COVID-19 = Hukuman Allah ?

Going Deeper, God's Words, 09 April 2020
Jika kita mau memandang Covid-19 sebagai bentuk hukuman Allah atas dosa ekologis, hal itu akan sangat bertabrakan dengan konsep kekristenan itu sendiri.

Merebaknya wabah Covid-19 membuat adanya banyak sekali pandangan teologis yang beraneka ragam, baik dari kalangan pemuka agama maupun umat. Tak jarang, sebuah bencana selalu dikait-kaitkan dengan konsep "hukuman Allah".

Hal ini tentu saja ada dasarnya, karena beberapa peristiwa yang tercatat di Alkitab Perjanjian Lama juga menggambarkan beberapa peristiwa alam sebagai, "Murka Allah atas dosa manusia". Banjir besar / air bah, peristiwa Sodom dan Gomora, 10 Tulah di Mesir, dll. Kisah - kisah yang akrab dengan kita sejak Sekolah Minggu.

10 Tulah Mesir (https://qph.fs.quoracdn.net/main-qimg-faf97373bf9478b4564d70ed4a820c9d)

Berkaca dari teks - teks Alkitab ini, tak heran sebagian dari orang Kristen menganggap bahwa suatu fenomena alam adalah hukuman Allah. 

Tapi kan bener, tuh lihat udara lebih seger, langit lebih biru, air lebih jernih, lapisan ozon mulai tertutup... 

Eits, sebentar, jangan terburu - buru lari ke kesimpulan.

Pertanyaannya adalah mengapa dihukum

Jika benar karena dosa ekologis, seharusnya yang kena hukuman adalah mereka yang memang terbukti dengan sengaja merusak lingkungan untuk keuntungan pribadi. Karena konsep penghukuman Allah selalu spesifik.

Sementara di Indonesia ini ada 260 juta lebih jiwa, dan setiap orang hidup dalam situasi yang beraneka-ragam, kondisi ekonomi, sosial, budaya setiap orang sangat variatif di setiap daerah, dan hampir semua daerah terkena wabah ini. Termasuk mereka yang hidup jauh dari keramaian kota.

Lalu menghukum "manusia", manusia yang mana ?

Kadang kita terlalu menggeneralisir bahwa jika Allah menghukum manusia, pasti hukumannya bersifat membabi-buta, menyerang siapapun tanpa pandang bulu. Termasuk COVID-19 yang juga menyerang siapapun tanpa "pandang bulu".

Padahal di Alkitab, konsepnya tidak begitu.

Konsep hukuman Allah di Alkitab Perjanjian Lama, selalu merujuk pada dosa tertentu dan sangat spesifik. Ambil contoh kisah 10 tulah di Mesir.

Ketika Allah menghukum Firaun, Ia tidak sedang melancarkan serangan membabi - buta. Ada isu serius di sana : perbudakan. Allah sangat jelas tidak mengabaikan aspek keadilan saat memberikan "hukuman". Allah jelas tentang siapa yang mau diselamatkan dan siapa yang mau dihukum. Ada pemisahan yang sangat jelas di situ.

Kisah Allah melihat pertobatan manusia dan tidak jadi menghukum juga ada, contohnya di kitab Yunus. Allah melihat pertobatan orang Niniwe yang sungguh - sungguh, lalu Ia tidak jadi menjatuhkan hukuman.

Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah  Allah karena malapetaka   yang telah dirancangkan-Nya  terhadap mereka, dan Iapun tidak jadi melakukannya  - Yunus 3 : 10 (TB)

Ilustrasi Pertobatan Niniwe di Yunus 3. (https://en.light-of-truth.org/wp-content/uploads/2016/07/Ninevites-Repentance.jpg )

Pandangan Allah yang "ngamukan" , maha pemarah membabi-buta, adalah pandangan yang sangat keliru. Jika Firman Tuhan mengajarkan kepada kita untuk "mengendalikan diri", masakan Allah sendiri tidak mampu mengendalikan diri saat Ia marah ?

Bagi kita yang menganggap ini penghukuman, lalu bagaimana dengan mereka yang hidup terpuruk dan kesulitan ? Lalu dengan mereka yang kehilangan anggota keluarganya ?

Memandang sebuah wabah sebagai "hukuman" hanya akan membuat kita bersikap kurang simpatik pada mereka yang terdampak, karena ada orang - orang yang pastinya kita pandang "sudah selayaknya" menerima hukuman.

Ada banyak orang terjangkit, bahkan meninggal dunia pada wabah ini. Mengatakan ini hukuman Allah tidaklah adil bagi mereka yang terdampak, atas dasar apa mereka harus ikutan dihukum? Klaim teologis seperti ini justru memberikan pertanyaan lanjutan tentang keadilan Allah.

Jika Allah ingin menjatuhi hukuman pada perusak lingkungan, kenapa harus orang yang tidak melakukan ikut dihukum?

Sementara logika dasarnya, seorang menerima hukuman itu harus paham betul bahwa ia bersalah. Allah ketika menjatuhi hukuman di PL, setiap orang yang dihukum tahu persis kesalahan mereka. Pintu pertobatan pun masih dibuka sebelum Allah betul - betul menjatuhi hukuman.

Mereka yang meninggal tidak semuanya pelaku perusakan lingkungan, malah, beberapa dari mereka adalah Hamba Tuhan.

Lalu, jika kita konsisten dengan pandangan bahwa ini adalah "hukuman", maka logika yang berlaku, berarti para petugas medis yang berjuang mati - matian, juga sedang "melawan" Allah? (karena jika diperlakukan sebagai hukuman, kita tidak boleh melawan).

Ilustrasi tenaga medis (https://www.liputan6.com/news/read/4219670/rs-rujukan-corona-covid-19-di-karawang-kekurangan-tenaga-medis )

Lagipula, jika kita mengaku orang Kristen, konsep wabah sebagai penghukuman malah bertabrakan dengan konsep keselamatan. 

Kita meyakini bahwa saat kita mati, kita "berpulang", dipersatukan dalam persekutuan dengan Allah di sorga yang kekal. Tentu saja berangkat dari pemikiran ini, mereka yang "dipanggil pulang" bukanlah sedang kena hukuman, melainkan ekspresi penuh kasih sayang dari Allah yang Maha Kasih.

Tak mungkin hukuman Allah justru bertabrakan dengan konsep keselamatan.

Lalu, bagaimana seharusnya kita memandang wabah COVID-19 dalam bingkai rencana Allah ?

Fenomena alam. Bagian dari siklus alam, tak ubahnya "bencana" alam. Alam yang sedang mencari keseimbangan baru.

Secara alamiah, virus adalah makhluk hidup, tergolong sebagai mikroorganisme. Selama bertahun - tahun manusia, hewan, tumbuhan, hidup berdampingan dengan mikroorganisme, di dalamnya ada bakteri dan virus yang tak kelihatan mata saking kecilnya.

Ilustrasi Mikroorganisme (https://tecnico.ulisboa.pt/en/events/imd-2018-international-microorganism-day/ )

Virus, sesuai kodrat makhluk hidup, punya cara untuk bertahan hidup. Virus bertahan hidup dengan mutasi. COVID-19, barangkali adalah sejenis mutasi virus yang kebetulan saja cukup cepat menyebar. Bertahun - tahun manusia hidup, wabah menjadi suatu fenomena yang tak lepas dari kehidupan.

Walau COVID-19 ini nanti berlalu, tak menutup kemungkinan ia bermutasi menjadi jenis virus yang lain, yang kita juga tidak tahu seberapa ganas dan kapan ia bermutasi. Siap tidak siap, setiap kita memang harus "berdoa dan berjaga - jaga".

Melihat fenomena ini dalam bingkai rencana Allah, saya hanya teringat pada kitab Pengkhotbah 3 :

Untuk segala sesuatu ada masanya,  untuk apapun di bawah langit ada waktunya - Pkh 3 : 1 (TB)

Mungkinkah penulis kitab Pengkhotbah saat itu juga mengamat-amati fenomena alam, bahwa "ada masa" untuk segala sesuatu, termasuk segala peristiwa alam di bumi ?

Kita percaya Allah mencipta segala sesuatu, termasuk cara kerja alam ini juga semua ditetapkanNya dari semula, dan semua dalam kendaliNya. 

Kalaupun ini cara Allah memulihkan keseimbangan alam, maka kita semakin dekat dengan visi "langit dan bumi yang baru"

Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi.

 - Wahyu 21 : 1 (TB)

Jika saat ini kita kesulitan dan ritme hidup kita "melambat", itu semua bukan karena kita sedang dihukum. 

Kita sedang diajar untuk menikmati ritme hidup yang "melambat" itu, tidak tergesa - gesa seperti biasanya, dan beradaptasi dengan cara - cara baru. Yakinlah setelah wabah ini berlalu, banyak dari cara hidup kita yang akan berubah.

Toh nyatanya, tak sedikit pula dari kita yang menikmati momen isolasi ini untuk mengembangkan diri dengan pengalaman - pengalaman baru.

Tak lupa, teriring doa bagi mereka yang kehilangan sanak saudara di tengah wabah ini. Mereka yang sudah dipanggil pulang, tak lagi menderita, sudah berjumpa langsung dengan Bapa di Sorga dan menikmati persekutuan kekal denganNya.

LATEST POST

 

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Kalimat pada judul yang merupakan bahasa latin tersebut berasal dari slogan sebuah klub sepak bola t...
by Jonathan Joel Krisnawan | 27 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER