Jadi, apakah Juruselamat yang kita percayai mirip HWR yang juga mirip orang Farisi, merasa anugerah Tuhan hanya milik golongannya, suku bangsanya, atau institusinya karena takut kehilangan power, kebanggaan, bahkan keunikan diri? Atau seperti Kristus yang diikonkan oleh Loki di series ini, yang membuka pendamaian bagi mereka yang tidak dianggap "Sacred"?
Halo, Ignite People!
Beberapa bulan lalu, ada series yang cukup menarik bagiku untuk aku sharing-kan ke Ignite People. Series itu adalah tentang Loki. Nah, karena ketertarikan itu, akhirnya aku membuat live instagram di akun @godsplayground2022 bersama paman Adhianto di akun @protestant.coalitie. Kira-kira, inilah yang aku mau sharingkan ke Ignite People.
#1 – Mendefinisikan Glorious Purpose. Glorious Purpose atau tujuan mulia adalah istilah yang sering disebutkan oleh Loki, bahkan sejak Loki season 1 dimulai dengan episode yang berjudul Glorious Purpose dan episode terakhir season 2 (finale) juga berjudul Glorious Purpose. Ini merujuk pada hasrat Loki untuk mendapatkan kejayaan, kehormatan, kekayaan, dan kekuasaan.
Loki mengejar yang menjadi hasratnya dengan mencari takhta dan kejayaan dalam menaklukkan. Dia merasa layak untuk menjadi penguasa. Lalu, dia berusaha membunuh, mengusik Thor, lalu menyerang bumi dan membunuh banyak orang demi tujuan itu. Kemudian, di Loki season 1, Loki mengakui bahwa itu semua memberatkannya bahkan dia sendiri tidak nyaman dengan tindakannya membunuh orang banyak orang.
Tidak berhenti di sana, Loki menemukan orang-orang yang akhirnya dia sayangi. Namun, ada dilema, yaitu ada bencana yang akan menghancurkan alam semesta, TVA tempat kawan-kawan Loki. Loki mencari cara agar bencana itu tidak terjadi, dia tidak mau kesepian dan bencana terjadi. Tidak ada yang berhasil; satu-satunya cara ialah dia harus menjadi God of Stories. Duduk sendiri dan kesepian memegang semua alur waktu. Di sini, ada redefinisi, glorious purpose. Bukan soal menjadi yang terutama, dan berjaya, tetapi mau “mengosongkan diri” demi kebaikan banyak orang atas dasar kasih. Bukankah begitu yang dilakukan Kristus? (Mrk. 10:44-45, Flp. 2:2-11).
Image on The Digital Fix
#2 Komunitas. Berkaitan dengan Loki, komunitas yang dimaksud adalah orang-orang yang berada di sebuah penjaga timeline agar timeline tidak bercabang dan menimbulkan kekacauan. Mereka adalah TVA yang diwakili oleh Mobius, Casey, Ouroboros, B-15, dan orang luar TVA lain yaitu Sylvie. Singkatnya, kita tahu bahwa Loki adalah seorang dari bangsa Jotun yang dijadikan anak angkat oleh Odin. Selama hidup, dia tidak mendapatkan “penghargaan,” dan “penerimaan.” Ini mungkin mengapa Loki memiliki Glorious Purpose seperti yang dia lakukan dengan mengincar kejayaan, penaklukkan.
Komunitas ini menerima Loki walaupun di TVA sendiri banyak yang meragukan Loki dan lain sebagainya. Apalagi ketika mereka tahu berbagai riwayat Loki. Namun, Mobius memberikan ruang dan kesempatan buat Loki. Di sisi lain, Mobius juga menunjukkan Glorious Purpose ala Loki adalah sia-sia dengan menunjukkan betapa remehnya Infinity Stones. Jadi, kita bisa belajar bahwa komunitas yang baik bahkan komunitas ekklesial adalah komunitas yang membuka ruang dan memberikan kesempatan. Namun, tidak hanya itu, komunitas yang "menihilkan” berbagai berhala yang menjauhkan seseorang dari Kristus dan sesama, serta menunjukkan ada realitas yang lebih besar.
#3 Versi Penyelamat seperti apa. Juruselamat seperti apa? Seperti Loki atau He Who Remains (Selanjutnya HWR)? Keduanya bertujuan menjaga timeline, keduanya juga berkorban menanggung kesepian, namun ada perbedaan. Konteks dari dua model ini ialah multiverse bahwa ada berbagai alam semesta sesuai variasi alur waktu/timeline. Bagi HWR, universe harus ada satu saja, karena jika tidak, varian dirinya akan berperang satu sama lain termasuk dia, sehingga dia memangkas semua universe di luar universenya yang disebutnya Sacred Timeline. Kami lihat jeleknya, sebenarnya, si HWR cuma pengen kekuasaan buat dirinya sendiri aja, ga mau berbagi kekuasaan.
Image on Our Sunday Visitor
Di sisi lain, walaupun Loki menjadi God of Stories, dia—dengan kekuatannya—menanggung kesepian dan menghidupkan berbagai timeline, sehingga semua timeline dibuat eksis, dan dipelihara. Dia membuat semua timeline menjadi Sacred Timeline. Inilah perbedaannya. Jika mengingat Kristus, Kristus adalah Pantokrator yang membuat segalanya Sacred. Semua suku bangsa menjadi umat Allah, bukan hanya Yahudi–semua berdiam dan dipelihara di dalam-Nya dan seterusnya (Ef. 2:13-14, Kol. 1:15-20, 1 Kor. 15:28). Jadi, apakah Juruselamat yang kita percayai mirip HWR yang juga mirip orang Farisi, merasa anugerah Tuhan hanya milik golongannya, suku bangsanya, atau institusinya karena takut kehilangan power, kebanggaan, bahkan keunikan diri? Atau seperti Kristus yang diikonkan oleh Loki di series ini, yang membuka pendamaian bagi mereka yang tidak dianggap Sacred?
Poin ketiga pun mengingatkan kita, sebagaimana membuat semua Timeline hidup membuka ruang bagi varian-varian jahat muncul yang dapat merusak keseimbangan, membuka ruang juga beresiko bagi kita sendiri. Namun, itulah kasih, kasih itu membuka ruang dan bukan membungkam. Di sinilah, hikmat Allah harus kita mohonkan, agar kita membuka ruang tetapi tidak jatuh ke dalam altruisme.
Jadi, sudah melamun hari ini?
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: