Ketika kau memaafkan, kau mencintai. Dan ketika kau mencintai, terang Tuhan menyinarimu. -Jon Krakauer, Into The Wild-
Seseorang berkata kepadaku minggu lalu, bahwa aku harus memaafkan orang itu sekarang.
Lalu aku mulai berpikir mengapa dia harus mengatakan itu kepadaku? Padahal aku sudah memaafkan orang itu.
Minggu berikutnya aku bertemu dengan dia kembali, dan dia berkata hal yang sama padaku.
Dari ucapan kali kedua ini, aku mulai melihat lebih jauh lagi dalam diriku, "Apakah ada hal yang belum aku selesaikan, sehingga aku seolah-olah menganggap semua itu sudah berakhir, padahal masih membuatku terluka dalam?"
unsplashYap.. aku mulai tersadar ternyata aku masih menyimpan rasa dengki pada orang itu. Masa lalu itu tidak akan pernah aku lupakan, kekerasan dan penghinaan yang aku alami, baik dari dia ataupun keluarganya, akan selalu membekas.
Cerita ini dimulai dengan aku seorang mahasiswa baru yang masuk kuliah dan ada seorang kakak tingkat yang menyukaiku. Awalnya aku terganggu dengan sikap dia yang selalu di dekatku. Lama kelamaan aku pun mulai menyukainya. Mungkin terdengar aneh, namun dalam berjalannya waktu kami mulai untuk berpacaran. Permulaan relasi berpacaran aku merasa tidak ada yang aneh, kecuali dia menunjukkan sedikit gejala posesif saja.
Berjalannya waktu, dia mulai menunjukkan sifat aslinya - dari mulai main fisik, kata-kata yang menyakitkan terlontar, dsb. Dari situ perasaan tidak nyaman muncul. Namun setiap aku meminta untuk menyudahi relasi ini, dia selalu menangis dan meminta agar tidak putus lalu berjanji untuk berubah.
unsplash
Pada momen tersebut aku berpikir, "Apakah aku bisa merubahnya?"
Beberapa bulan setelah janji-janji tersebut, dia tidak melakukan tindakan abusive lagi. Namun ini mungkin kali ya yang dinamakan 'tomat' - TObat kuMAT. Perubahan baik dalam dirinya hanya sementara dan dia kembali dengan sifatnya lagi. Ia melakukan kekerasan terus menerus hingga suatu waktu aku mulai melaporkan hal tersebut kepada orang tuanya. Namun yang terjadi justru di luar dugaan, respons orang tuanya selalu 'Putus aja deh...' tanpa ada tindakan untuk mengubah kepada anaknya.
Sebuah kejadian tragis masih terbayang dan belum bisa aku lupakan hingga sekarang. Dia mengambil sebuah pisau untuk membungkamku, agar tidak memberitahu kepada siapapun atas kekerasan yang aku alami selama bersamanya. Di saat itu aku tidak bisa berteriak maupun kabur karena dia begitu kuat memegangku. Entah apa yang terjadi, yang aku tahu pasti Tuhan menyelamatkanku. Dia berubah pikiran dari yang awalnya menekan aku justru akhirnya ia melukai perutnya sendiri dengan pisau, walau lukanya hanya seperti tergores tipis saja. Beberapa waktu setelah kejadian itu kami akhirnya benar-benar putus.
unsplash
***
Selepas relasi tersebut berakhir, aku datang ke psikiater untuk memeriksa diri yang mulai terasa aneh. Dari mulai berteriak-teriak di saat sendiri, ketakutan karena merasa ada yang mengikutiku, dsb. Dokter berkata bahwa aku mengalami depresi dan skizofrenia. Aku harus meminum obat-obatan yang tidak aku ingini serta menjalani terapi agar pulih dari masa-masa yang membuatku tertekan.
Psikolog dan dokter psikiatriku selalu berkata, bahwa aku harus mulai mengampuni dia terlebih dahulu, maka aku bisa lepas dan sembuh total. Aku mulai dengan terapi melihat fotonya dan ketika aku tidak sanggup lagi, aku harus mulai mengatakan “Aku mengampunimu, aku mengasihimu.”
Lama-kelamaan, aku mulai bisa melihat fotonya dengan rasa biasa saja, tanpa ada ketakutan dan kecemasan yang mendalam. Aku juga selalu mengingat firman Tuhan yang membuatku tergerak untuk mengampuni dia.
“Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."
-Matius 5: 44”
Di situ aku mulai mengampuni dan mendoakan dia. Awalnya berat sekali, namun aku terus mengucapkan berkat untuknya. Aku banyak belajar dari Alkitab, buku, orang lain untuk mengampuni dan mengasihi musuhku. Seiring berjalannya waktu, aku mulai memaafkan dan mengasihi dia. Hingga saat ini ketika aku mulai bertemu, bekerja dengan dia, aku merasakan telah ada damai Tuhan dalam hidupku.
unsplash
Ketika kita meminta Tuhan ikut dalam proses pemulihan kita dengan orang lain, pasti Dia akan membantu dalam setiap apa yang kita lakukan. Walau kadang menyakitkan prosesnya, tapi ketika kita selalu datang dan meminta Dia menyertai selalu akan jauh lebih nyaman saat bersama Dia. Ajak Tuhan untuk membantumu dalam memaafkan 'dia' yang telah menyakitimu, maka Tuhan akan menuntunmu untuk mengampuninya.
Tuhan jadikan aku pembawa damaimu, di mana ada kebencian, perkenankan aku menuai cinta; di mana ada luka, aku memaafkan;… karena dalam memberi kita menerima; dalam memaafkan kita dimaafkan.
–Santo Franciscus Assisi
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: