Orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan, tetapi orang yang bijak memperhatikan langkahnya. Amsal 14:15
Beberapa waktu yang lalu, salah satu warganet alias netizen mengirim cuitan di media sosial Twitter dan menjadi viral. Pasalnya, warganet tersebut ‘curhat’ tentang produk es krim tahun ’90 an yang pernah melegenda di masanya. Sayang, dia tidak mampu membeli karena harganya yang ora umum (tidak biasanya). Akan tetapi, produk es krim ‘sultan’ itu sudah tidak ada lagi di pasaran. Padahal warganet tersebut mengaku dia sudah punya penghasilan dan sanggup membelinya. Cuitan ini kemudian jadi viral dan di-retweet sebanyak 44 ribu kali.
Tidak hanya itu. Cuitan tersebut ditujukan kepada brand pembuat es krim tersebut. Karena banyak yang meminta untuk memproduksinya lagi, maka brand tersebut akhirnya memproduksi kembali es krim itu. Kini, es krim tersebut sudah hadir di pasaran. Jika dibandingkan dengan UMR DKI Jakarta saat ini, harga es krim tersebut satu per sekian persen. Berbeda dengan tahun ’90an, di mana harga yang Rp 20.000 (lebih murah dari harga saat ini, bukan?) justru menghabiskan 20 persen dari UMR DKI Jakarta kala itu.
Photo by Oleg Magni on Unsplash Dari contoh di atas, kita menyadari bahwa dunia kita sekarang sudah banyak berubah, khususnya bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Zaman dulu dibutuhkan berlembar-lembar kertas untuk membuat poster berisi kritik, saran, protes, dll. Zaman sekarang hanya dengan tulisan di media sosial, kita bisa mempengaruhi opini publik; dengan sentuhan jari di layar ponsel, kita bisa mendorong inovasi dan produksi brand tertentu. Sungguh mengherankan.
Dalam Sosiologi, perubahan teknologi bisa menjadikan perubahan lainnya karena adanya pengaruh dari perubahan teknologi tersebut. Haryatmoko (2019:6) mengemukakan bahwa teknologi telah membuat kita masuk pada era post-truth. Emosi dapat mengalahkan rasionalitas saat menanggapi suatu kasus. Karena itu, kita sekarang berhadapan dengan arus zaman yang semakin bergejolak. Tentunya sebagai orang Kristen, kita dituntut untuk selalu siap melawan arus dunia yang semakin tidak karuan. Jika kita tidak siap menghadapi tantangan zaman, kita akan terbawa arus zaman itu. Bagaimana cara menghadapinya?
Perlu kita ingat, kita adalah orang-orang pilihan Allah yang telah ditebus oleh Kristus. Maka selayaknyalah kita menghasilkan pekerjaan yang baik seturut firmanNya. Rasul Paulus menasehatkan kepada jemaat di Efesus untuk melakukan pekerjaan baik dan hidup di dalam Allah (Efesus 2:10). Lalu pekerjaan apa yang perlu kita lakukan, apalagi dalam konteks kehidupan kita di zaman digital ini?
Photo by Nik Shuliahin on Unsplash
Kembali ke contoh di atas. Segala hal bisa dimunculkan di media sosial, entah benar atau salah, asli atau palsu, baik atau buruk, menyenangkan atau menyedihkan. Filter yang membatasi pun tetap bisa kecolongan. Karena itu, hendaklah kita memfilternya dengan kebijaksanaan.
“Orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan, tetapi orang yang bijak memperhatikan langkahnya.” (Amsal 14:15)
Perhatikanlah ayat di atas. Salomo menyebut orang yang bijak selalu memperhatikan apa yang dilaluinya. Ketika kita memperhatikan postingan warganet di medsos kita masing-masing, maka kita seperti berjalan di tempat yang asing bagi kita. Tentunya kita tidak tahu apakah yang kita lihat/baca itu benar atau salah, asli atau palsu, dsb.
Kalau kita pergi melalui tempat yang asing, pasti kita akan segera mencari petunjuk supaya kita tidak tersesat bukan?
Begitupula dengan tindakan kita sewaktu menjelajah medsos. Sebagai orang percaya, kita harus mohon hikmat dari Roh Kudus, supaya kita tidak salah langkah dalam menanggapi dan mengambil keputusan. Seseorang yang bijak selalu check and re-check kebenaran yang dia saksikan, sehingga tidak tergesa-gesa dalam menilai. Orang bijak juga tidak mengikuti orang yang berkata negatif. Perkataannya selalu menjadi berkat bagi sesama. Tetapi, jangan menganggap diri sendiri lebih bijak dari semua orang. Tetaplah takut akan Tuhan dan jauhilah kejahatan (lih. Amsal 3:7).
Tak lupa juga kita masih hidup di dunia bersama dengan milyaran orang lainnya. Memang kita tidak boleh serupa dengan dunia (Roma 12:2). Tetapi kita perlu untuk tetap hidup berdampingan dengan sesama, berlaku bijak, dan memberitakan Injil (Markus 16:15; Titus 2:11-15) . Setelah kita menilai semua yang ada di medsos, ambil langkah berikutnya dengan aktif berperan serta. Tidak hanya aktif memfilter, tetapi aktif juga untuk mengambil bagian. Contohnya dengan membantu mempromosikan kegiatan usaha, menyebarkan hal-hal positif, mengirim berita yang benar dan bermanfaat, tidak ikut membully orang lain, dan lain sebagainya.
Jadilah warganet yang tidak ikut arus dunia yang tidak benar, jadilah warganet yang menjadi duta Kerajaan Allah di media sosial kita masing-masing. Tuhan Yesus memberkati.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: