Wisuda bukan segalanya. Jangan sampai keadaan luar biasa ini membuatmu lupa akan Sumber Sukacitamu yang sejati.
Sebuah curahan hati dan perenungan.
Disclaimer: Cerita yang dituliskan pada artikel ini didasarkan pada pengalaman pribadi dan tiap kampus akan mengantisipasi kejadian ini dengan cara yang berbeda.
Bagi kita yang menempuh masa kuliah di Indonesia, pasti sudah sering mendengar berita berita acara wisuda di kampus kita masing-masing. Hal ini berbeda dari wisuda yang, setahuku dilakukan di luar negeri. Justru menurutku, wisuda yang dilakukan di Indonesia adalah salah satu acara wisuda yang paling seru. Di berbagai kampus, acara wisuda dilengkapi arak-arakan meriah, pemberian hadiah dari rekan-rekan kampus, penampilan apresiatif dari adik tingkat himpunan mahasiswa kepada para wisudawan, sungguh sebuah selebrasi yang dahsyat.
Begitupun di kampusku. Kampus yang dikatakan sebagai “Kampus Terbaik Bangsa” (malah bocorin identitas kampus ya hehehe) ini selalu mempersiapkan acara wisuda yang meriah kepada semua mahasiswa yang berhasil menyelesaikan satu tahap di pendidikan mereka ini. Dan seharusnya kegiatan seperti itu dilakukan lagi pada bulan April ini.
Tapi semua berubah ketika Corona menyerang.
Photo by Tai's Captures on Unsplash
Sejak adanya dua kasus positif pertama di negara ini, pihak kampus pun sudah mengantisipasi dengan ajakan untuk melakukan social dan physical distancing. Bahkan, pihak kampus membatasi kegiatan yang dapat dilakukan oleh mahasiswa maupun dosen di kampus karena himbauan untuk bekerja dan belajar di rumah. Akibatnya, banyak kegiatan yang tidak bisa dilakukan oleh massa kampus, seperti kegiatan kaderisasi (jika masih ada), acara UKM, dan, yang paling pertama diungkapkan di dalam surat rektorat, pelaksanaan acara wisuda.
BYAR!
Semua rencana akomodasi wisuda, MUA, photo session, semuanya lenyap. Ngga ada yang namanya upacara penyematan toga, ngga ada yang namanya arak-arakan, ngga ada yang namanya memberikan hadiah kepada sesama wisudawan atau diberikan hadiah. Rencana untuk makan bersama teman terdekat pun musnah sudah. Semua rencana harus dibatalkan demi mencegah penyebaran virus ini.
Ngga sedikit calon wisudawan yang protes akan wacana mengenai “pembatalan” wisuda ini. Singkat cerita, di kampus ini, pelaksanaan wisuda akan diusahakan dengan “format khusus”, sebagai upaya kampus untuk mengapresiasi usaha mahasiswanya. Apresiasi wisudawan kampus ini pun juga dilakukan pada hari dimana acara wisuda seharusnya dilakukan, melalui platform online maupun ucapan langsung.
Jujur saja, aku menjadi salah satu dari peserta wisuda yang dibatalkan tersebut, dan sama seperti kebanyakan calon wisudawan, sempat merasa marah dan kecewa dengan keadaan ini. Sempat juga aku merasa sia-sia berusaha menyelesaikan tugas akhirku sebelum semester baru dan rela menunggu 4 bulan lebih sebelum memperoleh gelar sarjana, hanya untuk mendapatkan kenyataan bahwa wisuda yang didambakan tidak akan datang, setidaknya sampai pemberitahuan selanjutnya.
Menemukan sukacita di balik bencana
Mungkin untuk beberapa orang, mereka tidak masalah jika tidak ada kegiatan upacara wisuda sebagai bentuk apresiasi atas usaha mereka di kampus. Tapi aku yakin banyak orang yang akan sedih dan marah jika usaha mereka tidak diapresiasi.
Tapi, jika kita coba merenungkannya, apakah baik untuk bersikap seakan dengan hilangnya suatu event penting, kita juga kehilangan kebahagiaan?
Di tengah perenungan ini, aku kembali disadarkan bahwa, memang benar, wisuda adalah satu momen yang layak untuk dirayakan. Tapi, jangan sampai momen yang berlangsung sementara ini menjadi sumber kebahagiaan terbesar di dalam hidup ini. Masih banyak hal lain yang patut kita syukuri di dalam hidup kita.
“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” – 1 Tesalonika 5:18 TB
Ayat ini menjadi salah satu ayat “andalan” bagi beberapa orang yang berusaha untuk melihat hal positif di setiap kejadian. Dalam konteks ini, aku menyadari bahwa ada hal-hal lain yang masih dapat kita syukuri di tengah pandemi ini.
Pertama, kita bersyukur bahwa banyak kampus di Indonesia yang berusaha untuk mencegah penyebaran virus ini dengan tidak mengadakan kegiatan wisuda. Dengan ditiadakannya acara ini di tengah pandemi, banyak orang tua yang terhindar dari kemungkinan penularan virus yang dapat membahayakan nyawa mereka.
Kedua, para wisudawan seharusnya bersyukur, bahwa, walaupun mereka tidak dirayakan kelulusannya saat ini, mereka sebenarnya sudah mendapat gelar yang mereka usahakan selama 4-6 tahun ini. Jika mengambil contoh dari kampus ITB (ya, beneran bocorin identitas), ada akun Instagram yang mencoba untuk menghibur calon wisudawan April dengan memberikan apresiasi online dengan bingo ataupun kolom curhat.
Terakhir, hal ini berkaitan dengan identitas kita sebagai orang Kristen. Kita sepatutnya kembali mengingat Sumber Sukacita kita di tengah kesulitan ini, bahwa Dia telah menjaga kita pada saat seperti ini. Kita dapat menyadari bahwa kebahagiaan yang kita dapatkan melalui suatu pencapaian (dalam hal ini, contohnya wisuda) hanya satu bagian kecil dari kebahagiaan yang kita terima dari Yesus sendiri. Ketika kita mengingat kembali Sumber Sukacita kita, kita dapat mensyukuri setiap keadaan.
Selamat untuk teman-teman yang sudah menyelesaikan masa studinya, dan jangan bersedih jika tidak ada acara apresiasi seperti yang kalian harapkan. Ingat bahwa kalian sudah menyembat sebuah gelar, gunakan gelar itu untuk membangun bangsa ini. Stay safe!
“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.” – Pengkhotbah 3:11 TB
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: