“Jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di dalam sorga” (Mt. 6:10)
Jadi siapa pemilik bumi ini? Saya? Atau Kamu? Atau Siapa? Mari kita menjawab pertanyaan yang tertera di judul dengan menggumulkan beberapa pertanyaan berikut ini:
Gem Lauris on UnsplashMengapa Isu Lingkungan Penting?
Isu lingkungan hidup selalu menjadi isu yang begitu penting bagi banyak pihak tapi sekaligus seringkali begitu sedikit mendapat perhatian apalagi tindakan bersama. Biasanya sudah menjadi hal yang dimaklumi bersama bahwa manusia tak bisa dilepaskan dari lingkungannya karena lingkungan memengaruhi manusia, sama seperti sebaliknya. Tapi seringkali alasan urusan perut dan dapur yang harus ngebul menjadi prioritas lebih daripada isu lingkungan dan bahkan urusan yang dianggap urgent for survival ini bila perlu bisa dimaklumi bila harus melibas isu lingkungan. Padahal seringkali urusannya bukan soal bertahan hidup tapi ketamakan dan kekuasaan. Ketika manusia tidak peduli lagi dengan kondisi lingkungan di mana dia hidup maka cepat atau lambat manusia akan terkena dampaknya, berujung pada penuaian penderitaan dan kematian bagi manusia.
Noah Buscher on Unsplash
Apa yang Penting dari Isu Lingkungan?
Manusia hidup, menempati, dan melakukan berbagai kegiatan di bumi. Bumi menjadi pijakan dan akar manusia yang membentuk jati diri dan relasinya baik dengan dirinya sendiri, dengan sesamanya, dan dengan alam sekitarnya. Dengan demikian antara manusia dan bumi terbentuk jalinan hubungan yang saling membutuhkan. Manusia membutuhkan bumi tetap lestari agar bisa terus menopang keberadaan manusia dan bumi memerlukan manusia yang merawat kelestariannya. Bumi inilah yang menjadi lingkungan bagi manusia.
Matthew T. Rader on Unsplash
Bagaimana Perspektif Alkitab terkait Isu Lingkungan?
Menurut kejadian 1:28 ciptaan terakhir yakni manusia, mendapatkan mandat untuk bertanggung jawab atas seluruh ciptaan. Tanggung jawab terhadap alam sebagai ciptaan Allah, juga telah dipertegas lewat kehadiran Kristus Yesus. Thomas Hidya Tjaya, seorang ekoteolog, berpendapat sejak kedatangan Kristus, Ia telah memanifestasikan alam sebagai bagian dari karya penyelamatan. Ia tidak hanya melihat ciptaan sebagai yang baik pada dirinya karena muncul dari tangan Allah yang menciptakan segala sesuatu “dalam Putra”. Akan tetapi, ia juga melihat ciptaan yang diarahkan bersama kepada kemuliaan kebangkitan, dan melalui Roh Ilahi Kristus Putra Allah, akan meluas hingga ke ujung bumi.
Manusia memiliki kuasa yang lebih besar dari pada makhluk yang lain. Manusia dinobatkan menjadi "raja" di bumi yang dimahkotai kemuliaan dan hormat (Maz. 8:6). Ia menjadi wakil Allah yang memerintah atas nama Allah terhadap makhluk-makhluk yang lain. Ia hidup di dunia sebagai duta Allah. Ia adalah citra, maka ia ditunjuk menjadi mitra Allah. Karena ia menjadi wakil dan mitra Allah, maka kekuasaan manusia adalah kekuasaan perwakilan dan perwalian. Kekuasaan itu adalah kekuasaan yang terbatas dan yang harus dipertanggungjawabkan kepada pemberi kuasa, yaitu Allah. Itu sebabnya manusia tidak boleh sewenang-wenang terhadap alam. Sebaiknya manusia memberlakukan alam secara seimbang, artinya pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber alam diimbangi dengan usaha pemeliharaan atau pelestarian alam.
Karena manusia dengan alam adalah sesama ciptaan yang telah dipulihkan hubungannya oleh Tuhan Yesus Kristus, maka manusia, khususnya manusia baru dalam Kristus (2 Kor. 5:7), seharusnya membangun hubungan solider dengan alam. Pikiran tentang hubungan yang solider dengan alam ini seperti yang dijelaskan di dalam pernyataan dari dua teolog berikut.
Robert Borrong; dalam tulisannya berjudul Etika Bumi Baru (hal. 166) berpendapat dari segi teologi bahwa penciptaan manusia dengan alam mempunyai hubungan yang sangat erat. Itulah sebabnya manusia harus memperlakukan alam sebagai sesama ciptaan Allah, sekalipun manusia diberikan wewenang menaklukkan alam.
Pendeta Martinus Manikken, pengajar di STT SETIA, melihat hubungan solider berarti alam mestinya diperlakukan dengan penuh belas kasihan. Manusia harus merasakan penderitaan alam sebagai penderitaannya dan kerusakan alam sebagai kerusakannya juga. Seluruh makhluk dan lingkungan sekitar tidak diperlakukan semena-mena, tidak dirusak, tidak dicemari dan semua isinya tidak dibiarkan musnah atau punah. Manusia tidak boleh bersikap kejam terhadap alam, khususnya terhadap sesama makhluk. Dengan cara itu, manusia dan alam secara bersama (kooperatif) menjaga dan memelihara ekosistem.Ini berarti adalah kehendak Allah agar manusia berkuasa dan mengelola bumi beserta isinya, tetapi bukan berarti melakukan ekploitasi tanpa batas. Mandat ada bukan tanpa tanggung jawab. Demikian juga yang terjadi pada manusia dan bumi ini.
Banter Snaps on Unsplash
Jadi, Siapa Pemilik Bumi ini?
Ditilik dari paparan sebelumnya maka bisa disimpulkan Allah dan manusia adalah pemilik bumi ini. Allah adalah pemilik asli yang menganugerahi manusia memiliki bumi ini untuk dikelola dengan bertanggung jawab dihadapan-Nya. Itu mirip seperti kita telah diwariskan rumah oleh orang tua kita dan kita wajib merawat rumah tersebut bukan hanya sebagai tanggung jawab moral dan penghargaan kepada orang tua kita tetapi juga agar kita dapat tetap menempati rumah warisan itu dengan lestari dan nyaman. Seperti itulah manusia, sang pemilik bumi, dengan bumi ini. Anggaplah bumi sebagai rumah kita yang harus dirawat terus agar tetap menjadi our home sweet home dan membawa kemuliaan bagi Allah.
Soli Deo Gloria.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: