Tertidur Karena Dukacita: Pembacaan Getsemani dalam Depresi di Kala Pandemi (2)

Going Deeper, God's Words, 21 September 2020
Kita yang tertidur dalam dukacita akan dibangunkan-Nya dalam sukacita kelak yang tidak akan bisa kita bayangkan. Sukacita yang diretas dari dukacita di Getsemani.

Part 1 dapat dilihat di sini


GETSEMANI: DUKACITA PELAN-PELAN MEMUNCAK

“Bukit Zaitun. Taman ini. Ada apa dengan Sang Guru? Mengapa gelagatnya semakin aneh dan mencemaskan?"

"Ia meminta berdoa dan berjaga-jaga dari pencobaan. Berdoa? Berjaga-jaga? Yang benar saja! Ayo tunjukkan kuasa-Mu yang berkali-kali mengagumkan kami itu! Kami akan mendukung bila Engkau bersabda melawan, kami yakin kemenangan akan datang selama Engkau menyatakannya! Kalau itu maksudnya berjaga-jaga, kami akan bersiap! Kau Maha Kuasa, kita akan menang! Bangkitkan harapan kami ya Anak Allah!"

"Tapi ini semua terasa makin sia-sia. Mengapa Dia malah menepi berdoa?"

"Sudah habis tenagaku berharap kemenangan. Kita akan kalah. Hancur. Habis."

"Aku masih mendengar suara-Mu samar-samar, Engkau hanya seperlemparan batu. Kau menyebut ingin cawan berlalu dan takut tapi meyakini kehendak Allah terjadi." 

"Apanya kehendak Allah? Bahwa Mesias mati konyol alih-alih memimpin kemenangan bangsa?" 

"Aku sudah tercabik-cabik. Ini semua konyol. Kita akan mati. Habis dimakan kefasikan dan kejahatan. Kebaikan tidak akan menang. Aku mau menangis, tapi sudah terlalu lelah dengan ini semua. Kesepian ini terlalu memekakkan telinga." 

"Aku tidak peduli apa kata-Nya soal pencobaan itu. Mengikut-Mu itulah yang terasa seperti pencobaan. Aku ingin tidur saja. Semoga ini semua hanya mimpi mengerikan, yang aku bisa bangun darinya.”


KEMBALI KE HARI INI: SAYA PUN BERDUKA 

Photo by Aliyah Jamous on Unsplash 

Saya menitikkan air mata ketika merenungi kisah ini. Suara-suara yang bersahut-sahutan saat merenungkan ayat-ayat Getsemani begitu keras, namun juga begitu hening. Terasa begitu nyata, kejam menghakimi kepala, namun juga membungkam. Pembacaan ini begitu berat.

“Kalau murid-murid hebat itu saja bisa tertidur karena dukacita, apa harapanku melalui masa-masa gelap ini?"

"Tidak, tidak mungkin bunuh diri. Terlalu banyak yang aku sayangi untuk ditinggalkan. Keluarga, pasangan, teman-teman."

"Tapi aku bisa apa? Duit hampir habis, usaha tidak memadai, perawatan diri berantakan, jam tidur semakin liar, mimpi-mimpi buruk dalam tidur semakin menyesakkan. Korban-korban jiwa berjatuhan. Pemerintah-pemerintah tidak bisa diandalkan. Orang-orang tampaknya terlalu putus asa sehingga tidak peduli pembatasan dan mulai berdelusi bicara konspirasi. Kelihatannya ini tidak akan berakhir."

"Sungguh. Perasaan ingin mati itu kembali. Menyedihkan. Memalukan. Tapi mau bagaimana, mungkin aku memang tidak ada gunanya.”

Pembacaan perikop-perikop ini di masa pandemi terasa begitu menakutkan. Kelihatannya memang benar, Alkitab tidak tertarik membicarakan kesempurnaan pengikut-Nya. Alkitab lebih tertarik membicarakan kenyataan hidup manusia yang hancur-hancuran.

Kalau ada penghiburan, ternyata itu semua dari Allah melalui Kristus yang dalam anugerah-Nya menebus dan membarui segala ciptaan.

SEPERCIK PENGHARAPAN: BANGKIT DARI DEPRESI, DALAM KRISTUS YANG BANGKIT

Lalu saya coba sadari lagi, kisah ini tidak berakhir dengan kesedihan tiada ujung.

Kesedihan itu akan memuncak. Yesus akan ditangkap, dihakimi, dihina, dicerca, dipermalukan, dihukum, dibunuh. Murid-murid akan menyangkal, mencoba lari, hanya untuk menyaksikan Sang Guru mati tanpa perlawanan.

Tapi Dia akan menaklukkan rezim dosa dan maut. Dia akan bangkit di hari ketiga, membangkitkan kembali semangat para murid yang habis, lalu menjanjikan Roh Kudus setelah kenaikan-Nya. Dia akan menjadi memori dan kekuatan yang membakar semangat menyebarkan kebenaran Injil. Dia bangkit dan membangkitkan hati yang hancur dan kehabisan harapan.

Ketika Dia berkata “Bangunlah, marilah kita pergi, Dia yang menyerahkan Aku sudah dekat” (Matius 26:46), tampaknya itulah titik balik kemenangan-Nya. Ternyata maksud Bapa berbeda, jauh lebih dalam dibandingkan dengan konsep dunia soal kemenangan dan penaklukan. Yesus tunduk pada kehendak Bapa, menyelesaikan misi penebusan dan meneruskan janji yang pasti digenapi, pembaruan ciptaan, tanpa penaklukan, tanpa dukacita tiada akhir, tanpa kemuakan melihat manusia yang terus-menerus menghancurkan ciptaan.

Allah akan hadir tanpa jarak. Semuanya akan dipulihkan, melalui Kristus yang memulihkan, lewat keberanian tiada tara untuk menaklukkan diri pada kehendak Bapa. 

Mungkin kita memang salah mengerti cara Allah memulihkan. Salah memahami kemenangan sejati, malah memeluk kemenangan semu, menaklukkan satu sama lain, menghasilkan peradaban yang menghancurkan, merusak Bumi, memperburuk iklim, menciptakan kondisi yang memampukan virus ganas seperti Corona menyebar, menghadirkan rasa sakit tiada henti tanpa disadari, sengaja mengabaikan sesama ketika konsekuensi-konsekuensi kehancuran itu tampak, mencari selamat sendiri, menyangkal kebutuhan dunia.  


PEMULIHAN ITU AKAN DATANG

Photo by Yoann Boyer on Unsplash 

Mungkin seperti Kristus yang menerima kehendak Bapa biarpun terasa begitu berat, kita semua, dan saya pribadi, akan menemukan pemulihan ketika menerima konsekuensi penderitaan. Memeluk dukacita, menjalani terus kehidupan yang berat dengan bertekun melawan pencobaan, dan dalam upaya bertahannya, menemukan pemulihan yang tak disangka-sangka.

Umat manusia pelan-pelan mencoba menggeliat. Sifat virus mulai dikenali, pengujian diperbanyak, protokol yang ampuh mulai ditemukan dan diimplementasikan, upaya penelitian dan produksi vaksin mulai diretas, aktivitas ekonomi dan keseharian mulai dikerjakan kembali dalam kehati-hatian.

Saya pun pelan-pelan pulih. Terapi diri mengikuti anjuran psikolog, meminum obat dengan rajin, belajar memperbaiki cara doa, baik doa untuk memeluk kesedihan, pemulihan diri, maupun pemulihan sosial dan lingkungan, mendamaikan diri dalam relasi dengan sesama, tekun menjalani seleksi-seleksi sampai pekerjaan semakin dekat datang, menyusun rencana kembali berbagi hidup lebih luas. Saya menemukan begitu banyak kasih sayang, perpanjangan tangan Tuhan di masa genting ini, walaupun mereka juga hidup dalam risiko.

Mungkin dunia tidak akan segera membaik. Mungkin pandemi akan terus mengganas karena sembrononya manusia dan ekonomi makin jatuh karenanya. Mungkin konsekuensi-konsekuensi kesembronoan hidup manusia akan menemukan cara-cara baru menyatakan diri, bahkan lebih mengerikan dari Corona.

Tapi seperti murid-murid yang berdukacita di Getsemani dan memuncak pada kematian Kristus, pemulihan dan kekuatan baru itu ternyata sudah begitu dekat. Mungkin tidak dalam standar waktu kita, tapi pemulihan yang telah Allah janjikan itu pasti datang. Mungkin tidak akan mudah kita mengerti. Mungkin Allah terasa diam, semua terasa sia-sia, dan kita merasa kehilangan pegangan, bingung, dan takut. Wajar batin bergolak karena konteks kita mendorong kecemasan tersendiri. Tapi mungkin itulah indahnya pribadi Kristus. Dia berbesar hati menuntun kita dalam ketidakmengertian dan kerapuhan.

Kita yang tertidur dalam dukacita akan dibangunkan-Nya dalam sukacita kelak yang tidak akan bisa kita bayangkan. Sukacita yang membuat dukacita yang begitu kelam di hari-hari ini menjadi tidak ada apa-apanya, karena kehidupan sejati menang melawan kehidupan semu dan maut. Sukacita yang diretas dari dukacita di Getsemani.


Panduan refleksi:

Podcast “For the Life of the World/Yale Center for Faith and Culture”, episode “How to be Afraid”, dapat diakses di https://open.spotify.com/episode/5RHqBg9FYFSNyFDUyKXNwx 

Podcast “South Georgia Baptist Church”, episode “Prayer in Gethsemane”, dapat diakses di https://open.spotify.com/episode/4P4dtoEtIk75GO0liQW8y2 

Michal Beth Dinkler, “Silent Statements: Narrative of Speech and Silence in the Gospel of Luke,” 2013: De Gruyter

LATEST POST

 

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Kalimat pada judul yang merupakan bahasa latin tersebut berasal dari slogan sebuah klub sepak bola t...
by Jonathan Joel Krisnawan | 27 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER