Sebagai generasi muda dan anak-anak Tuhan, jadilah seperti skuad muda Ajax yang tetap percaya diri dan tidak minder dan berhasil menepis berbagai keraguan yang datang. Bukankah Daud yang kecil itu berhasil mengalahkan Goliat???
Kalau hidup ibarat pertandingan sepak bola yang berakhir ketika peluit dibunyikan wasit, bagaimana posisi kita kira-kira ketika ‘wasit’ meniup peluit tersebut dan menyatakan bahwa ‘pertandingan’ yang kita lakoni sudah berakhir ?? Tertunduk lesu karena menyesal dan kalah ?? Atau justru berteriak kegirangan karena berhasil mewujudkan angan ??
Pertandingan semifinal Liga Champion musim 2018/2019 yang berlangsung beberapa minggu lalu, menyisakan banyak pelajaran, selain air mata kesedihan, atau mungkin tangis dan teriakan bahagia yang membahana di stadion. Berikut beberapa hal menarik yang saya dapatkan:
1. Jangan Minder Karena Muda dan Minim Pengalaman
Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu, dan dalam kesucianmu.
-1 Timotius 4:12
Sebagai pemuda, mungkin pendapat kita sering tidak didengar atau diabaikan hingga membuat kita malas untuk bersuara dan membentuk kita menjadi pribadi yang pasif dan minder dengan keberadaan diri sendiri. Padahal kalau kita berkaca pada Ajax, justru berbekal para pemain mudalah mereka berhasil membungkam tim-tim mapan seperti Real Madrid dan Juventus. Dengan rata-rata skuad berumur 23,5 tahun (termuda diantara 4 semifinalis) dan pelatih yang minim pengalaman di Eropa, Ajax berhasil memukau para penikmat sepak bola, bahkan ESPN memberi judul “Ajax 'schooled' Juve on their way to the UCL semis “ pada salah satu video yang diupload mereka di situs resminya.
Jika saja skuad Ajax minder dengan usia mereka, mungkin tahun ini Ajax tidak akan menjadi headline di berbagai majalah olahraga di dunia. Sebagai generasi muda dan anak-anak Tuhan, jadilah seperti skuad muda Ajax yang tetap percaya diri dan tidak minder dan berhasil menepis berbagai keraguan yang datang. Bukankah Daud saja yang kecil itu berhasil mengalahkan Goliath?
2. Salurkan kemarahan dengan baik
"Ya, saya benar-benar emosional karena saya sempat sangat marah pada sang manajer karena dia menempatkan saya di bangku cadangan!”
-Georginio Wijnaldum.
Kemarahan Georginio Wijnaldum yang mencetak brace ke gawang Barcelona berbuah manis ketika ia berhasil menyalurkan kemarahannya dengan baik sehingga berhasil menghempaskan Messi dkk dari perburuan gelar Liga Champion.
Sebagai manusia, kita pastinya tidak akan pernah lepas dari emosi dalam diri kita yang bernama marah, entah itu ketika kuliah, bekerja, atau bahkan mungkin dalam pelayanan kita. Tidak jarang rasa marah itu berhasil menguasai diri kita sehingga berdampak negatif terhadap diri kita hingga lingkungan kita, padahal yang seharusnaya terjadi adalah kita yang menguasai rasa marah tersebut, bukan sebaliknya.
Kuasai rasa marah kita dan salurkan hal tersebut dengan perbuatan yang positif sehingga mampu menghasilkan buah yang baik dan berdampak baik pula. Mirip seperti gol Wijnaldum yang berhasil membuat seisi Anfiled bersorak kegirangan.
3. Percaya & Maksimalkan Potensi Diri
Totenham Hotspur adalah satu-satunya tim semifinal yang tidak membeli satu pemain pun sejak awal musim. Tanpa penambahan pemain baru pada skuadnya, Pochettino selaku arsitek tim tetap tenang menghadapi musim 2018/2019. Sebagai gantinya, ia memberikan kepercayaan kepada para pemain muda Spurs, serta memaksimalkan potensi dari skuad yang ada untuk menambal kelemahan tim yang ditukanginya dan menjadikan mereka pemenang. Sama seperti Pochettino, Tuhan yang notabene adalah ‘arsitek’ kita juga tentunya ingin memaksimalkan potensi kita dan menjadikan kita pemenang, tidak.. Bahkan lebih dari pemenang.
Ia selalu mempercayai kita walau mungkin di mata dunia kita masih mentah, anak kemarin sore, anak bawang, atau apapun namanya. Ia tahu di mana potensi dan posisi terbaik untuk kita. Yang perlu kita lakukan adalah taat dan mau mendengar instruksi Tuhan, sang ‘arsitek’ yang paling tahu diri kita jauh melebihi kita mengenal diri kita sendiri.
4. Jatuh??? Bangun Lagi! Jangan Buang-Buang Waktu
“Andai Pertandingan Selesai Lima Detik Lebih Cepat”
-Matthijs de Ligt
Sejujurnya, saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan para pemain Spurs ketika turun minum dengan posisi tertinggal 2 gol, dan harus membuat minimal 3 gol dalam 45 menit babak kedua. Namun, mereka enggan menyerah dan ogah gagal untuk kedua kalinya.
Kegagalan mungkin akan terjadi dalam hidup kita, entah itu gagal dalam ujian, pekerjaan atau hubungan. Namun, maukah kita belajar untuk terus bangkit dan tidak tenggelam dalam ‘euforia’ kegagalan tersebut yang hanya membuang-buang waktu kita?
Hanya butuh beberapa detik untuk meruntuhkan mimpi Ajax mencapai final untuk pertama kalinya sejak musim 1995/1996. Hattrick Lucas Moura di menit 90+6 (detik-detik terakhir) menunjukkan tidak ada yang tidak mungkin sebelum peluit dibunyikan. Belajarlah untuk tidak menyia-nyiakan waktu kita yang berharga.
Pilihan ada di tangan kita, mau terus berlari dan berusaha, atau hanya pasif menunggu peluit terakhir untuk kita dibunyikan?
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: