Tuhan begitu ingin kita mengasihi sesama dengan mengusahakan kesejahteraan bagi negeri kita. Ia ingin kita berdoa untuk Indonesia karena kesejahteraan negeri ini akan menyejahterakan kita pula.
“Voting bukan hanya hak kita—itu adalah kekuatan kita.” - Loung Ung.
April 2019 ini, warga Indonesia akan melaksanakan pemilu. Ajang ini merupakan momentum politik ketika bangsa Indonesia butuh peran kaum milenial yang peduli dan mau berpartisipasi. Koordinator Pusat Peneliti Politik LIPI, Sarah Nuraini Siregar menyatakan sekitar 35% sampai 40% atau sekitar 80 juta dari 185 juta pemilih dalam Pemilu 2019 merupakan generasi milenial.
Hasanuddin Ali, CEO Alvara Research Center mengungkapkan, dari hasil riset terbarunya, tidak banyak kaum milenial yang “melek” politik. Persisnya hanya 22% dari kaum milenial yang mengikuti pemberitaan politik. Beliau mengatakan bahwa generasi milenial cenderung cuek dengan politik karena menganggap politik adalah urusan orang tua, urusan mereka adalah urusan anak muda pada umumnya.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa generasi milenial yang hidup dekat dengan media sosial memiliki sifat individualis tinggi. Sikap individualis kaum muda ini tentu akan berpengaruh terhadap partisipasi kau muda dalam pemilu. Bayangkan betapa banyaknya suara yang akan hilang bila milenial tidak menggunakan hak pilihnya oleh sebab sikap individualis dan sikap acuhnya.
Photo by natureaddict on Pixabay
Menurut Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dinyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan”. Walau dalam Undang-Undang, memilih adalah hak dan bukanlah sebuah kewajiban, hasil dari pemilu tetap menentukan bagaimana kebijakan dan kehidupan seluruh warga negara di kemudian hari.
Pemerintah Indonesia memiliki otoritasyang memengaruhi kehidupan setiap warganya. Di balik fakta ini, tetap banyak anak Tuhan merasa lebih ‘nyaman’ untuk menjaga jarak dengan urusan pemerintahan atau politik. Mungkin bagi generasi milenial, berurusan dengan politik itu mengecewakan, khususnya dalam pemilu. Namun, sebagai murid Kristus, seharusnya kita ikut memberi dampak agar Indonesia berdiri sesuai kehendak-Nya. Bukankah kita ingin Indonesia semakin diberkati dan sesuai dengan nilai-nilai kerajaan Allah?
Tuhan telah menetapkan kita menjadi generasi milenial yang terlahir di Indonesia. Ketika kita menyadari hal tersebut, melayani bangsa ini menjadi panggilan bagi kita sekalian sama seperti yang Yesus kerjakan. Kata Yesus kepada mereka: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” (Yohanes 4:34).
Photo by Elizeu Dias on Unsplash
Mengapa kita perlu berpartisipasi dalam pemilu?
Pertama, Tuhan ingin kita, generasi milenial, membantu-Nya menyatakan kehendak-Nya di dunia. Ia ingin kita menjadi duta Kristus (Matius 16:19). “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” Suara mayoritas belum tentu suara Tuhan, maka Ia perlu kita untuk membantu menyatakan suara-Nya. Ia perlu generasi milenial Indonesia untuk berpartisipasi penuh di dalamnya.
Kedua, Tuhan menempatkan kita di Indonesia karena ingin kita membantu kesejahteraan negeri ini (Yeremia 29:7).“Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.”
Tuhan begitu ingin kita mengasihi sesama dengan mengusahakan kesejahteraan bagi negeri kita. Ia ingin kita berdoa untuk Indonesia karena kesejahteraan negeri ini akan menyejahterakan kita pula.
Photo by Garon Piceli on Pexels
Ikut berpartisipasi dalam pemilu menunjukkan rasa sayang dan tanggung jawab atas kota dan bangsa dimana kita ditempatkan. Partisipiasi dalam menentukan pemimpin negeri ini menunjukkan niat kita untuk membangun dan memperbaiki bahkan menyelesaikan masalah bangsa. Kita rindu berkat Tuhan nyata atas kota dan bangsa kita.
Apa maksud dari partisipasi?
Kita berusaha untuk menyimak, mengenal, memahami karakter dan track record para calon dengan sungguh-sungguh. Selanjutnya kita akan menggunakan hak pilih, atau mungkin tidak memilih. Semua tahap tersebut merupakan satu kesatuan dan tidak bisa dilepaskan satu dengan lainnya.
Apakah tidak memilih merupakan pilihan bentuk partisipasi? Mungkin jawabannya ya, ketika memang benar-benar tidak ada kandidat yang sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan dan ketika Tuhan mengizinkan. Namun, setiap tindakan kita memiliki konsekuensi. Pernah dengar prinsip lesser than two evils? Jika dalam suatu pilihan kedua opsi sama-sama buruk, sangat mungkin yang lebih buruk akan terpilih. Maka sebisa mungkin gunakan hak pilih kita.
Perlu digarisbawahi, yang terpenting adalah menyatakan kehendak Tuhan, apa yang Dia ingin kita lakukan. Setiap tindakan kita dalam berpartisipasi, tidak akan memberikan hasil yang terbaik jika kita belum berdoa dan bertanya akan kehendak-Nya.
Photo by Element5 Digital on Pexels
Cara tepat dalam berpartisipasi?
Mari terus belajar dan berdoa. Betul, jangan asal! Ketika berpartisipasi, kita perlu terus menerus berdoa meminta Tuhan menunjukkan jalan. Kita ingin agar setiap langkah kita sesuai dengan ketetapan-Nya dan menghasilkan keputusan yang benar di mata-Nya.
Dalam doa, kita meminta kepada Tuhan untuk memberikan kita pengertian dan hikmat. Kita meminta Tuhan juga memberikan hikmat kepada setiap calon dan semua warga yang akan berpartisipasi. Sebagai contoh, ribuan umat Kristen dari berbagai gereja di Medan dan sekitarnya pada November 2018 lalu berdoa bersama di halaman Markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara agar Pemilu 2019 mendatang berlangsung aman, tertib, dan lancar.
Mari kita juga belajar mengenal setiap kandidat yang ada. Tuhan berbicara kepada kita melalui berbagai media, sedangkan kita dapat mengerti kehendak-Nya melalui firman. Dalam Matius 7:15-20 Tuhan ingin kita melihat buah yang telah dihasilkan, apakah buah mereka baik atau mungkin tidak menghasilkan buah dalam kehidupannya.
Mari kita lihat karakter mereka, siapakah yang mau dipimpin Allah untuk melakukan kehendak-Nya bagi bangsa (1 Samuel 12:13-25), yang tidak menentang perintah Alkitab mengenai kehidupan dan aspek-aspeknya, seperti keluarga, pernikahan, iman dan lainnya (Amsal 14:34).
Jangan melihat agama, suku dan rasnya melainkan prinsip-prinsip hidupnya. Apakah ia memiliki prinsip melayani? (Matius 20:25-26). Ingatlah untuk selalu berpartisipasi atas kepentingan bersama, bukan atas diri kita sendiri. Ketika pemilu berakhir, partisipasi masih tetap berlanjut. Mari kita terus mendoakan pemimpin yang baru terpilih (1 Timotius 2:1-4) dan memantau kinerja mereka, karena setelah kita diberikan hak untuk memilih, hal ini menjadi kewajiban kita yang harus dipenuhi.
Sebagai generasi milenial yang juga adalah murid Kristus, mari kita ikut berpartisipasi dalam Pemilu. Mari mengikuti setiap langkah dari awal hingga akhir untuk ada dalam lingkaran demokrasi negeri kita. Jangan lupa untuk menggunakan hak pilih kita untuk Indonesia tercinta, Salam generasi milenial!
Penulis : Michelle Lim
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: