Ibadah Online: Kali Pertama yang Awkward dalam Pandemi Covid 19

Best Regards, Live Through This, 16 March 2020
Setiap tindakan yang kita ambil jika memohon hikmat dari Allah, adalah bagian dari lompatan iman kepada-Nya. Karena esensi beribadah bukanlah sekedar tentang “aku” dengan segala kebiasaan peribadatan, tapi juga menjadi berkat bagi sesama.

Akhir pekan ini, tampak berbeda dari biasanya, di mana saya biasanya beraktivitas di luar rumah mengurusi beberapa kepanitiaan dan kegiatan. Hari ini saya memilih untuk lebih banyak berada di dalam rumah, setelah beberapa kegiatan terpaksa dibatalkan oleh penyelenggara acara. 

Sepulang dari gereja, setelah rapat pengurus, saya menganjurkan kepada keluarga, “Kita kebaktiannya live streaming aja ya. Kebaktian jam 8 dan 10 ada live streaming. Nanti soal persembahan ditransfer saja.” Saya berbalik berbicara dengan Ibu saya yang sering ke gereja, “Mama, nggak ada kegiatan apa-apa kan besok? Kalau ada dan hanya jadi peserta, bukan bertugas, nggak usah dulu ya, Ma.” Ibu saya mengiyakan permintaan anaknya dan memberi arahan untuk tetap beribadah bersama-sama di ruang keluarga, bukan nonton video streaming sendiri-sendiri melalui gawai masing-masing. Walaupun begitu, beliau masih memberikan pilihan untuk kebaktian paling pagi pukul 06.00 karena hanya ada sedikit orang, tapi hal yang mustahil bagi saya dan adik saya yang sulit untuk bangun pagi-pagi sekali.

***

Minggu pagi, setelah membereskan rumah dan membereskan diri, kami berkumpul di ruang keluarga. Saya segera menghubungkan televisi rumah dengan koneksi youtube untuk live streaming dari gereja. Semua berjalan seperti biasa seperti jika kami tidak kebagian tempat duduk di dalam gedung gereja (ini seringkali terjadi karena agak mepet datang sebelum kebaktian), kami beribadah di teras gereja dengan bantuan layar TV di sepanjang teras, tapi kali ini kami berada di rumah. Memulai dari panggilan beribadah, Ibu saya mulai bersuara mengikuti liturgi gereja hingga akhirnya kami semua mengikuti peribadatan seperti biasa.

Ibadah Live Streaming pukul 10.00 di GKI Kebayoran BaruLive streaming kebaktian pukul 10.00 GKI Kebayoran Baru

Bagaimana rasanya? Akward banget. Bernyanyi hanya sekeluarga, tanpa adanya pujian dilayangkan bersama umat. Bacaan bersahutan, hanya suara kami yang terdengar. Bagaimana dengan salam damai yang juga menjadi perdebatan dalam rapat-rapat majelis? Kami saling tersenyum penuh makna sambil bersalaman namaste. Seperti keluarga Asia umumnya, intinya kami tahu bagaimana kami saling mengasihi, mengampuni, dan memaklumi kesalahan masing-masing tanpa ditunjukkan secara eksplisit.

***

Beberapa bulan terakhir, dunia dihebohkan dengan Covid-19. Dibandingkan adanya tindakan preventif dan komunikasi yang tepat dari pemerintah, pejabat publik justru membuat hal ini sebagai bahan lelucon hingga virus ini masuk ke Indonesia. Indonesia sendiri, baru heboh sekitar dua minggu belakangan sejak kasus 01 dan 02. Tidak terkecuali dengan gereja, sebagai salah satu tempat yang boleh didatangi oleh siapa pun, segera gempar dengan perkembangan yang ada. Mulai dari pengadaan hand sanitizer, perubahan salam damai, perdebatan pengadaan ibadah online melalui live streaming, perdebatan cara memberikan persembahan secara transfer, muncul dalam tubuh gereja.

Saya memantau perkembangan yang terjadi terkait penyebaran virus ini dalam beberapa hari terakhir, antara saya yang mulai paranoid atau kelewat waspada. Beberapa kegiatan di luar rumah saya batalkan, ide beribadah online sebelum JPCC (Jakarta Praise Community Church) dan GKI Pondok Indah mengumumkan kebaktian online sudah saya pikirkan. Salah satu perdebatan yang agak panjang adalah beribadah secara online. Bahkan, salah satu teman memberi komentar kepada saya yang melakukan ibadah melalui live streaming di rumah. Selain dua gereja ini yang saya tahu, gereja lain hanya memberikan opsi, jika enggan beribadah di gereja, dapat beribadah melalui live streaming.

Sebelum adanya ibadah online, beberapa khotbah pun juga terkadang kita tonton atau dengar melalui Youtube, Spotify, atau Soundcloud. Lelucon-lelucon dan perdebatan kebaktian online sebelum adanya virus ini juga pernah muncul karena semakin banyaknya konten-konten rohani. Pada saat perdebatan itu muncul, saya diingatkan kembali esensi berkebaktian di gereja sebagai bentuk persekutuan umat seperti jemat mula-mula sambil merayakan Paskah (sejarah kekristenan mengadakan ibadah hari Minggu untuk memperingati bangkitnya Kristus mengalahkan maut), sehingga kebaktian sepatutnya dilakukan di gereja.


Ibadah Online = Kurang Iman dan Enggan Bersekutu?

Salah satu langkah yang saya iyakan dari Ibu saya adalah beribadah bersama meskipun melalui live streaming. Walaupun awkward, esensi bersekutu juga tetap ada dalam satu institusi keluarga. Hal ini juga terjadi pada gereja yang ada di Singapura, dengan beribadah online bersama dalam kelompok sel mereka. Lagipula dalam lingkup gereja besar seperti tempat saya berjemaat, persekutuan yang saya rasakan lebih besar justru di luar kebaktian, saat selesai beribadah bertemu teman-teman seiman, Pendalaman Alkitab Pemuda, retreat, ataupun dalam kepanitiaan dan kepengurusan.

Ketika teman mempertanyakan keputusan saya yang seolah-olah takut hanya karena virus penyakit, saya punya alasan. Dibandingkan diri saya yang tertular, saya lebih takut lagi jika saya ternyata yang membawa virus tersebut ke orang lain, terutama ke orang tua. Seperti yang diketahui, virus dapat menyebar sebelum gejala muncul. Mengutip dari apa yang ditulis oleh Eunika Vina dalam ibadah minggu GKI Jemursari, dalam keadaan seperti ini ada pilihan-pilhan yang bisa diambil, egois atau saling jaga? Terkadang pilihan untuk “mengasingkan diri” menjadi pilihan paling bijak dibandingkan memaksa untuk berada di keramaian termasuk di gereja.

Instastory dari @eunikavina

Belajar dari penyebaran Covid-19 di Korea Selatan, penyebaran paling masif terjadi di gereja saat kebaktian berlangsung. Ekspresi kasih dengan bersentuhan sebagai tanda keramah-tamahan dan kehangatan di gereja menjadi medium penyebaran yang meluas. Jika seperti ini, apakah gereja mau disalahkan walaupun memang bukan gereja yang bersalah. Memang dengan berdoa kita berserah kepada Tuhan atas apa yang terjadi dalam hidup kita, termasuk saat kita sakit. Dan kita juga diberikan hikmat oleh-Nya untuk memilih dan bertindak dengan bijak. Mengutip instastory dari seorang teman, gereja memiliki tanggung jawab iman dan tanggung jawab lembaga, salah satu langkah pertanggungjawaban gereja sebagai lembaga yaitu mengikuti aturan publik dan memikirkan umat agar terjadi pencegahan penyebaran virus secara masif.

Instastory dari @andhika.N70

Setelah saya mengikuti kebaktian online, selang beberapa jam, beberapa gereja mengumumkan meniadakan kebaktian pada hari minggu depannya dan minggu berikutnya, termasuk kegiatan gereja lainnya. Bahkan kebaktian terakhir pukul 19.00 di gereja tempat saya berjemaat ditiadakan. Saya yang tadinya berencana ke gereja karena bertugas, tidak jadi berangkat. Walaupun dalam perdebatan panjang, bahkan mungkin pula hingga saat ini, kiranya kita semua juga dapat ambil bagian untuk beriman dan memohon hikmat dari-Nya untuk bertindak. Setiap tindakan yang kita ambil jika memohon hikmat dari Allah, adalah bagian dari lompatan iman kepada-Nya. Karena esensi beribadah bukanlah sekedar tentang “aku” dengan segala kebiasaan peribadatan, tapi juga menjadi berkat bagi sesama, salah satunya social distancing dan isolasi diri untuk mencegah penyebaran virus ini.


Loving God can mean not being in church.

Loving our neighbors can mean staying at home.

On the first Sunday morning of the coronavirus pandemic

-Rei Lemuel Crizaldo (March 15, 2020)



Referensi:

Christianity Today: 7 Lessons from Singapore’s Churches for When the Coronavirus Reaches Yours

The Greatest Commandment & the Coronavirus

LATEST POST

 

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Kalimat pada judul yang merupakan bahasa latin tersebut berasal dari slogan sebuah klub sepak bola t...
by Jonathan Joel Krisnawan | 27 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER