang telah dibuat.
Ignite People tentu pernah dan sering menonton film di bioskop, bukan? Apalagi kalau film yang ingin kita tonton merupakan film yang sudah lama dinantikan. Sama halnya dengan war tiket konser, menonton film juga perlu waktu dan strategi agar mendapatkan tempat yang terbaik untuk menonton film kesayangan. Disinilah, kisah dimana rencana saya harus di improvisasi dan harus membuat saya sedikit jengkel, pada awalnya.
Saya hanya ikut-ikutan nonton film action bersama kakak saya yang diputar di televisi ataupun DVD yang dipinjam di rental untuk menonton: Mission Impossible. Ini merupakan film yang saya nantikan dengan aksi dari Tom Cruise yang luar biasa di umurnya yang tidak lagi muda. Saya sudah bertekad untuk duduk di bangku ternyaman dan pulang dengan damai. Hanya itu impian kecil saya. Karena ini adalah kegiatan menonton bersama yang diadakan oleh perusahaan, kami harus antre registrasi tepat 45 menit sebelum film di mulai. Jarak antara kantor dan bioskop pun hanya 20 menit. Segala pertimbangan dan rencana sudah disusun sedemikian rupa agar dapat terlaksana dengan baik. Berdoa bahwa hari ini bisa bersahabat.
Photo by Krists Luhaers on Unsplash
Ketika jam pulang kantor, semua orang sudah berlari menuju mesin presensi dan segera pergi ke bioskop. Teman-teman kantor sudah tahu rencana saya ini dan bersepakat untuk eksekusi. Tepat ketika saya menutup laptop, atasan memberikan saya sedikit pekerjaan. Dengan langkah cepat saya mencoba menyelesaikan dan meminta teman-teman saya untuk membereskan barang saya. Ekspektasi saya menurun menjadi 90% untuk mendapatkan tempat yang saya inginkan. Di pintu keluar, sudah banyak karyawan lain yang langsung keluar dan bersiap pergi ke bioskop. Lagi-lagi, ekspektasi saya menurun menjadi 80%, tetapi saya tetap optimis bahwa saya akan mendapatkan tempat yang sudah direncanakan. Improvisasi seperti jalanan macet adalah hal lain yang tidak dapat dikendalikan hingga setibanya teman-teman dan saya, sudah banyak yang tiba dan mendapatkan posisi yang saya inginkan. Selama mengantre, saya hanya bisa lemas dan berkata ke teman-teman panitia “kalau memang mendapat tempat yang tidak enak, saya akan keluar dan menonton di lain waktu". Saya akui saya sedikit jengkel dan cukup menyebalkan juga bagi para pembaca atau pendengar keluhan saya.
Saya mendapat bangku di pojok atas. Rasanya campur aduk sekali. Apa yang sudah saya rencanakan, saya persiapkan baik-baik, buyar karena improvisasi yang di luar negosiasi saya dan semesta. Tingkat optimisme langsung drop. Saya tidak dapat berkata apa-apa dan menerima kenyataan. Salah satu rekan memberikan semangat, “Gapapa, Kak, dicoba aja dulu”.
Singkat cerita film pun berlangsung. Karena studionya cukup kecil, meskipun saya di pojok, saya tetap nyaman menonton film yang sudah saya nantikan. Rasa kecewa berganti dengan pengalaman terbaik saya menonton film dengan tempat yang cukup membuat saya menikmati isi cerita. Saya malah asyik menceritakan dan mengulas film tersebut dengan teman-teman pada akhirnya.
Amani tha mala dossa ["We are people full of sin"]
Amani tha il apayla ["Believes one is most holy but we are not"] Ominara ama doa ["Let us return through the power of prayer"]
Under God’s Plan, lagu yang saya putar pada perjalanan pulang dari bioskop. Lagu dari Isyana Sarasvati seketika membuat saya berpikir tentang segala rencana-rencana dalam hidup bahwa sesungguhnya kita hidup dalam dibawah rencana Tuhan. Jangan-jangan, kita tidak berserah penuh dalam rencana Tuhan, melainkan malah bernegosiasi agar rencana yang kita inginkan bisa tercapai. Natur dosalah yang membuat kita khawatir tentang hidup dan mengendalikan apa yang kita inginkan dengan menanggulangi setiap improvisasi dalam rencana-rencana yang sudah disiapkan.
Photo by Diana Simumpande on Unsplash
Doa yang selalu dilantunkan dalam hidup ini tidak jarang mengenai bagaimana kita selanjutnya, bagaimana dengan masa depan saya dan meminta secara spesifik apa yang kita inginkan. Doa malah menjadi ajang agar meminta semua rencana berjalan spesifik seperti apa yang kita inginkan. Kita lupa bahwa Tuhan yang mengendalikan hidup . Ia mau kita menjadi pelayan-pelayannya untuk pekerjaan-Nya di dunia. Tuhan mempunyai rencana yang indah, jauh dari apa yang kita bayangkan.
Kisah Tuhan Yesus berdoa di Taman Getsemani kemudian menjadi bahan perenungan, di mana pada saat itu Tuhan berdoa hingga berpeluh darah, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku” (Matius 26:39a). Ya, kadang-kadang perjalanan hidup membuat kita "bernegosiasi" dengan Allah, Sang Pencipta kehidupan. Kita meminta agar setiap rencana kita dipermudah dan terwujud persis seperti apa yang kita mintakan. Namun, tidak jarang kita justru lupa bahwa doa kepada Tuhan bukanlah merupakan ajang untuk meminta saja, melainkan bentuk penyerahan diri. Doa Tuhan Yesus di Taman Getsemani itu pun dilanjutkan, “tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Matius 26:39b).
Terlihat mudah untuk menyanyikan bahwa hidup ada dalam rencana Tuhan, dan kita mau menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Kenyataannya, terkadang kita takut untuk kecewa kalau pada akhirnya apa yang kita rencanakan menjadi sia-sia. Sama seperti kisah menonton film, apa yang menurut kita baik, ketika kita berserah kepada Tuhan akan diberikan yang terbaik juga. Ingatlah bahwa Tuhan tidak akan memberikan umat-Nya ular beracun pada yang minta roti. Jadi, ketika berdoa, Ignite People dan saya dapat kembali mengingat bahwa pada akhirnya semua kembali kepada kehendak Tuhan yang jadi.
Jika jiwaku berdoa kepada-Mu, Tuhanku, ajar aku t'rima
saja pemberian tanganMu dan mengaku, s'perti Yesus
di depan sengsara-Nya: Jangan kehendakku, Bapa, kehendak-Mu jadilah.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: