Sanggupkah kau memberi seberkas cahaya?
Artikel ini adalah artikel ketiga dari rangkaian "Lilin-lilin Kecil". Silakan klik di sini untuk membaca bagian pertama, dan di sini untuk bagian kedua. Pada artikel ini, acuan bacaan yang digunakan adalah Roma 5:1-11.
Dalam suatu acara fakultas saat kuliah dulu, saya mengikuti permainan kelompok yang dilakukan malam hari. Di hadapan kami ada sebuah ember yang berisi air dan entah apa yang ada di dalamnya. Saat itu, tempatnya memang agak gelap, jadi kami juga tidak bisa melihat dengan jelas isi ember tersebut. Kami diminta untuk mencari beberapa batu halus di dalam ember tersebut sambil ditutup matanya. Ketika kami mendekat ke ember, mulai tercium bau-bau kurang enak. Ketika kami memasukkan tangan ke dalam ember, kami merasakan dan memegang berbagai macam hal: ada yang keras, ada yang lunak, ada serpihan-serpihan, dan lain-lain. Karena jijik atau takut, beberapa dari kami sampai berteriak-teriak saat mencari batu tersebut. Setelah batu didapatkan dan permainan berakhir, kami baru tahu bahwa isi ember tersebut adalah air yang dicampur dengan sisa makanan kami. Betapa menjijikkan! Pantas saja, setelahnya tangan kami masih bau walaupun sudah dicuci dengan sabun berulang kali. Ternyata, kami baru saja mengaduk-aduk sampah.
Secara pribadi, itulah yang saya rasakan ketika Allah memanggil saya untuk berbalik dari kehidupan berdosa saya. Saya merasa Allah mengambil saya dari tengah sampah yang begitu menjijikkan untuk dibersihkan dan dipergunakan sebagaimana mestinya. Tidak seperti saya yang merasa jijik ketika mencari batu di dalam air sampah, Allah dengan sabar mencari saya sampai dapat, seperti mencari satu dari seratus domba yang hilang (Luk. 15:4). Saya begitu merasakan betapa Allah beranugerah hingga masih menegur saya dan menerima saya kembali walaupun saya seringkali tidak taat kepada-Nya.
Photo by Del Barrett on Unsplash
Dari kedua artikel sebelumnya, kita diingatkan bahwa kerusakan diri kita karena dosa membuat kita tidak lagi mampu taat kepada Allah. Kita tidak dapat melakukan sesuai tujuan kita diciptakan. Jadi, ketidaktaatan kita sebetulnya adalah konsekuensi natural dari natur kita yang berdosa. Secara alami, kita memang tidak taat dan tidak dapat melakukan kebaikan spiritual. Orientasi hati kita adalah kepada dosa dan kita cenderung melakukan apa yang jahat. Namun, di tengah keberdosaan kita, Allah masih beranugerah dengan menyediakan tuntunan berupa hukum Taurat supaya kita dapat kembali belajar taat kepada-Nya.
Walaupun begitu, ternyata menaati hukum Taurat tidak bisa menyelamatkan kita. Sebagaimanapun kita taat, kita tetap tidak bisa menjadi benar di hadapan Allah (Rm. 3:20). Perbuatan baik kita menjadi sia-sia. Lalu, bagaimana kita dapat memperoleh pembenaran di hadapan Allah?
“Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” - Roma 5:1-5
Dasar dari pembenaran kita adalah karya Kristus di kayu salib. Pada salib, tampak nyata bukti keadilan dan kemurahan Allah. Allah adil karena Yesus yang disalib menggantikan manusia untuk menanggung hukuman atas dosa. Ini karena salah satu konsekuensi dosa adalah hukuman, jadi manusia yang berdosa harus dihukum. Yesus, yang tidak berdosa, menampung seluruh dosa manusia dan menerima murka Allah atas dosa (2 Kor. 5:21). Hal ini perlu Yesus lakukan supaya kita dapat dibenarkan oleh Allah.
Di sisi lain, kita melihat kemurahan dan kasih Allah. Coba bayangkan, seandainya kita yang menanggung hukuman sesah dan salib seperti Yesus. Saya kira kita tidak akan kuat. Itulah mengapa Allah sangat pemurah sebab kita tidak perlu menderita karena menanggung hukuman atas dosa kita. Selain itu, Yesus adalah hadiah terbesar untuk kita karena Ialah Anak Tunggal Allah yang dikurbankan demi pendamaian atas dosa-dosa kita. Allah yang sangat mengasihi manusia adalah Allah yang berinisiatif untuk memperbaiki hubungan dengan manusia, yang telah terpisah oleh karena dosa (1 Yoh. 4:10).
“Salib-Mu, Kristus, tanda pengasihan mengangkat hati yang remuk redam,
membuat dosa yang terperikan di lubuk cinta Tuhan terbenam.”
Petrus mengatakan bahwa kasih menutupi banyak sekali dosa (1 Pet. 4:8); demikian pula kasih Kristus yang begitu besar menutupi dosa-dosa kita. Seperti lirik lagu di atas, pada salib Kristus tampak nyata kasih-Nya. Kasih yang tidak hanya mengampuni dosa, tetapi juga yang melahirbarukan kita. “Tells us that we, in Thee, have been reborn,” demikian bunyi lirik aslinya.
Photo by Jon Tyson on Unsplash
Karya Kristus di kayu salib merupakan anugerah yang dapat kita terima secara cuma-cuma. Yang perlu kita lakukan adalah beriman kepada Kristus (Rm. 5:2). Melalui iman kepada Kristus, kita memperoleh anugerah keselamatan itu. Roh Kudus akan bekerja untuk menyucikan hati kita dan melahirbarukan kita sehingga kita dimampukan untuk taat kepada Allah. Kita dibebaskan dari jeratan dosa yang membuat hati kita mengarah kepada apa yang jahat. Dengan demikian, kita memiliki pengharapan bahwa kita mampu memakai kehendak bebas kita untuk memilih melakukan apa yang dikehendaki Allah. Sekalipun kita masih mungkin berbuat dosa, Roh Kudus menolong kita melalui orientasi yang sudah diperbarui, yaitu memandang kepada Allah.
“Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” - Roma 5:8
Betapa menakjubkannya kasih Allah! Ia mengasihi kita bahkan ketika kita masih berdosa. Jika kita membaca ayat 6-11, kita akan memahami betapa luar biasanya karya Allah melalui Kristus yang mengubahkan hidup kita. Oleh karena Kristus, dosa dan maut dikalahkan, serta hukuman dan rasa bersalah dihapuskan. Di hadapan Allah sebagai hakim, kita memiliki status benar. Oleh karena Kristus juga, kita diadopsi menjadi anak-anak Allah dan memiliki jaminan hidup kekal. Hubungan manusia dengan Allah diperdamaikan dan kita dimampukan untuk membuktikan imannya melalui perbuatan baik yang bisa kita lakukan.
“Sanggupkah kau memberi seberkas cahaya?”
Derita kita karena dosa sudah berubah menjadi sukacita; ratapan kita sudah diubah menjadi tarian (Mzm. 30:12). Kristus sudah menyelamatkan kita dari dosa dan maut; apakah yang kurang lagi? Karena keselamatan kita merupakan anugerah, sudah sepatutnya kita bermegah dalam Kristus. Bukan perbuatan kita yang menyelamatkan, tetapi Kristus yang kepada-Nya kita berimanlah yang menyelamatkan (Ef. 2:8-9). Kristus jugalah yang memampukan kita untuk melakukan pekerjaan baik yang sudah Allah persiapkan (Ef. 2:10). Dapatkah kita memancarkan terang Kristus melalui pekerjaan baik yang kita lakukan?
Mari kita refleksikan:
Ingat kembali momen pertobatan dan kelahiran baru kita secara pribadi. Bagaimana Allah bekerja dalam momen tersebut?
Apa hal konkret yang dapat kita lakukan sebagai bentuk respons kita terhadap anugerah keselamatan yang Allah karuniakan?
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: