Ada kekhawatiran akankah Tuhan mencukupkan? Sampai seberapa banyak tabungan yang tersisa setelah semua usai? Setelah sepi pelanggan, setelah di-PHK, setelah potong gaji berbulan-bulan.
Beberapa minggu belakangan ini, kita semua tentu sama-sama mengalami masa yang cukup berat. Tidak hanya Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Karena pandemi Covid-19 ini, semua orang mulai dianjurkan untuk banyak berdiam di rumah. Tidak ada lagi aktivitas kumpul-kumpul dan nongkrong bareng di luar. Tidak ada ibadah bersama di gereja, tidak ada kuliah di kampus secara langsung, para pekerja kantoran banyak yang bekerja dari rumah. Hal tersebut, mau tidak mau, pastinya mulai mempengaruhi cara kita berpikir dan berperilaku belakangan ini.
Semua orang tentunya berada di titik jenuh selama harus di rumah. Beberapa lainnya, harus berjuang di luar sana, untuk para tenaga medis, pegawai bank dan beberapa jenis profesi lainnya. Orang-orang yang introvert dan mengaku homebodies saja bisa merasa jenuh juga pada akhirnya, apalagi mereka yang jiwanya extrovert. Sudah kebayang gimana rasanya, untuk berjuang agar terus bisa waras.
Bagi orang introvert atau orang-orang yang memang bekerja di rumah (seperti freelancer), awalnya mereka terkesan tidak kesulitan untuk mengisi waktu. Tapi lama-kelamaan semua kegiatan sudah habis dilakukan: mulai dari belajar memasak, belajar main gitar, belajar melukis, membaca buku, belajar menjahit, menyiram tanaman, main puzzle, main TikTok, nonton drama Korea, belanja online, mengasuh keponakan, main game (yang awalnya ga suka game) sampe menguras bak mandi semua udah dilakuin. Karena pada akhirnya, mau introvert atau extrovert semua terbentur pada: butuh udara segar, butuh jalan-jalan, walau cuma nonton bioskop atau makan di luar, nongkrong walau cuma sebentar (ini menurut kesaksian seorang introvert). Bahwa ternyata tidak ada orang yang bisa sanggup hidup terus-menerus tanpa pernah keluar rumah.
Kita jadi banyak berpikir. Kita mulai merindukan hal-hal yang biasa we take for granted. Yaitu suka dukanya kuliah di dalam ruang kelas, kangen jabat tangan dan peluk teman-teman, kangen nonton bioskop yang biasanya keluar masuk sana hampir tiap minggu tiap ada film yang keluar selalu update – dan seenaknya nyinyir-nyinyir kalau nggak suka, ada yang kangen pulang kampung terus peluk papi maminya, ada juga yang kangen makan rame-rame bisa foto bareng.
Di waktu ini, kita jadi lebih banyak introspeksi diri dan minta ampun sama Tuhan. Kalau selama ini kita suka take something for granted, kita bisa ambil komitmen setelah ini bakal mau hidup lebih bersyukur lagi.
Selain hal-hal di atas, kita juga tahu – banyak orang di luar sana atau mungkin ada di antara teman-teman juga yang bergumul dengan masalah finansial sebagai dampaknya. Nyatanya, stay at home tidak selalu berarti bisa hanya makan, tidur dan menikmati quality time bersama keluarga. Tidak semua merasakan itu. Banyak orang-orang yang merasakan dan bergumul mau makan apa, harus bayar kontrakan bagaimana, uang yang nggak cukup jika hanya di rumah saja. Istilahnya, di luar bertaruh nyawa, di rumah mati kelaparan. Sama saja.
Teman-teman, entah kamu terpengaruh atau tidak dengan situasi saat ini, ijinkan saya bertanya. Apa yang menjadi disrupsi dalam hidupmu selama ini? Adakah hal-hal yang membuatmu begitu mudah teralihkan fokus dari Tuhan? Tahun 2020 ini, saya tahu banyak dari kita yang mengawalinya dengan berat (selain adanya Corona). Mungkin dari kita memasuki 2020 dengan patah hati, dengan kekhawatiran akan hari depan dan sebagainya.
Apa pun kekhawatiranmu, datang dan serahkan pada Tuhan. Ingatlah bahwa Dia sanggup dan mampu untuk menolong. Dulu Tuhan pernah menolong kita, sekarang pun Dia akan melakukannya lagi. It’s okay jika kita merasa marah atau kecewa pada Tuhan. It’s okay untuk mengungkapkan apa yang kita rasa. Namun memilih untuk tetap mempercayai Tuhan adalah harga mati.
Mungkin kita melalui badai tapi tidak akan ditenggelamkan. Melalui api tapi tidak akan hangus terbakar. Selama pandemi ini – atau bahkan setelah pandemi mungkin tidak serta-merta semua kembali baik. Ada puing-puing yang harus dibangun kembali. Ada kekhawatiran akankah Tuhan mencukupkan? Sampai seberapa banyak tabungan yang tersisa setelah semua usai? Setelah sepi pelanggan, setelah di-PHK, setelah potong gaji berbulan-bulan. Merasa Tuhan diam. Hanya satu yang bisa jadi pegangan kita: tetap percaya walau tidak melihat masa depan, tetap percaya walau tidak tahu apa yang akan terjadi, tetap percaya sekalipun tidak ada jalan.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: