Hati-Hati Di Jalan: Sebuah Doa Penuh Air Mata

Best Regards, Live Through This, 14 April 2022
“Aku berdoa agar kami dapat menapaki jalan masing-masing. Namun, jika boleh ya Tuhan, tujuan kami sama. Hehehe hiks”


"Kau melanjutkan perjalananmu, Ku melanjutkan perjalananku

...

Kukira takkan ada kendala, Kukira ini 'kan mudah

Kau-aku jadi kita, Kukira kita akan bersama

Hati-hati di jalan"


Itulah penggalan syair lagu yang membuat galau jutaan pasang telinga satu bulan terakhir. Tidak sedikit dari kita mungkin membawa hubungan dengan pasangan kita kepada Tuhan, di dalam doa. Namun, ternyata doa-doa tentang dia yang telah dilantunkan tiap malam dan untaian permohonan serta ungkapan syukur yang selalu terucap ketika teringan tentangnya, seakan-akan dijawab “tidak” oleh Tuhan.

Sudah berdoa terus menerus dan mendoakan agar selalu bersama, ternyata keadaan menjungkir-balikkan semuanya. Entah ditinggal sedang sayang-sayangnya, menyaksikan dia menggandeng orang lain, ataupun keadaan-keadaan yang memaksa kita untuk berpisah, tampaknya perpisahan ini menjadi peristiwa yang sangat menyedihkan. Tidak ada lagi tawa renyah dalam video call mu, tidak ada lagi semangat yang mengiring pekerjaanmu yang tampak membosankan itu, dan tidak ada lagi kehangatan telapak tangan yang selama ini kau genggam.

Siapa yang salah? Tentu masing-masing dari kita mungkin bisa mengasumsikan siapa yang bersalah. Namun, ternyata tidak sedikit orang menyalahkan Tuhan karena kecewa doanya tidak terjawab. Ada yang merasa Tuhan mengulur-ulur waktu untuk mengabulkan. Ada juga yang kecewa doanya tidak didengar. Sampai pada suatu titik, ada yang akhirnya menyerah di dalam pengharapannya. Apa yang salah? Tampaknya, hal yang paling sering terjadi adalah seseorang keliru memaknai aktivitas berdoa. Tampaknya kita perlu memeriksa aktivitas doa kita

Setidaknya, ada dua hal mengapa seseorang bisa kecewa dengan doa yang tampaknya tidak dijawab. Pertama, ia berpikir bahwa doa dapat memaksa Tuhan untuk bertindak semau kita. Doa, bila dengan yakin didoakan memang sangat besar kuasanya. Namun, doa bukan berarti sebuah media untuk memaksakan kehendak kita di atas kehendak Tuhan. Apalagi, ia berpikir bahwa doa dapat mengubah kehendak Tuhan seturut dengan kehendak kita. Kita bersikeras kepada Tuhan agar kita tetap bersama dengannya. Namun naas, sampai sekarang bayang-bayangnya pun tak tampak di pandangan kita.

Kedua, ia berpikir bahwa doa adalah sebuah jalan yang instan untuk mencapai sesuatu. Mungkin ada dari kita yang berpisah karena konflik yang sangat besar. Mungkin tidak sedikit dari kita lari ke Tuhan dan menjadikan doa sebagai proses instan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Alih-alih berproses bersama pasangan, kita malah hanya berdoa tanpa melakukan hal lainnya.

Dua anggapan inilah yang membuat seseorang akan jatuh ke dalam kekecewaan ketika doanya tampak dijawab “tidak” oleh Tuhan. Seakan-akan, pasangan kita dan Tuhan mencampakkan kita hingga di dalam kondisi sekarang. Pengharapan apa yang harus kita bangun di dalam situasi ini?

Dalam membangun pengharapan di dalam Tuhan, apapun itu kondisi dan permasalahan yang sedang kita alami, kita perlu membangun pemahaman yang baru dan menata sikap kita. Pemahaman yang perlu dibentuk adalah tentang berdoa. Doa memang menjadi sebuah laku untuk mengutarakan isi hati kita kepada Tuhan. Tetapi kita harus ingat, bahwa doa bukan hanya tentang komunikasi kehendak-kita-kepada-Tuhan, tetapi juga kehendak-Tuhan-kepada-kita. Bukan Tuhan yang menyesuaikan kehendak kita, tetapi kitalah yang menyesuaikan diri dengan kehendak Tuhan.

Selain itu, kita perlu memahami bahwa terkadang Tuhan menjawab “tidak” pada beberapa permohonan kita. Alkitab setidaknya mengisahkan dua “sikap penolakan” Allah terhadap doa, yaitu kepada Daud (yang berdoa memohon kesembuhan anaknya – 2 Samuel 12:15-18) dan kepada Paulus (yang memohon kesembuhan atas penyakitnya – 2 Korintus 12:7-10). Tentu, secara manusiawi kita tidak dapat memahami “penolakan” begitu saja. Namun, dalam kesaksian Alkitab pun, dua orang ini dipakai Tuhan luar biasa.

Kita perlu memahami bahwa ketika Tuhan menjawab “tidak”, secara sederhana kita dapat memahami menjadi dua hal: tidak sekarang dan tidak sama sekali. “Tidak sekarang” berarti Tuhan sedang membentuk diri kita di dalam pengharapan dan kesabaran, sedangkan “tidak sama sekali” berarti Tuhan punya rencana yang lebih baik bagi kita, melampaui yang kita minta.

Jika saat ini kita diperhadapkan dengan situasi perpisahan dan perasaan doa yang diabaikan oleh Tuhan, mari kita menata sikap kita. Kita dapat menata kembali secara perlahan hidup dan sikap kita dengan penuh pengharapan akan setiap doa yang kita untaikan,  bertindak penuh kesabaran, tidak gegabah, mencoba memahami situasi, belajar dari kesalahan, dan lain sebagainya. Inilah sikap resilien, sikap yang tidak sudi tunduk pada situasi malang dan kesedihan yang berlarut. Percayalah, dalam hati kita saat ini yang remuk redam, Allah hadir dan mendengar setiap galau dan bahasa yang diungkap oleh air mata kita.

Biarlah kita saat ini berdoa dengan cucuran air mata “hati-hati di jalan” dengan keyakinan bahwa kita dan dia yang pergi akan sampai ke tujuan masing-masing dengan penuh kegembiraan di dalam penyertaan Tuhan. Kita tidak akan tahu apa yang terjadi kelak, yang pasti, kita akan bertemu yang terbaik bagi diri kita. Semoga orang itu, atau mungkin orang lain.


“Aku berdoa agar kami dapat menapaki jalan masing-masing. Namun, jika boleh ya Tuhan, tujuan kami sama. Hehehe hiks” 

LATEST POST

 

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Kalimat pada judul yang merupakan bahasa latin tersebut berasal dari slogan sebuah klub sepak bola t...
by Jonathan Joel Krisnawan | 27 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER