GRATITUDE IS THE KEY TO CONTENTMENT
"Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." - 1 Tesalonika 5: 16-18
Ayat di atas jauh lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Pelajaran mengucap syukur adalah salah satu pelajaran tersulit dalam hidup. Ketika keadaan baik-baik saja, ketika semua berjalan sesuai dengan apa yang kita mau, maka dengan mudah kita mengucap syukur. Dengan mudah kita mengatakan, "bersyukurlah pada apa yang kita miliki daripada bersungut-sungut dengan apa yang tidak kita miliki."
Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang memiliki segalanya. Sekaya, sesukses, se-powerful apa pun itu, pasti ada yang tidak bisa kita miliki. Masalahnya akan muncul ketika kita berfokus pada apa yang tidak kita miliki instead of melihat apa yang telah kita miliki. Walaupun begitu, orang-orang pada umumnya akan dengan mudah mengatakan, "Aku ga seserakah itu, kok. Aku cukup dengan apa yang kumiliki sekarang." Benarkah begitu? Mungkin kita tidak lantas ingin sekaya Elon Musk, kita tidak ingin punya pesawat jet atau kapal pesiar pribadi. Kita mungkin juga tidak ingin punya handphone termahal keluaran terbaru seharga 20 juta ke atas. Bahkan kita mungkin juga tidak ingin jalan-jalan ke luar negeri.
Photo by Hippopx
Akan tetapi, ujian sebenarnya terjadi ketika apa yang kita inginkan, sesederhana apapun itu, tidak kita dapatkan. Sebagai contoh, kita tidak ingin handphone seharga 20 juta, tapi boleh, donk, kalau kita ingin ganti handphone kita yang usianya sudah lebih dari lima tahun. Kita tidak perlu kok jalan-jalan ke luar negeri, tapi masakah kita tidak boleh sedih ketika bahkan untuk ke mall makan saja uang kita tidak cukup? Tidak bolehkan kita sedih ketika kita tidak bisa membelikan baju baru pada saat hari raya untuk anak kita?
Ketika kita merasa kita sudah bekerja keras, sama seperti orang lain, tapi kita tidak mendapatkan penghargaan seperti orang di sekitar kita, tidak bolehkah kita kecewa dan marah? Lebih sakit lagi ketika orang lain mendapatkan apa yang bukan menjadi hak mereka, tapi mereka menikmati berkat yang seharusnya kita nikmati.
Di sinilah ujian dimulai. Di sinilah kita belajar dari ujian hidup yang sebenarnya. Caranya mudah, tapi tidak gampang. Caranya sederhana, tapi kompleks. Kita harus mengubah sudut pandang kita. Daripada melihat menggunakan kacamata "What I don't have", mari kita ganti kacamata kita dengan kacamata "What I do have".
Photo by istockphoto
Ada lagunya kan? KPPK 50 Hitung Berkatmu (Count Your Blessings). Satu demi satu, hitung apa yang masih bisa kita miliki dan apa yang kita bisa syukuri. Kalau kita lulus ujian, kekesalan, kemarahan, kekecewaan kita akan terangkat digantikan dengan rasa syukur, kebahagiaan, dan contentment (perasaan cukup). Kalau kita gagal, hidup kita akan dipenuhi kepahitan, kegelisahan, amarah, iri dan dengki.
Sebagai manusia, kita tidak bisa mengontrol perasaan/emosi kita. Amarah, kekecewaan, kesedihan, bahkan rasa iri dan dengki bisa melanda dengan tiba-tiba. Bukan kita tidak boleh merasakan semua perasaan/emosi itu. Bahkan apabila kita diperlakukan tidak adil, justru aneh kalau kita tidak marah atau kecewa. Tapi yang lebih penting bukan apa yang kita rasakan, tapi apa yang akan kita lakukan dengan perasaan itu? Akankah kita berkubang dalam lumpur rasa tidak puas, ataukah kita akan keluar dan hidup dengan damai sejahtera?
Mengucap syukurlah senantiasa, karena dalam keadaan seperti apa pun, PASTI ADA yang masih bisa kita syukuri. PASTI ADA harapan di dalam Tuhan. Tetaplah berdoa, kata Tuhan. Tetaplah berpengharapan di dalam Dia. Rasa syukur dan pengharapanlah yang membuat kita dapat hidup bersukacita senantiasa.
Catatan: It does get easier when we get used to it. Bisa karena terbiasa. Latihan setiap hari menjadikannya sebuah habit. Habit atau kebiasaan membangun gaya hidup. Marilah kita memiliki gaya hidup untuk mengucap syukur senantiasa.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: