Kamu memang tidak merasakan, tapi bertindaklah sebagai orang yang mau melalui itu semua bersamanya.
Mari bicara jujur, pasti kita semua pernah merasa kesal dengan orang di sekitar kita, yang kita rasa mereka terlalu suka "baper". Kita menganggap mereka over sensitive, mudah tersinggung dan jadinya kita melabeli mereka dengan "baper" (istilah gaul sekarang).
Saat ini mari buka hati lebih dalam untuk memahami kaum "baper" yang sering kali kita jadikan bahan olokan dan candaan. Bahwa mereka termasuk the others yang kerap kita hakimi tanpa kita mau memahami lebih jauh apa yang sebenarnya mereka rasakan.
Saya akan bicara sebagai kaum baper yang bahkan mungkin tidak dapat mewakili suara mereka semua, karena setiap orang tentu berbeda. Namun, setidaknya ada beberapa hal yang bisa saya sampaikan.
Teman-teman, pernah nggak kalian berpikir kalau setiap orang itu pasti dilahirkan dengan karakter yang berbeda-beda? Mungkin kita tahu, tapi untuk terus mengingat dan memahami hal itu, tentu tidak mudah. Nyatanya, ketika kita berbenturan dengan orang yang berbeda karakter, kita mungkin marah-marah karena ingin dipandang benar.
Nah, di antara banyak karakter ini, ada lho orang-orang yang dilahirkan dengan tingkat sensitivitas tinggi. Ada yang memang sudah dari lahir memiliki sensitivitas tinggi (hal ini menjadi bekali mereka untuk berkarya, seperti menjadi penulis atau pelukis), ada pula yang terbentuk dari kehidupan, latar belakang keluarga, pengalaman-pengalaman traumatis dan sebagainya.
Bukan masalah mudah tersinggung tetapi mereka merasakan sesuatu itu lebih dalam dari orang lain. Misalkan ada suatu kejadian yang bikin seisi kelas sedih, orang ini bakal merasa lebih lagi, ada yang bikin marah, dia merasa lebih marah, rasa sakit juga merasakan lebih. Bisa kita bayangkan bagaimana mereka menjalani dan memandang hidup ini? Tentu berbeda ya dengan orang-orang yang feeling-nya normal.
Lebih jauh lagi, orang-orang ini bisa jadi tidak baik-baik saja. Bisa jadi mereka orang-orang yang pernah overcome depression atau commit suicide. Kita tidak pernah tahu pikiran terkelam mereka. Bisa jadi mereka masih berjuang sampai sekarang. Itulah alasan mereka mudah tersentuh hatinya, gampang sedih, gampang merasa, bisa negative thought atau positive thought. Jika yang nampak adalah negative thought, biasanya karena mereka merasa NOT ENOUGH. Bahwa mereka tidak cukup baik. Bahwa mereka bersalah, bahwa orang lain tidak suka mereka dan lain sebagainya. Pokoknya segala pikiran buruk. Tidak hanya ke diri mereka tapi juga ke orang lain.
Mungkin buat kita yang nggak baperan, kita bakal bilang: apaan sih gitu aja dipikirin, duh ribet banget jadi orang, berdoa kek, beriman kek, jadi orang pesimis banget, semangat dong bla bla bla. Kita bisa dengan mudah mengatakan hal itu. Satu hal yang perlu kalian tahu: MEREKA TAHU hal-hal baik yang kalian katakan, bahwa mereka harus kuat, harus bisa melalui semua ini, TAPI... MEREKA TIDAK BISA. Mungkin kalau yang bapernya nggak parah masih bisa, tapi ini saya berbicara dari sisi yang sangat parah, bisa dibilang depresi, atau mendekati ke sana, atau gampangnya... kamu bilang hal semacam itu ke orang yang lagi sedih (apapun alasannya), tidak mudah buat dia. Setiap orang butuh waktu untuk berduka, untuk merasakan perasaannya. Jika mereka bisa mengatasinya, mereka tidak akan depresi, mereka tidak akan baper. Mereka tahu, tapi mereka tidak bisa.
Dan ketika mereka dipaksa harus kuat, itu justru membuat mereka semakin terpuruk, karena mereka tidak bisa. Ketika kalian bilang: "Banyak lho orang susah, yang susah nggak cuma kalian doang, masalah kalian apaan sih... ah kecil." Hal-hal semacam itu membuat mereka semakin jatuh. Kita nyatanya justru membandingkan dia dengan orang lain, yang tentu saja, setiap orang memiliki batas kekuatan yang berbeda dan berkata seperti itu sudah salah.
Apa yang sebaiknya kita lakukan? Cobalah menempatkan diri sebagai dia. Walaupun tidak bisa, setidaknya jangan menghakimi jangan memaksa dia harus kuat. Kamu bisa pegang tangannya dan bilang: "Berat ya, pasti susah ya melalui itu semua..." Jadilah teman yang berada di pihaknya. Kamu memang tidak merasakan, tapi bertindaklah sebagai orang yang mau melalui itu semua bersamanya. “Aku di sini kok, kalau ada apa-apa kamu bilang ya, aku boleh nggak berdoa buat kamu? Nggak papa kok kalau mau nangis. Kalau butuh cerita, bilang aja.”
Pasti dia nangis. Tidak serta merta dia langsung kuat. Mungkin dia bakal begitu lagi tapi dia tahu harus bicara sama siapa. Dia tahu ada teman yang nggak akan menghakimi dia. Buat dunianya jadi lebih indah. Itu pasti proses yang panjang tapi lama-lama dia akan bisa bersyukur, dunia itu indah ya, ada ya yang peduli. It’s okay ya to be myself? Buat dia merasakan itu. Bukan kita feel pity for them, bukan itu poinnya, tetapi belajarlah memahami orang lain, walaupun situasimu mungkin lebih berat. It’s okay, setiap orang memiliki batas kekuatan yang berbeda. Kalau kita bisa jadi berkat buat orang lain kenapa enggak? Kenapa kita selalu mempermasalahkan orang yang sensitif hatinya, sementara di satu sisi banyak juga lho orang-orang yang ngakunya punya perasaan tapi bertingkah seperti manusia yang tidak punya perasaan.
Ini hanya sedikit yang bisa saya sampaikan. Lebih jauh tentu banyak kasus. Misalnya, dia berbuat salah kok masa harus dibela. Ya tentu saja harus ditegur tetapi tetap, pahami dia lebih dulu baru dari situ kamu bisa ngomong apapun. Intinya ya jadi teman yang ada di pihaknya. Bisa jadi mereka memiliki masa lalu yang banyak luka dan tidak dicintai. Jadi, sudah siap ya bertemu dengan the others yang seperti ini?
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: