Idola Anda Mengajukan Cerai, So What?

Going Deeper, God's Words, 21 April 2019
Banyak aspek dan sudut pandang yang harus kita selami terlebih dahulu untuk memperkaya cara berpikir kita akan suatu fenomena.

Bumi Indonesia gonjang-ganjing pada awal tahun 2018 karena mendengar kabar seorang mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau yang dikenal Ahok, mengajukan surat gugatan perceraian dan hak asuh anak pada 5 Januari 2018. Salah satu dugaan saya saat awal pemberitaan muncul ialah sebagian orang yang mengidolakan Ahok akan kecewa berat. Dan benar ketika berita tersebut santer, para warga net memberi banyak komentar, seperti hari patah hati nasional, berharap berita tersebut hoax, bahkan ada juga yang menghina-hinanya. Pemberitaan tersebut tentu menjadi sebuah kegelisahan bagi sebagian umat Kristen yang melihat pribadi Ahok sangat lekat dengan nilai-nilai Kristiani, mengidolakannya, dan bahkan berharap Ahok mampu menjadi pemimpin Indonesia setelah keluar dari penjara layaknya Nelson Mandela. Berbagai praduga pun muncul yang terkesan berharap Ahok punya maksud positif di balik tindakannya, namun tak sedikit juga umat Kristen yang mengutip ayat Alkitab terkait pernikahan yang ideal untuk menilai Ahok.

                                          

Credit: brilio.net

                                          

Jangan Terburu-Buru Menghakimi

                                          

Baik bagi yang masih berharap pemberitaan tersebut hoax ataupun yang kecewa dengan Ahok yang menggugat cerai Vero, mungkin kita masih terlalu melekatkan nilai-nilai Kristiani kepada Ahok. Salah satu rekan di group whatsapp yang merasa tidak terima dengan tindakan Ahok pun mengutip ayat Alkitab “Apa yang telah dipersatukan oleh Tuhan tidak boleh dipisahkan manusia” Banyak juga diskusi bahwa perceraian seharusnya tidak boleh dilakukan Ahok karena itu salah maupun dosa, walaupun dugaan alasan politis menjadi latar belakangnya.

                                          

Memang mudah menghakimi seseorang atau suatu fenomena benar atau salah berdasarkan suatu nilai, atau yang disebut dengan cara pandang normatif. Cara pandang normatif kerap kita pakai pada berbagai fenomena contohnya fenomena bunuh diri Jonghyun SHINee pada Desember 2017 manakala beberapa orang melihatnya sebagai dosa karena tidak menghargai kehidupan yang diberikan oleh Tuhan. Banyak juga fenomena di sekitar kita yang tak luput dari penghakiman yang kita lakukan, entah rekan-rekan kita yang melakukan seks bebas, pemakai narkoba, jauh dari persekutuan, dan dengan mudah kita melihat itu sebagai dosa karena bertentangan dengan nilai-nilai Kristiani.

                                          

Menggunakan pemikiran seorang tokoh filsafat modern yang terkenal dengan hermenutik dekonstruksi, Jacques Derrida, akan memperkaya cara berpikir kita. Ide dasar dari Derrida ialah berusaha mencairkan pemaknaan yang baku, berpikir secara radikal, dengan menangguhkan sebuah pemaknaan tunggal dan terbuka terhadap pemaknaan lain pada suatu teks ataupun fenomena. Secara singkat, jika pemikiran ini kita kaitkan dengan fenomena Ahok, Jonghyun SHINee, ataupun fenomena yang berada di sekitar kita, maka pola pikir ini mengingatkan kita agar tidak terburu-buru untuk melabelkan tindakan orang lain benar atau salah, dosa atau tidak dosa, karena terdapat banyak aspek selain nilai-nilai Kristiani yang dapat digunakan untuk menilai manusia baik secara etika, psikologi, hukum negara maupun aspek lainnya.

                                          

Photo by Peyman Naderi on Unsplash

                                          

Kata Yesus tentang Menghakimi

                                          

Menjadi seorang Kristen yang berpegang teguh terhadap nilai-nilai Kristiani tentu menjadi harapan kita. Namun apakah kita pantas untuk memaksakan nilai-nilai Kristiani melekat kepada orang lain? Pantaskah juga kita memakai nilai-nilai Kristiani untuk menghakimi orang lain? Bukankah kuasa untuk menghakimi diberikan kepada Anak Manusia, terlebih dalam Matius 7:1-3 Yesus berkata “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu. Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui” (TB-LAI).

                                          

Seharusnya ayat ini menjadi sebuah teguran bahwa menghakimi orang lain bukanlah hal yang mudah. Banyak aspek dan sudut pandang yang harus kita selami terlebih dahulu untuk memperkaya cara berpikir kita akan suatu fenomena. Sangat mungkin juga ketika kita menghakimi orang lain dengan sebuah nilai-nilai Kristiani, kita nanti juga dihakimi oleh nilai yang sama dan bahkan ditambahkan. Teguran lain dalam ayat ini juga menyadarkan bahwa kadang kita memaksa orang lain untuk menerapkan suatu nilai Kristiani, namun kita sendiri mungkin belum melaksanakannya, ibarat peribahasa semut di pulau seberang terlihat namun gajah dipelupuk mata tidak terlihat.

                                          

Ahok Mengajukan Cerai, Jonghyun Bunuh Diri, So What?

                                          

Lantas bagaimana kita seharusnya kita menilai fenomena Ahok, fenomena Jonghyun ataupun fenomena-fenomena lain di sekitar kita? Setiap kita memiliki hikmat untuk memaknai secara bijak dengan melihat dari beragam aspek. Jika kita melihat suatu sosok yang layak menjadi panutan, marilah berpikir bagaimana nilai Kristiani yang terdapat pada sosok tersebut dapat juga kita terapkan dalam hidup kita. Begitu pula ketika kita melihat suatu fenomena, berpikirlah bagaimana fenomena tersebut terjadi dari beragam aspek dan berpikirlah bagaimana kita bereaksi jika menghadapi fenomena yang serupa berdasarkan pemikiran kita tadi.

                                          

Photo by Jeremy Perkins on Unsplash

                                          

Kita tak kan tahun hal apa yang terjadi pada diri kita maupun orang-orang di sekitar kita di tahun 2018 ini maupun tahun-tahun yang mendatang. Mungkin saja keluarga kita mengalami pergumulan, atau sahabat kita mengalami depresi ataupun rekan-rekan kita jatuh dalam pergaulan bebas. Dengan mudah menghakimi secara normatif tentu tidak akan menyelesaikan permasalahan dan belum tentu membuat kita menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Berbeda ketika kita menggunakan hikmat yang diberikan Tuhan untuk memaknai secara bijak fenomena yang terjadi di sekitar kita dan membawa perubahan dalam diri maupun lingkungan menuju arah yang lebih baik. Maka pada awal tahun ini dan setiap hari ketika kita memulai segala sesuatu, mintalah hikmat kepada Tuhan sebagai, “Karena TUHANlah yang memberikan hikmat, dari mulutNya datang pengetahuan dan kepandaian” (Amsal 2:6 – TB LAI).

LATEST POST

 

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Kalimat pada judul yang merupakan bahasa latin tersebut berasal dari slogan sebuah klub sepak bola t...
by Jonathan Joel Krisnawan | 27 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER