Lantas, apakah Yesus ingin dari sekadar takjub melihat perubahan wujudnya? Bagaimana jika Yesus berharap yang "lebih" dari sekadar ekspresi "WoW" Petrus?
Dalam kalendar gerejawi, pada Minggu, 23 Februari 2020, sebagian besar umat #10 (baca: Kresten) menghayati Minggu Transfigurasi, sebelum masa Prapaskah yang dimulai dengan Rabu Abu. Istilah ini agak asing, mungkin kita sering mendengar "TransJakarta", "TransTV" atau "trans" lainnya. Secara etimologi (cieee...), “transfigurasi”berasal dari bahasa Latin “trānsfigūrātiō” yang terdiri dari dua kata, yaitu “trāns” yang berarti perubahan dan “figūrā” yang berarti karakter atau wujud. Jika kita terjemahkan secara lengkap, maka kita memahami makna transfigurasi sebagai perubahan karakter atau perubahan wujud.
Mendengar kata “perubahan wujud” diriku teringat akan beberapa produk budaya populer. Generasi milenial tentu akrab dengan novel ‘Animorphs’ karya K.A. Applegate, dengan tokoh-tokoh dalam cerita tersebut dapat berubah menjadi hewan yang dia inginkan. Atau generasi Z, penggemar Harry Potter, mungkin juga ingat sebuah mantra “Vera Verto” yang dapat mengubah wujud benda maupun makhluk hidup.
Harry Potter Transfiguration Scene
Wow, membaca dan menonton karya imajinatif tentang perubahan wujud, apalagi ketika film ini rilis di usia yang masih belasan tahun, tentu membuatku terkesima. Begitu pula jika kita membayangkan peristiwa trasfigurasi Yesus yang tertulis dalam Alkitab, yang dipercaya sebagai hal nyata, tentu kita akan takjub dibuatnya. Ketika Gereja merayakan hari-hari besar gerejawi, termasuk Minggu Transfigurasi, tentu terdapat suatu makna yang luar biasa dari pengenangan perubahan wujud Yesus Kristus.
Yesus, Si Fenomenal dan Supranatural!
Dalam bacaan Lukas 9:28-43a, berbagai hal yang supranatural – di luar nalar manusia – terjadi. Dimulai dari rupa wajah Yesus berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan; lalu tampak Musa dan Elia, nabi-nabi besar umat Israel, bercakap-cakap dengan Yesus; kemudian hadirnya awan – yang dimaknai sebagai tanda kehadiran Allah oleh umat Israel – menaungi wilayah gunung tersebut; dilanjutkan dengan suara dari langit "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia" yang didengar oleh ketiga murid-Nya; juga narasi Yesus yang mengusir roh dari seorang anak yang sakit.
Dari dua perikop bacaan ini saja, kita bisa melihat berbagai mujizat dalam diri Yesus. Jika kita melihat perikop sebelumnya, ketika Yesus memberi makan lima ribu orang hanya dengan lima roti dan dua ikan maupun mujizat penyembuhan dan membangkitkan orang mati, maka wajar banyak orang mengikut Yesus. Jika Yesus berada di Indonesia pada masa kini, sangat mungkin Ia akan fenomenal lebih dari Ponari, bocah asal Jombang dengan batu ajaib yang dapat menyembuhkan penyakit; atau mungkin Roy Kiyoshi yang dapat mengusir roh jahat.
Photos on Pixabay
Yap, manusia sangat tertarik dengan hal supranatural, baik dari jaman Yesus hidup hingga masa kini. Beberapa gereja menjalankan event-event khusus yang menonjolkan aspek ini, sehingga tentu menarik minat banyak umat Kristen yang ‘haus’ akan kuasa supranatural.
Tentu hal yang baik bila umat Kristen yang merasakan kuasa supranatural Alah menjadikan mereka makin memuliakan Allah. Namun akan menyedihkan jika fokus hidup umat Kristen hanya pada hal-hal yang supranatural dan mengabaikan kuasa Allah yang kita alami secara natural sehari-hari.
Dilema Supranatural dan Natural Bagi Allah
Kita menggolongkan apakah suatu hal bersifat supranatural maupun natural dipengaruhi oleh sudut pandang yang kita pakai. Jika sebelumnya kita melihat Lukas 9: 28-43a sebagai hal yang supranatural dengan sudut pandang manusia, maka pembacaan teks Alkitab yang menyeluruh akan memberikan pandangan bahwa hal-hal tersebut bukanlah sesuatu yang baru dalam kehidupan iman bangsa Israel dan tulisan Injil.
Peristiwa rupa wajah Yesus yang berubah sebelumnya juga pernah terjadi pada Musa (Keluaran 34:29-30) setelah ia bercakap-cakap dengan Allah. Kehadiran awan yang tiba-tiba menaungi sebuah tempat, merupakan hal yang kerap terjadi ketika bangsa Israel berjalan menuju tanah Kanaan. Suara dari langit yang didengar oleh Petrus, Yohanes dan Yakobus, pernah juga terjadi setelah Yesus dibaptis oleh Yohanes. Begitu pun pengusiran roh jahat yang sering dilakukan Yesus.
Mujizat supranatural juga bisa dilakukan oleh orang-orang biasa. Di Lukas 9:1-6, diceritakan bahwa Yesus memberi tenaga dan kuasa bagi para murid untuk menguasai setan dan menyembuhkan penyakit. Bahkan terdapat orang di luar 12 murid Yesus – yang tidak dianggap istimewa oleh penulis Injil karena tak disebutkan namanya – dapat mengusir setan (ay.49).
Photos by Mervyn Chan on Unsplash
Semua yang tampak supranatural dari sudut pandang manusia merupakan hal biasa jika dilihat dari sudut pandang ilahi, begitu pun sebaliknya. Fenomena natural seperti terang matahari, angin petang yang sejuk, laut tempat kita menikmati liburan, hingga angkasa tempat kita melayangkan pandangan, adalah hal yang luar biasa karena ada andil kuasa Allah di dalamnya. Allah dan kuasa-Nya tak dapat dibatasi oleh sudut pandang manusia akan natural dan supranatural.
Lalu apa maksud Allah dalam rangkaian peristiwa transfigurasi Yesus? Kita dapat melihat dari mujizat yang Yesus nyatakan, bahwa Ia bukanlah sosok yang suka ngartis, yang berharap semakin banyak fans. Ia juga tidak melakukannya untuk memamerkan kuasa Ilahi yang Ia miliki. Buktinya, dalam peristiwa transfigurasi maupun mujizat-Nya, Yesus pun sering meminta para murid untuk merahasiakannya. Tanpa mengambil sedikit kemuliaan lewat mujizat yang Ia lakukan, Yesus ingin setiap orang memuliakan Allah Bapa.
Transfigurasi Yesus dan Transfigurasi Diri Kita
Momen Transfigurasi Yesus maupun mujizat yang kita nikmati setiap hari merupakan kuasa Allah yang sempurna. Lantas, apakah Yesus ingin dari sekadar takjub melihat perubahan wujudnya? Bagaimana jika Yesus berharap yang "lebih" dari sekadar ekspresi "WoW" Petrus? Sangat mungkin Ia ingin kita juga turut berkolaborasi menyatakan mujizat kepada sesama kita?
Yesus telah mencontohkan mujizat-Nya dalam bentuk kasih yang memenuhi kebutuhan manusia; baik kebutuhan hidup sehari-hari, kesehatan dan juga kebutuhan spiritualitas. Semua yang Yesus lakukan dimulai dengan sikap tunduk akan kehendak Bapa, percaya kepada-Nya, dan memiliki kerinduan untuk memuliakan nama Allah dengan berbagi kasih kepada sesama.
Dengan meniru apa yang telah dicontohkan Yesus, kita bisa ikut menjadi sarana mujizat Allah. Tak harus mampu menyembuhkan orang sakit atau pun mengusir roh jahat. Dengan karunia dan kelebihan yang telah Allah berikan, kita bisa menjadi sarana mujizat. Lewat hati yang tulus untuk berbagi makanan kepada orang di pinggir jalan yang kelaparan maupun tindakan-tindakan kecil lain yang menjawab kebutuhan orang-orang di sekitar kita, kita telah memuliakan Allah dan berbagi sukacita Allah.
Photos by Kate Remmer on Unsplash
Transfigurasi telah terjadi dalam Yesus, Ia menjadi contoh mujizat nyata, bahkan hingga mati di kayu salib. Diri kita pun juga perlu mengalami transfigurasi, mengalami perubahan karakter yang nyata dalam hidup. Seperti pujian Transfiguration yang dibawakan oleh Hillsong, perubahan terjadi ketika kita percaya Allah dan tindakan kita pun mencerminkan sifat-sifat Allah yang Maha Pengasih.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: