Ada penelitian yang menyatakan bahwa kita akan lebih fokus pada irama lagu ketika kita sedang senang, tetapi akan fokus pada liriknya ketika kita sedang sedih.
Tubuh dalam istilah "Men sana in corpore sano" dapat diibaratkan seperti sebuah lagu. Dalam sebuah lagu terdapat lirik dan irama yang sebetulnya merupakan satu kesatuan. Baik lirik dan irama sama-sama mendukung orang yang mendengarkan lagu tersebut untuk mendapatkan makna. Ada penelitian yang menyatakan bahwa kita akan lebih fokus pada irama lagu ketika kita sedang senang, tetapi akan fokus pada liriknya ketika kita sedang sedih. Itulah pentingnya keserasian antara lirik dan irama dari sebuah lagu. Image by whoalice-moore from Pixabay
Indahnya lirik dalam sebuah lagu terkadang bisa saja tidak ada artinya bagi orang yang mendengarkan, tetapi indahnya lirik tersebut akan lebih berarti ketika diimbangi dengan irama yang sesuai. Lagu bahagia haruslah dengan irama yang cepat/bahagia. Sedangkan lagu sedih haruslah punya irama yang mendayu-dayu/sedih. Hal ini jugalah berlaku bagi tubuh dan jiwa kita. Tubuh indah atau rupawan yang kita miliki haruslah seimbang dengan jiwa yang ada dalam diri kita. Kebanyakan orang menjaga tubuh supaya selalu terlihat menawan tanpa menyadari semuanya itu tidaklah berarti jika jiwa yang ada tidak seimbang dengan keindahan tubuh.
Manusia memiliki fisik (tubuh) dan psikis (jiwa). Fisik adalah bagian dari manusia yang dapat terlihat oleh mata telanjang. Namun, terbalik dari itu, psikis manusia tidak bisa dilihat secara kasat mata bahkan dengan bantuan lensa zoom dan mikroskop sekalipun. Psikis dapat dirasakan oleh pribadi manusia itu sendiri. Kedua hal yang berbeda ini memanglah sulit untuk diseimbangkan bahkan dijadikan satu kesatuan. Sebagian besar orang berpikir bahwa menjaga kesehatan psikis tidaklah semudah menjaga kesehatan fisik apalagi untuk menyeimbangkan keduanya.
Sebenarnya, kedua hal ini terkadang secara alamiah saling mempengaruhi. Misalnya, ketika kita merasakan sakit kepala, maka pada saat itu juga kita merasa tidak nyaman dan tidak mampu berkonsentrasi melakukan sesuatu. Rasa tidak nyaman dan tidak mampu berkonsentrasi inilah merupakan sakit psikis yang dialami ketika sakit fisik terjadi. Hal yang sama juga akan terjadi ketika seseorang mengalami sakit psikis. Seseorang yang mengalami sakit psikis, terkadang juga mempengaruhi fisiknya. Misalnya, seseorang yang mengalami trauma cenderung sering deg-degan dan keringat dingin ketika ia merasa traumanya terulang kembali.
Sakit fisik dan sakit psikis memang pada dasarnya bisa disembuhkan. Sakit fisik bisa saja dengan mudahnya sembuh dengan mengkonsumsi obat-obatan. Namun, hal tersebut belum tentu berlaku untuk seseorang yang mengalami sakit psikis. Dalam hal ini, orang yang mengalami sebuah kejadian yang dianggap buruk dan berujung pada sebuah trauma yang mendalam. Kesembuhan dari seseorang tersebut bukan hanya didorong dari obat-obatan yang ia konsumsi, tetapi juga harus didorong oleh keinginan dirinya sendiri dan dukungan orang disekitarnya. Seseorang yang mengalami trauma ini bisa dikatakan sembuh secara utuh ketika ia tidak lagi merasa trauma dengan apa yang pernah ia alami meskipun pengalaman tersebut diungkit oleh banyak orang.
***
Saya adalah seorang wanita yang masih berumur 19 tahun. Sama seperti manusia pada umumnya, banyak sekali tantangan kehidupan yang silih berganti hadir dalam kehidupan saya, baik pengalaman baik maupun pengalaman yang saya anggap buruk. Namun, pengalaman-pengalaman inilah yang membentuk saya sampai pada saat ini.
Waktu itu, umur saya masih 15 tahun. Saya harus kehilangan sosok mama, karena kecelakaan yang menimpanya. Saya tidak tahu apa yang saya rasakan saat itu, air mata pun tidak dapat lagi menetes ketika melihat tubuh mama yang telah terbujur kaku. Banyak hal yang berubah seketika itu juga. Saya yang dulunya anak yang selalu dimanja, sekarang harus belajar menjadi anak yang mandiri.
Image by Benjamin Balazs from Pixabay
Kekuatiran pun muncul setiap harinya. Kuatir dengan apa yang terjadi nanti ketika saya tidak lagi bersama dengan mama. Kuatir dengan bisa atau tidaknya saya menjalani semuanya ini. Sampai pada suatu ketika, kekuatiran itu berujung pada sebuah tekanan dalam diri saya. Saya sangat merasa tertekan dengan segala sesuatu yang ada saat itu. Saya bukanlah orang yang bisa hidup di bawah tekanan dan saat itu perasaan saya sendiri yang membuat saya hidup di bawah tekanan. Sampai pada akhirnya, tekanan seperti terus ada dan semakin besar dalam diri saya membuat saya berpikir untuk meluapkan semua itu dengan melukai diri saya sendiri.
Hal ini sempat terulang kembali ketika saya sudah duduk di bangku perguruan tinggi. Ketika saya merindukan sosok mama yang selalu menemani saya dulu, saya kembali lagi merasakan tekanan akibat kekhawatiran yang saya buat sendiri. Tekanan tersebut selalu mendesak saya untuk melukai diri saya sendiri. Image by Gerd Altmann from Pixabay
Namun, semuanya berbeda ketika saya mengenal "dia" yang mengajarkan untuk lebih dekat dengan Dia. Perjumpaan saya dengan "dia" tentunya sebuah rencana dari Dia. Perjumpaan yang tidak disangka bisa terjadi justru menjadi sebuah awal yang merubah pribadi saya. Sosok "dia" mengajarkan saya banyak hal untuk menghargai kehidupan yang telah diberikan oleh Dia. Satu kalimat yang selalu dikatakan oleh "dia" ketika saya merasa tertekan adalah "Ketika kamu merasa tertekan dan membutuhkan ketenangan, berdoalah dan kamu akan mendapatkan ketenangan itu dari Dia. Manusia bisa saja memberikan kamu ketenangan, tapi itu hanya sementara". Kalimat inilah yang membuat saya akhirnya selalu menyerahkan setiap tekanan dan pergumulan saya kepada Dia melalui doa.
***
1 Korintus 10:13
“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya”
Perikop di atas secara jelas mau menerangkan, lewat Paulus, bahwa Allah selalu setia dan bersama dengan kita. Allah tidak mungkin memberikan pencobaan yang melebihi kekuatan kita sendiri. Jika kita menghadapi pencobaan-pencobaan, Allah tahu bahwa kita sanggup untuk menghadapi pencobaan itu. Allah pun selalu bersama dengan kita dalam segala pencobaan kita. Itulah yang kami rasakan sekarang. Meskipun tertekan karena merasa tidak sanggup untuk menghadapi pengalamannya itu, Vio mulai yakin bahwa apa yang terjadi merupakan rencana Allah semata dan rencana Allah pada akhirnya pun yang menghasilkan sesuatu yang baik pula.
Image by Sasin Tipchai from Pixabay Meski kita yakin bahwa Allah selalu ada bersama dengan kita di segala waktu, mungkin ada beberapa dari kita yang merasakan bahwa Allah tidak ada ketika kita mengalami pencobaan. Namun, hal yang perlu kita ingat adalah, “Seorang guru akan diam ketika murid-muridnya mengerjakan soal ujian.”
Berkeyakinan teguhlah dan percaya bahwa hanya Allah saja yang mampu untuk membantu kita dalam segala pencobaan, meskipun terkadang kita seperti tidak merasakan secara langsung. Selain itu sosok Dia melalui Allah, kita juga memerlukan sosok "dia" melalui sesama kita. Tetapi kita tidak bisa hanya duduk diam menunggu "dia" untuk hadir di hidup kita. Mulailah dengan kita menjadi sosok "dia" bagi orang lain yang memerlukan bantuan kita. Pasti semuanya akan berbalik kepada kita dan kita juga akan mendapatkan sosok "dia" dalam hidup kita.
*In collaboration with Jeremy Sitindjak
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: