Hidup di dalam penderitaan bukanlah hidup dalam kenyamanan, tetapi hidup dalam kedamaian. Damai sejahtera tidak serta-merta menghentikan keadaan yang terjadi. Damai Sejahtera memberikan kita kekuatan dan kemampuan untuk menjalani dan menghadapi apa yang terjadi di kehidupan kita.
"Jika Tuhan itu baik, mengapa Ia mengijinkan aku sakit, kak?"
"Jika Tuhan itu penuh dengan kasih, mengapa aku enggak bisa ngerasain kasihNya Tuhan?"
"Sebenarnya dimana Tuhan, kak?"
Secercah pertanyaan itu ditujukan kepadaku ketika aku menyampaikan injil kepada seorang mahasiswa yang menderita penyakit kronis. Sejenak aku terdiam dan tak dapat berkata apa-apa.
Menyampaikan bahwa Allah adalah kasih tidaklah mudah untuk diterima bagi mereka yang terluka, mengalami penderitaan, dan kepahitan.
Pertanyaan itu terus tergiang di dalam pikiranku dan memikirkannya. Tuhan, jika Engkau mengasihi dia bukankah hal yang sangat mudah bagi-Mu untuk menyembuhkan dia? Adilkah Engkau, ya Allah dengan segala tindakanMu itu?
Aku terus mendoakannya dan bertemu dengannya kembali di setiap minggu untuk berdoa dan menggali Firman bersama. Perlahan-lahan, dia merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap pergumulannya dan menyakini bahwa apa yang ia alami tidak melebihi kekuatan dirinya, dan Allah memampukan dia untuk melewati pergumulannya (1 Korintus 10:13).
Kondisi itu mengingatku bahwa kita tidak pernah mengharapkan adanya penyakit di dalam tubuh kita, kehilangan seseorang yang kita kasih, perpisahan orangtua, karena itu akan melukai kita, tapi adakalanya semua itu terjadi di hadapan kita dan menjadi bagian dari penderitaan.
Meski kita sudah melakukan semua dengan baik, meski kita sudah hidup teratur, meski kita sudah berjuang menjaga relasi, meski kita sudah berjuang menyusun strategi dan perencanaan, tapi semua itu terjadi dan tidak bisa kita elakkan.
Apa yang kita punya dan apa yang kita rencanakan tidak bisa mencegah sakit-penyakit, penolakan, kehilangan, kegagalan yang terjadi pada kehidupan kita. Penderitaan membuat kita melihat bahwa kehidupan terjadi di luar dari andil dan kontrol kita. Kita tidak dapat mengendalikan hidup kita, bahkan sedikit pun tak akan pernah bisa.
Semua terjadi atas providensia Allah. Namun, bukankah Allah juga mampu untuk membuat itu tidak terjadi? Pertanyaan ini sering sekali membuat kepahitan, kekecewaan, bahkan meragukan kemahakuasaan Allah. Kita merangkum semua dengan pengertian kita sendiri.
Bagaimana jika Allah menjawab dengan bertanya kembali seperti yang Ia lakukan kepada hamba-Nya, Ayub?
Ayub 38:4: Di manakah engkau, ketika aku meletakan dasar bumi! Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian!
Ya, di manakah kita, saat semua itu dijadikan? Di manakah kita saat Tuhan sedang membentuk bumi dengan segala ciptaan lainnya. Adakah pengetahuan dan hikmat kita jauh lebih besar dibandingkan Allah? Kebesaran-Nya menyatakan bahwa Ia adalah Allah. Ketidakmengertian kita menyatakan bahwa sesungguhnya kita hanyalah buatan Allah.
Efesus 2:10- Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.
Pencipta satu-satunya yang paling mengenal apa yang Ia ciptakan, apa yang kita butuhkan, dan untuk tujuan apa kita diciptakan. Jika Allah memiliki maksud melakukan pekerjaan baik melalui kita, tidakkah kebebasan Allah mengizinkan penderitaan yang kita alami pun menjadi bagian untuk memproses kita untuk mencapai maksud Allah yang baik itu?
Allah sendiri juga mengalami penderitaaan. Dihujat, disiksa, bahkan harus mati di kayu salib. Allah yang kita punya bukanlah Allah yang tidak mampu merasakan apa yang saat ini kita rasakan, justru Ia adalah Allah yang turut serta hadir bersama-sama kita di dalam penderitaan yang kita alami.
Ibrani 4:15 Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.
Menyadari dan merasakan kehadiran Allah dalam setiap pergumulan dan penderitaan yang kita alami akan mampu mengubah sikap hati dan pemikiran akan situasi yang sedang kita hadapi.
Hidup di dalam penderitaan bukanlah hidup dalam kenyamanan, tetapi hidup dalam kedamaian. Damai sejahtera tidak serta-merta menghentikan keadaan yang terjadi. Damai sejahtera memberikan kita kekuatan dan kemampuan untuk menjalani dan menghadapi apa yang terjadi di kehidupan kita.
Habakuk 3:19 ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: