Selama yang kamu lakukan itu benar, kenapa harus takut?
Saya sering sekali mendengarkan perkataan teman saya yang menyatakan bahwa “Kalau mau keliatan 'laki', ngerokok dong!”
Pernyataan itu memang ditujukan ke saya dengan maksud meledek. Karena di antara teman-teman saya yang laki-laki, hanya saya seorang yang tidak merokok. Mereka pun berkali-kali membujuk saya agar mencoba merokok dan menunjukan berbagai merk rokok yang mereka punya.
Pernah diledek tidak jantan dan (maaf kata) banci karena tidak ikutan merokok? Ya, jelas pernah.
Tapi saya tidak terbawa perasaan atau bahasa gaulnya Baper, dan hanya menganggap ledekan itu sebagai sebuah candaan.
Saya dari awal memang tetap bertekad dan konsisten untuk tidak merokok. Selain menganggu kesehatan dan juga membuang-buang uang, alasan saya tidak merokok adalah pengalaman trauma yang dialami oleh bapak saya karena mengalami pendarahan paru-paru akibat sering merokok. Bapak saya memang perokok berat. Dan sejak saat itu saya memutuskan untuk tidak merokok.
Selama yang kamu lakukan itu benar, kenapa harus takut?
Itulah prinsip saya. Kenapa harus takut tidak dianggap jantan dengan tidak merokok jika komitmen saya itu benar? Kenapa harus takut tidak mendapat kawan jika saya tidak ikut merokok dengan teman-teman? Walaupun pada kenyataannya, mereka tetap berkawan dengan saya.
Ternyata konsistensi dan komitmen juga terlihat pada tokoh-tokoh Alkitab seperti Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Mereka berempat adalah orang-orang Israel yang hebat. Pengalaman hidup yang paling luar biasa adalah ketika mereka berada di dalam gua singa dan dapur api, tapi tidak mengalami celaka sedikit pun.
Tanpa ragu, Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego menolak perintah raja untuk menyembah berhala dan makan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala, yang biasa dimakan oleh golongan bangsawan. Dengan berani, mereka tetap mengatakan bahwa mereka akan tetap beribadah dan menyembah kepada Allah yang hidup.
Sekalipun mereka masih muda, ada dua prinsip hidup Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, yaitu:
1. Menyenangkan hati Tuhan dan bukan manusia
Mereka berempat berani menolak menyantap hidangan dan minuman untuk raja (Dan.1:8). Ada 2 alasan mereka dalam hal ini:
Pertama, makanan yang diberikan tidak memenuhi persyaratan makanan menurut hukum Musa, di mana kemungkinan besar makanan itu mengandung daging dari hewan yang dilarang untuk dimakan (haram).
Kedua, anggur dan daging mungkin telah dipersembahkan untuk berhala seperti adat di Babel (Keluaran 34:15).
Kita harus ingat konteksnya, Daniel hidup dalam zaman Perjanjian Lama di mana kedua hal diatas diangggap sebagai dosa!
2. Tidak mau menghalalkan segala cara
Sekalipun Daniel suka diangkat sebagai petinggi istana, tapi ia tidak mau menghalalkan segala cara untuk memperoleh kedudukan tinggi. Ia tidak mau mengorbankan iman dan kesucian hidupnya hanya untuk sebuah jabatan!
Konsisten dengan pilihan dan keputusan yang kita jalani, terimalah apapun resikonya, dan jalankan sebaik-baiknya.
Itulah sesungguhnya yang harus kita lakukan sebagai pengikut Kristus, yaitu terus melakukan apa yang benar dan berkomitmen pada setiap keputusan kita di hadapan Tuhan, sekalipun kita dianggap aneh dan berbeda dari dunia.
Tetapi untuk melakukan itu semua, kita juga perlu keberanian yang kuat untuk bisa melakukannya dengan penuh keyakinan.
Kita butuh keberanian untuk hidup di tengah dunia yang jahat ini. Tanpa keberanian, domba tidak akan mampu bertahan hidup di tengah kawanan serigala.
Kiranya Tuhan menolong dan memampukan kita untuk melakukan kehendak-Nya. Tuhan memberkati kita semua.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: