Bukan suatu kebetulan Paskah tahun ini berdekatan dengan Hari Bumi, seolah-olah Tuhan ingin menyadarkan kita betapa pentingnya untuk kita memelihara bumi kita sebagai wujud syukur atas pemulihan relasi kita dengan-Nya.
Tahukah Ignite People bahwa kita baru saja memperingati Hari Bumi? Sadarkah teman-teman bahwa bumi kita saat ini sedang tidak dalam kondisi yang baik-baik saja bahkan semakin memburuk? Lalu, apakah kita sudah melakukan sesuatu untuk menyelamatkan rumah kita?
Hari ini tepat tanggal 22 April, aku berkesempatan untuk memperingati Hari Bumi (Earth Day) di tempat kerjaku. Berhubung aku bekerja dan melayani di bidang pendidikan, aku perlu mempersiapkan banyak hal yang dapat membantu anak-anak didikku dalam memperingati hari penting tersebut. Mengapa aku katakan hari penting? Tentu saja karena kita semua adalah penghuni bumi ini. Sebagai makhluk mulia yang diciptakan Allah seturut gambar dan rupa-Nya, kita diberikan mandat untuk menjaga dan memelihara tempat tinggal kita (Kejadian 1:28-30). Kira-kira itulah sedikit bagian yang kusampaikan kepada mereka.
Ada yang menarik dari tema yang diusung oleh Earth Day Network untuk peringatan Hari Bumi tahun ini, yaitu Restore Our Earth. Dari tema ini, kita diajak untuk kembali mengingat tugas dan tanggung jawab kita untuk memelihara bumi ciptaanNya, seperti tertulis dalam Mazmur 115:16,
“Langit itu langit kepunyaan TUHAN, dan bumi itu telah diberikan-Nya kepada anak-anak manusia.”
Dalam tulisan kali ini, aku mau mengajak kita semua untuk melihat apa yang sedang terjadi saat ini dengan bumi dan alam kita. Apakah benar kondisi bumi semakin memburuk? Apakah relasi kita dengan bumi sudah renggang sehingga perlu ada pemulihan?
Saat ini, pandemi COVID-19 masih terus berlangsung. Kita semua mengakui bahwa kita pun sudah lelah menahan diri untuk tidak keluar rumah, lelah menatap layar laptop/gadget untuk belajar maupun bekerja, dan lelah menahan rindu bertemu teman dan kerabat hanya untuk bertukar cerita secara langsung. Tanpa adanya prediksi yang tepat kapan pandemi ini berakhir, kita mungkin berpikir bahwa keadaan bumi membaik. Alasannya karena berkurangnya jumlah kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya telah mengurangi produksi asap yang dapat menyesakkan tubuh. Selain itu, pohon-pohon terlihat lebih hijau sehingga kita bisa menghirup udara yang lebih segar. Akan tetapi, apakah benar bumi sudah membaik?
Mari kita lihat dari sisi lain. Terlalu sering kita menghabiskan waktu di rumah sebenarnya membuat kita terjangkit penyakit malas. Sadar atau tidak, kita lebih memilih untuk membeli makanan yang sudah jadi dengan memanfaatkan layanan pengantar makanan ketimbang memasak dan menyiapkan makanan sendiri. Dengan kata lain, memesannya secara online. Hal ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Mondelez International yang bertajuk The State of Snacking In 2020 pada Oktober 2020. Penelitian tersebut juga melibatkan Indonesia sebagai salah satu dari 12 negara yang menjadi responden. Dikatakan bahwa 66 persen responden menjadikan berbelanja camilan secara online sebagai sebuah rutinitas, sedangkan 77 persen adalah mereka yang melakukan work from home (WFH). Wah, peningkatan yang cukup signifikan, ya?
Terlepas dari makanan berat ataupun camilan dan seberapa sering melakukannya, kita telah memberikan dampak buruk dengan melakukan kebiasaan tersebut. Misalnya ketika kita membeli makanan/minuman secara daring, sang pegawai restoran otomatis membungkus makanan kita dengan plastik atau styrofoam yang kemudian diberikan kepada driver yang akan mengantarkannya kepada kita. Ditambah lagi, minuman yang kita pesan pastinya juga dibungkus dalam botol/gelas plastik sekali pakai beserta sedotannya. Setelah makanan maupun minuman tersebut sampai di tangan kita, tidak perlu waktu lama untuk kita membuangnya ke tempat sampah. Dampak buruk yang dimaksud adalah meningkatnya penggunaan plastik sekali pakai yang kemudian dibuang begitu saja.
Aku yakin kita semua tahu bahwa plastik adalah salah satu materi yang sangat sulit menguraikan dirinya. Berdasarkan informasi dari situs World Wildlife Fund (WWF), kantong plastik membutuhkan waktu untuk mengurai sebelum menjadi kompos setidaknya 20 tahun, sedotan plastik 200 tahun, bahkan botol plastik 450 tahun. Bayangkan saja, jika di satu kota ada 100 orang yang memesan makanan secara daring dalam 1 hari, berapa banyak kantong plastik atau bahan plastik lainnya yang digunakan, dibuang, dan akhirnya menumpuk di tempat pembuangan akhir? Lalu, bagaimana jika itu terjadi di setiap kota besar di Indonesia setiap hari?
Well, mungkin kita belum benar-benar merasakan dampak buruk dari kebiasaan atau gaya hidup kita saat ini, tetapi aku yakin dampaknya akan dirasakan oleh anak cucu kita di masa depan. Kebanyakan dari kita suka "lupa" atau bahkan sengaja mengabaikan keberadaan penghuni bumi lainnya, seperti ikan-ikan di laut yang lautnya telah tercemar oleh berbagai jenis sampah dan juga hewan-hewan liar yang kehilangan habitatnya. Lebih dari satu juta burung laut dan 100.000 hewan laut mati karena polusi plastik setiap tahun. Sebuah fakta yang cukup miris, bukan? Lantas, apakah yang dapat kita lakukan sebagai orang Kristen? Seberapa pentingkah kita memulihkan relasi kita dengan bumi?
Aku tidak mengatakan untuk kita berhenti melakukan pembelian makanan/minuman secara daring. Hal yang ingin kukatakan adalah kita perlu me-manage diri kita untuk tidak melulu melakukan pemesanan makanan/minuman secara daring. Tujuannya supaya kita pun tidak jatuh dalam kecanduan yang nantinya akan berdampak lebih buruk lagi pada lingkungan dan bumi kita. Dengan mengurangi frekuensi membeli makanan secara daring dan mulai memasak atau menyiapkan makanan sendiri di rumah, maka kita sebenarnya telah berkontribusi untuk memperbaiki kondisi bumi ini. Hal lain yang dapat kita lakukan, yaitu saat kita berkesempatan keluar rumah untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, kita bisa membawa tas belanja dari rumah alih-alih menggunakan kantong plastik dari toko atau supermarket.
Melalui peringatan Earth Day di tempat kerjaku itu, aku diingatkan kembali untuk memulihkan relasi kita dengan bumi seperti Allah yang telah memulihkan relasi kita dengan-Nya. Beberapa minggu yang lalu, kita merayakan Paskah atau kebangkitan Yesus. Apakah Paskah tersebut hanya sekadar rutinitas tahunan belaka? Ignite People juga pasti paham betul kisah dan makna Paskah. Menurutku, bukan suatu kebetulan Paskah tahun ini berdekatan dengan Hari Bumi, seolah-olah Tuhan ingin menyadarkan kita betapa pentingnya untuk kita memelihara bumi kita sebagai wujud syukur atas pemulihan relasi kita dengan-Nya. Bagaimana tidak? Allah, dengan segala kemuliaan-Nya, mau meninggalkan tempat maha kudus-Nya untuk datang ke dunia yang kotor dan penuh cela ini demi menghapus dosa umat manusia. Tindakan kasih-Nya ini bukan hanya untuk umat manusia yang hidup di zaman saat Yesus hidup di bumi, melainkan untuk seluruh umat manusia dari masa lalu, masa kini, bahkan masa depan.
Aku tidak henti-hentinya dibuat terkagum dengan karya-Nya yang begitu agung. Benar bahwa tiada kasih yang lebih besar yang dapat membandingkan kasihNya kepada kita. Petrus, salah satu murid terkasih Yesus bekata,
“Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kisah Para Rasul 4:12)
Lewat pengorbanan Kristus, kita mendapatkan hidup yang baru dan hubungan kita dengan Allah telah dipulihkan. Bumi dan segala isinya telah Ia percayakan kepada kita untuk kita kelola bukan hanya sekadar untuk dinikmati semata. Semoga teman-teman juga dapat mengambil langkah sederhana untuk memulihkan relasi kita dengan bumi “rumah” kita. Selamat Hari Bumi!
Sumber
https://www.wwf.org.au/news/blogs/the-lifecycle-of-plastics#gs.zbe7n4
https://www.condorferries.co.uk/plastic-in-the-ocean-statistics
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: