Tuhan selalu menempatkan kita untuk suatu tujuan, dan Tuhan kita adalah Tuhan yang membawa kita dalam proses.
Hiruk pikuk dunia zaman sekarang telah menguasai hati dan pikiran manusia. Rasanya, tak bisa lagi kita terputus dari teknologi dengan tuntutan yang semakin banyak. Waktu istirahat serta interaksi berkualitas dengan orang yang dikasihi seakan semakin terkikis. Kita mungkin merasa tidak punya cukup waktu lagi untuk bersaat teduh, juga berdoa. Di tengah dunia yang sibuk dan berisik, kita sulit untuk berdiam dan berdamai. Sebagai orang Kristen, seringkali mempertahankan kedamaian ketika berada di tengah badai kehidupan, kita tidak merasakan penyertaan Tuhan.
“Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.”
(Yesaya 40:31)
Ayat ini ditulis selama tahun-tahun akhir hidup Yesaya. Pada masa itu, umat Tuhan mengalami kekecewaan dan keputusasaan yang mendalam karena Tuhan yang mereka imani ternyata membiarkan umat Israel dibuang ke Babel selama 70 tahun. Mereka merasa bahwa Tuhan telah mengabaikan dan meninggalkan umat-Nya di saat mengalami penderitaan dan penindasan yang dilakukan oleh para penguasa Babel. Pembuangan di Babel tidak lain adalah didikan Tuhan atas umat-Nya, dan manusia yang penuh dengan keterbatasan sulit memahamiNya karena jalan Allah tidak bisa kita selami dengan logika (Yesaya 55:8-9). Berkaitan dengan sifat Allah yang adil dan kasih, meski umat Israel dibuang di Babel dan mengalami perlakuan seperti budak, Allah berjanji tidak akan pernah meninggalkan mereka seorang diri di dalam penderitaan dan kelelahan itu
“Orang-orang muda atau teruna menjadi lelah dan mudah jatuh tersandung” (Yes 40:30). Pemaknaan frase orang muda adalah orang yang pengetahuannya akan Tuhan masih ‘muda’ atau kurang berpengharapan pada Allah, sehingga ia mudah untuk menjadi lelah dan terjatuh. Kontrasnya, orang yang sungguh menantikan Allah akan mendapatkan kekuatan seumpama rajawali. Di dalam perjanjian lama, kata rajawali disebutkan 38 kali. Burung rajawali, atau dalam Bahasa Ibrani nesher, menggambarkan perlindungan dan pemeliharaan dari Allah.
Di saat kita menghadapi berbagai masalah atau kesibukan yang luar biasa menghantam di dalam kehidupan, apakah kita yakin Allah menjaga kita? Tak satupun terjadi di luar pengamatan-Nya. Itulah sebabnya Tuhan ingin kita yakin, bahwa di balik setiap kesulitan yang ada selalu tersimpan suatu rencana dari Dia. God is working all the time. Mungkin saat ini ada dari kita yang merasa tidak seharusnya menghadapi beban ini dan merasa Tuhan tidak menjaga kita, tapi Tuhan selalu menempatkan kita untuk suatu tujuan, dan Tuhan kita adalah Tuhan yang membawa kita dalam proses.
Lihat kisah para pahlawan iman dalam Ibrani 11 seperti Daud, Gideon, Abraham: bukankah Tuhan memakai mereka di tengah kondisi ketidakpastian dan tidak menyenangkan?
Mengalami secara pribadi suatu pergumulan saat apa yang diinginkan tidak didapatkan, adalah hal yang sangat tidak menyenangkan. Berkeinginan untuk kuliah di luar negeri, tetapi akhirnya tidak diberikan kesempatan, membuat diriku menjadi marah dan jauh dari Tuhan. Namun, Tuhan ternyata tetap memberi banyak kesempatan menimba pengalaman di luar negeri saat kuliah, sesuatu yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Bahkan, Dia didik aku dalam persekutuan untuk mengenal Dia. Aku betul-betul sadar bahwa aku begitu egois dan lemah. Aku memaksakan kehendak, menganggap aku sudah melayani Dia sehingga merasa pantas, tanpa tahu Tuhan yang sedang menjagaku memang telah menyediakan sesuatu yang jauh lebih baik. Aku sadar bahwa yang dikatakan dalam 1 Korintus 15:10 adalah benar: “But by the grace of God I am what I am.” Aku kian memahami bahwa perjumpaan yang pribadi dengan Juruselamat akan berdampak pada kesadaran betapa butuhnya kita berinteraksi dengan-Nya.
Kita sekalipun tidak boleh melupakan janji bahwa Tuhanlah yang menjadikan segala sesuatu sebagaimana adanya sekarang. Salah satu caranya adalah tetap dengan memberi waktu khusus serta berkualitas bercakap dengan-Nya.
Doa dan waktu teduh seharusnya menjadi sarana sangat penting di dalam kehidupan dan menjadi wujud kita mau menyerahkan hidup ini, seberapa banyakpun beban kita, kepada Allah. Doa adalah pernyataan iman dan wujud hormat mengakui bahwa Tuhan senantiasa menjaga kita. Doa tidak seharusnya menjadi kewajiban, doa adalah kebutuhan — karena kita tahu bahwa kita yang lemah ini tidak mampu berjalan sendirian. Di tengah hiruk pikuk dunia, kita tetap perlu waktu sejenak untuk sungguh-sungguh berkomunikasi dengan Allah, berelasi dengan Allah, bukan sekedar mengucap kata-kata dan membaca Alkitab tanpa makna.
‘Menanti-nantikan Tuhan’ seperti yang diungkapkan dalam Yesaya 40:31 menyatakan sebegitu excited-nya seharusnya kita saat bisa berjumpa dengan Tuhan melalui doa, apalagi di tengah pergumulan kehidupan kita. Paul E. Miller dalam bukunya ‘Kehidupan yang Berdoa’ pernah mengatakan bahwa ketika kita menyisihkan sebagian waktu yang sudah Tuhan berikan kepada kita untuk Tuhan, entah melalui doa atau persekutuan, memang semakin sedikit waktu yang kita bisa gunakan untuk menyelesaikan pekerjaan atau kesibukan kita, tetapi disitulah letak penyerahan diri kita kepada Allah, bahwa kita mau percaya Tuhan akan bekerja di tengah keterbatasan dan kelelahan kita. Allah yang Maha memelihara, memberikan kekuatan dan menyertai kita di dalam segala sesuatu yang kita lakukan, meskipun kerap kita tidak menyadarinya.
Roma 8:28 mengatakan, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia”. Kesibukan dan beban yang luar biasa yang kita tanggung, tidak lain diberikan karena Tuhan tahu bahwa kita mampu dan punya kapasitas menanggungnya, dan segalanya itu Ia pakai untuk mendatangkan kebaikan bagi kita yang mau percaya. Jangan pernah ragu dan khawatir, karena kita punya Allah yang besar yang senantiasa menjaga, memberikan kekuatan dan perlindungan, bagaikan rajawali. Diperlukan sebuah komitmen untuk memberi waktu untuk Tuhan. Sekali lagi, bukan sebagai pemenuhan kewajiban, justru sebagai cara kita menantikan-Nya dan meresapi penjagaan-Nya.
‘I don’t think there is anyone who needs God’s help and grace as much as I do. Sometimes I feel so helpless and weak. I think that is why God uses me. Because I cannot depend on my own strength, I rely on Him twenty-four hours a day.’
– Mother Teresa
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: