Lilin-lilin Kecil 2: (Tak Bisa) Seperti yang Kau Minta

Going Deeper, God's Words, 09 November 2022
Hitam kini hitam nanti… Gelap kini akankah berganti…

Artikel ini merujuk pada Roma 3:19-20.


Pada artikel yang sebelumnya, kita kembali diingatkan bahwa tidak ada seorang pun yang benar, tidak ada seorang pun yang berakal budi dan mencari Allah, serta semua telah menyeleweng dan tidak ada yang berbuat baik. Ini semua mengacu pada natur berdosa manusia yang membuat manusia memiliki kecenderungan untuk melakukan yang jahat. Dengan seluruh aspek diri yang rusak, apakah ini artinya mustahil untuk kita setia kepada Allah karena kecenderungan kita adalah memilih dosa?


“Tetapi kita tahu, bahwa segala sesuatu yang tercantum dalam Kitab Taurat ditujukan kepada mereka yang hidup di bawah hukum Taurat, supaya tersumbat setiap mulut dan seluruh dunia jatuh ke bawah hukuman Allah. Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.” - Roma 3:19-20


Salah satu konsekuensi dosa adalah hukuman. Sebagaimana dosa membuat manusia tidak bisa taat kepada hukum Allah, ini berarti dosa mengundang murka Allah untuk mendatangkan hukuman bagi manusia. Namanya juga ada hukum yang dilanggar, berarti yang melanggar harus dihukum. Namun, menariknya, Allah yang seharusnya menghukum manusia ternyata tidak selalu selalu langsung menghukum. Allah tidak selalu menuntut dan tidak selalu mendendam (Mzm. 103:9). Alkitab justru menceritakan bagaimana Allah itu tidak hanya adil, tetapi juga murah hati dalam menghadapi dosa.


Photo by Jez Timms on Unsplash

Salah satu bentuk keadilan dan kemurahan hati Allah adalah melalui pemberian hukum Taurat. Musa mewakili bangsa Israel untuk mengikat perjanjian dengan Allah dengan mengaku bahwa Allah Yahweh adalah Allah mereka dan hanya Ia yang mereka sembah. Oleh karena itu, mereka akan mematuhi hukum-hukum Allah sebagai bentuk ketaatan dan pengabdian mereka (Kel. 20:1-17). Selain kesepuluh hukum yang Allah tuliskan pada loh batu, Allah juga memberikan hukum-hukum lain yang mengatur peribadahan dan kehidupan mereka (dapat dibaca di kitab Keluaran-Ulangan). Betapa detailnya hukum-hukum ini menunjukkan beberapa hal:

  1. Pengakuan bahwa Allah yang berkuasa atas hidup bangsa Israel meliputi seluruh aspek kehidupan mereka.

  2. Ketaatan kepada hukum Allah adalah hal yang sangat penting.

  3. Betapa luas dan banyaknya potensi dosa dan kesalahan yang mampu dilakukan oleh manusia sehingga harus diatur demi kehidupan bersama yang damai.

  4. Allah menganugerahkan kesempatan kepada manusia untuk “do it right”–dengan mengikuti hukum tersebut, manusia mencoba kembali hidup taat kepada Allah, sebagaimana mereka diciptakan.


Jika mau memperhatikan hukum-hukum tersebut, kita akan menemukan begitu banyak selipan anugerah Allah. Contohnya, kota perlindungan bagi orang yang membunuh secara tidak sengaja (Bil 35), pembebasan budak Israel pada tahun Yobel (Im. 25), dan penggantian barang yang dicuri (Im. 6). Selain bentuk anugerah Allah, ini juga merupakan kesempatan bagi bangsa Israel untuk melatih mempraktikkan anugerah bagi sesamanya. Di sisi lain, ternyata adanya hukum-hukum ini juga membuka mata bangsa Israel bahwa ada banyak hal yang mungkin terjadi dalam kehidupan mereka, termasuk peluang dan pilihan melakukan kejahatan yang bermacam-macam. Apapun itu, yang baik maupun yang jahat, bangsa Israel yang berada di bawah hukum Allah dituntut untuk mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah (Rm. 3:19).


Photo by Thomas Ashlock on Unsplash  


“Maafkan aku tak bisa memahami maksud amarahmu, membaca dan mengerti isi hatimu.” 


Andaikan lirik ini merupakan ungkapan kita kepada Allah, ketidakmengertian manusia ini bisa kita lihat melalui cerita-cerita Alkitab, khususnya bangsa Israel. Bangsa yang tegar tengkuk ini seakan terus menguji Allah dengan pemberontakannya. Bangsa Israel memberontak, Allah murka dan menghukum, bangsa Israel berjanji taat lagi, lalu Allah menyertai dan memberkati; begitu terus siklus ini terulang. Dengan keadilan-Nya, Allah menghukum mereka yang bersalah. Dengan kesabaran dan kemurahan hati-Nya, Allah terus memberikan kesempatan bagi mereka yang mau taat kepada-Nya. Namun, kesempatan ini seringkali disalahgunakan dan disalahmengerti oleh bangsa Israel dan kita.


Kita analogikan saja seperti ini:

Di sekolah ada peraturan untuk masuk sekolah pukul 07.00. Jika kita datang pukul 07.15, tentu ada hukuman yang diberikan oleh sekolah. Mungkin hukuman yang diberikan bisa berbeda sesuai intensitasnya. Ketika 1 kali terlambat, hukumannya berupa teguran lisan. Kedua kalinya, ada teguran dan diminta membersihkan laboratorium, misalnya. Ketiga kali, orang tua dipanggil ke sekolah. Perbedaan intensitas hukuman ini menunjukkan bahwa sekolah memberikan kesempatan supaya kita tidak mengulang kesalahan yang sama dan dihukum lebih berat.

Begitu pula dengan Tuhan yang memberikan begitu banyak kesempatan bagi kita; Ia bahkan lebih bermurah hati daripada sekolah. Kehadiran manusia di muka bumi yang sudah beribu-ribu tahun, ataupun kita yang mungkin diberikan kesempatan hidup hingga Tuhan nanti berjumpa dengan-Nya, merupakan kesempatan untuk mengenali kasih Tuhan. Namun, dapatkah kita mengenali anugerah Tuhan secara tepat dalam realita kehidupan kita yang penuh dosa ini?


Dalam perkembangannya, pada masa menjelang kelahiran Tuhan Yesus, hukum Taurat ditambahkan detail-detail aturan hingga mencapai ratusan dan hampir tidak mungkin untuk sungguh-sungguh melakukan semuanya. Hukum ini tidak lagi terasa sebagai anugerah, melainkan sebuah jerat. Ratusan aturan ini justru semakin membukakan bahwa ada banyak bentuk kesalahan yang bisa mereka lakukan. Dengan kata lain, sebagaimana disebutkan oleh Roma 3:20 di atas, hukum Taurat justru membuat mereka semakin mengenal dosa. 



Photo by Thomas Ashlock on Unsplash  


Ironis, bukan? Hukum yang seharusnya menunjukkan anugerah, keadilan, dan kemurahan Allah malah menjadi jebakan bagi umat sendiri. Lagi-lagi, tambahan aturan itu justru semakin menunjukkan bagaimana rasio dan moralitas manusia tidak bisa menjadi patokan keadilan dalam menegakkan hukum Tuhan. Hukum Tuhan haruslah dijalankan dengan patokan Tuhan, yaitu konsep keadilan Tuhan. Dengan rasio dan moralitas yang rusak, manusia tidak memiliki konsep keadilan ini. Lantas, bagaimana bisa kita menaati hukum Tuhan sebagaimana Tuhan kehendaki?


“Aku tahu 'ku takkan bisa menjadi s’perti yang engkau minta

Namun selama nafas berhembus, aku 'kan mencoba

Namun selama aku bernyawa, aku 'kan mencoba menjadi s’perti yang kau minta”


Penggalan lirik lagu ini cukup menggambarkan sebuah pengakuan kita di hadapan Allah yang Maha Adil dan Maha Pemurah. Dengan kerusakan diri kita, kita tidak bisa menaati kehendak Allah sebagaimana tujuan kita diciptakan. Natur berdosa kita membuat orientasi hati kita secara otomatis mengarah kepada dosa. Namun, Allah yang bermurah hati selalu memberikan kita kesempatan untuk mengakui dosa kita supaya kita pun diampuni dan tidak mengulang hal yang sama lagi (Mzm. 103:8-14). Sebegitu sayangnya Allah kepada kita hingga di tengah keberdosaan kita pun, kita masih bisa melihat kasih setia-Nya dalam hidup kita.


“Hitam kini hitam nanti… Gelap kini akankah berganti…” 


Seperti penggalan lirik tersebut, dapatkah kita berpengharapan bahwa kita mampu keluar dari jeratan dosa yang gelap ini? Akankah kegelapan dalam diri kita berangsur berganti menjadi terang? Dapatkah kita bergantung pada kasih karunia Allah yang terus tersedia bagi kita yang berdosa ini?


Mari kita refleksikan:

  1. Pernahkah kita merasa terjebak dan sangat kesulitan dalam usaha kita untuk taat kepada Allah?

  2. Seperti apa anugerah Allah yang secara pribadi kita rasakan di tengah keberdosaan kita?

LATEST POST

 

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Kalimat pada judul yang merupakan bahasa latin tersebut berasal dari slogan sebuah klub sepak bola t...
by Jonathan Joel Krisnawan | 27 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER