FOMO, 3F, dan Penutupan TPA Piyungan: Refleksi Teologi Ekologis bagi Gaya Hidup Modern

Going Deeper, God's Words, 10 August 2023
Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." Kejadian 1:28 (TB)

Sejauh mata memandang, lanskap di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan terhampar sunyi. Suara gemuruh mesin berat yang biasanya mengiringi aktivitas pengolahan sampah telah meredup. Pengumuman penutupan TPA Piyungan menyampaikan pesan yang mengejutkan bagi warga sekitar dan menyerukan refleksi yang mendalam. Namun, di balik pemandangan yang damai ini, tersembunyi lapisan makna yang mengajak kita untuk merenungkan gaya hidup kita yang serba cepat, tekanan sosial untuk mengikuti tren, dan dampak lingkungan yang telah diabaikan.


Image by detikJateng


Dalam era modern ini, kita telah menyaksikan pertumbuhan pesat dalam gaya hidup yang serba cepat. Fenomena 3F –makanan cepat saji (fast food), pakaian murah yang cepat usang (fast clothing), dan limbah yang cepat menumpuk (fast garbage)– menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Pertanyaannya adalah apakah ini merupakan dampak dari rasa takut ketinggalan (FOMO) ataukah sekadar kebiasaan? Mari kita refleksikan pandangan Alkitab dan perspektif teologi ekologi terhadap tema ini, sambil juga menggali dampak lebih dalam dari penutupan TPA Piyungan.


FOMO, singkatan dari Fear of Missing Out, adalah istilah yang mengacu pada perasaan takut atau cemas bahwa kita akan melewatkan sesuatu yang menarik atau penting dalam kehidupan kita. Ini adalah fenomena psikologis yang umum terjadi dalam budaya yang terhubung secara digital dan serba cepat seperti yang kita alami saat ini. FOMO sering kali mendorong seseorang untuk selalu ingin terlibat dalam segala sesuatu, merasa perlu untuk berpartisipasi dalam aktivitas atau memperoleh barang-barang terbaru, agar tidak merasa "ketinggalan."


FOMO memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku konsumsi dan gaya hidup. Dalam konteks konsumsi, FOMO dapat mendorong seseorang untuk membeli barang-barang atau makanan tertentu hanya karena mereka merasa perlu untuk tetap up to date atau tetap relevan dengan tren terbaru. Ini berkontribusi pada pola konsumsi berlebihan dan impulsi belanja, di mana keputusan pembelian didorong oleh keinginan untuk mengatasi rasa takut ketinggalan atau merasa diri tidak lengkap jika tidak memiliki sesuatu yang sedang populer.


Image by fsjoja1980 from Pixabay


Alkitab mengajarkan prinsip-prinsip tentang pengelolaan sumber daya dan lingkungan. Dalam Kejadian 1:28, Allah memberikan tanggung jawab kepada manusia untuk menguasai dan memelihara bumi. Pesan teologi ekologis yang terkandung di dalamnya mengajak manusia untuk menjalankan peran sebagai pengelola dan penjaga ciptaan Tuhan. Tanggung jawab ini mengharuskan kita untuk berinteraksi dengan alam secara bijak dan seimbang, serta menghindari eksploitasi berlebihan. Prinsip ini memanggil kita untuk menghormati keanekaragaman hayati dan keindahan ekosistem, menjaga keseimbangan alam, dan bertindak sebagai kustodian bumi yang mendahulukan keberlanjutan alam dan lingkungan.


Pandangan teologi ekologi juga menyoroti pentingnya penghargaan terhadap ciptaan Tuhan. Paus Fransiskus dalam ensikliknya Laudato Si mengajak umat Kristen untuk menjaga keanekaragaman hayati, menghindari pemborosan, dan menghormati ekosistem. Gaya hidup yang didasarkan pada konsumsi cepat seringkali melupakan tanggung jawab kita sebagai pengelola bumi dan merusak hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Pencipta.


Pertimbangan terhadap FOMO (Fear of Missing Out) juga penting dalam konteks ini. Budaya konsumsi masa kini sering memanfaatkan ketakutan kita akan ketinggalan tren, menghasilkan permintaan yang tak terkendali terhadap produk-produk cepat saji (fast food) dan pakaian murah (fast clothing). Roma 12:1-3 mengajak kita untuk "janganlah mengikuti kebiasaan dunia ini." Dalam pandangan teologi ekologis, ini bisa diartikan sebagai panggilan untuk melawan dorongan konsumeristik dan penggunaan sumber daya alam secara berlebihan. Pesan ini mengingatkan kita untuk berpikir kritis terhadap budaya yang mendorong gaya hidup cepat dan konsumsi berlebihan, yang sering kali merusak ekosistem dan keseimbangan alam. Di sisi lain, dalam konteks FOMO, ayat ini mengajak kita untuk tidak terbawa oleh tekanan untuk selalu mengikuti tren dan memenuhi keinginan segera. Hal ini mencerminkan pentingnya fokus pada nilai-nilai spiritual dan nilai-nilai yang lebih mendalam, yang dapat membantu kita menghindari perangkap konsumsi impulsif dan gaya hidup yang tidak seimbang.


Namun, penutupan TPA Piyungan juga memberikan perspektif baru dalam diskusi ini. Keberlanjutan lingkungan bukan hanya tentang mengurangi konsumsi, tetapi juga tentang menghadapi dampak dari limbah yang tidak terkelola dengan baik. Dampak negatif dari limbah yang menumpuk di TPA Piyungan, seperti pencemaran tanah dan air, mengingatkan kita akan urgensi untuk mengurangi limbah dan mengelola sumber daya dengan lebih bijak. Tutupnya TPA Piyungan juga dapat diartikan sebagai panggilan untuk lebih bertindak tegas dalam mengatasi dampak konsumsi berlebihan. Pengurangan sampah dan pemilihan produk yang lebih berkelanjutan bukanlah pilihan, melainkan suatu keharusan dalam rangka menjaga lingkungan. Dalam konteks ini, kita dapat menggunakan panduan Alkitab dan prinsip teologi ekologi untuk mengambil tindakan konkret dalam menjaga ciptaan Tuhan.


Image by Waed Goumani from Pixabay


Sebagai orang Kristen, ada beberapa tindakan yang dapat diambil sebagai respons terhadap panduan teologi ekologis dan nilai-nilai spiritual dalam fenomena FOMO dan 3F:

  1. Keseimbangan: Ciptakan keseimbangan dalam gaya hidup dengan menghindari keputusan konsumsi impulsif dan memilih kualitas daripada kuantitas.
  2. Pemilihan Bijak: Pertimbangkan asal-usul barang yang dibeli, mendukung produk berkelanjutan, dan menghindari pemborosan.
  3. Syukur dan Kepuasan: Latih rasa syukur dan belajar puas dengan apa yang dimiliki, melawan FOMO dan menghargai pemberian Tuhan.
  4. Partisipasi Lingkungan: Ikut serta dalam gerakan lingkungan, mengurangi kebiasaan 3F dan mengedepankan 3R (reduce, reuse, recycle), mendukung pengelolaan limbah yang lebih baik, dan berkontribusi pada praktik-praktik berkelanjutan.
  5. Pendalaman Rohani: Dalam mencari panduan Tuhan, kita dapat memahami cara hidup yang sejalan dengan rencana-Nya untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan menjalani keberlanjutan lingkungan.

Melalui langkah-langkah ini, kita dapat membentuk gaya hidup yang lebih sesuai dengan iman kita, peduli terhadap lingkungan, dan berkontribusi pada keberlanjutan dunia yang lebih baik.


Dalam kesimpulan, gaya hidup cepat yang didorong oleh FOMO dan kebiasaan memberikan dampak besar terhadap lingkungan dan nilai-nilai spiritual. Penutupan TPA Piyungan menggarisbawahi urgensi pengelolaan limbah dan keberlanjutan lingkungan. Dalam merangkum pandangan Alkitab dan perspektif teologi ekologi, kita diingatkan untuk menghormati ciptaan Tuhan, mengelola sumber daya dengan bijak, dan mengambil tindakan nyata dalam menjaga lingkungan demi masa depan yang lebih baik.


Image by Hery Sidik from ANTARA

LATEST POST

 

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Kalimat pada judul yang merupakan bahasa latin tersebut berasal dari slogan sebuah klub sepak bola t...
by Jonathan Joel Krisnawan | 27 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER