Hari itu, umat manusia menyadari sebuah kengerian, dan betapa memalukannya hidup bagai dalam kandang hewan....
“Suatu hari, kita akan pergi ke luar dinding, kan? Jauh di luar dinding ini, ada air yang terbakar, tanah yang terbuat dari es, dan hamparan pasir yang sangat luas. Itulah… dunia di mana orang tuaku ingin ke sana!”
Begitulah kata-kata Armin Arlert yang menjadi definisinya akan kebebasan. Keinginan untuk menjelajahi dunia di luar dinding tempat ia, Eren Yeager, dan Mikasa Ackerman tinggal. Saat itu, mereka hidup dalam suasana yang aman dan tentram di balik dinding besar bernama Wall Maria, tepatnya di wilayah Shiganshina. Salah satu dinding dalam tiga lapis dinding besar dalam cerita "Attack on Titan", dua lainnya ialah tembok Rose dan Sina yang keseluruhannya terletak di Pulau Paradis.
Namun siapa sangka, ada hari yang tak pernah dinantikan yang datang di depan mereka. Raksasa yang lebih tinggi dari tembok itu (Colossal Titan) “menyapa” penduduk yang ada di sana.
© Hajime Isayama, Kodansha/WIT Studio
Seketika, gerbang tembok itu hancur. Lalu, masuklah para raksasa lainnya (yang disebut Titan) yang membuat suasana menjadi mencekam. Mereka berjalan…. dan memakan orang-orang hidup-hidup. Semua orang berlari menyelamatkan diri, termasuk Eren dan kawan-kawan. Eren dan Mikasa langsung berlari ke rumah tempat mereka tinggal bersama, sementara Armin memanggil Hannes yang merupakan anggota skuad penjaga dinding. Ibu dari Eren (Carla Yeager) tertimpa puing-puing dari rumahnya dan walaupun Hannes datang tepat waktu, nasibnya tetap tidak dapat diselamatkan.
Naas, Eren harus menyaksikan sendiri ibunya dimakan oleh Titan….
© Hajime Isayama, Kodansha/WIT Studio
Duka dan amarah mendalam pada Eren bercampur aduk menjadi satu karena tragedi tersebut, sehingga ia bertekad dalam dirinya sendiri:
“Aku akan menghancurkan semuanya!
Sampai tak ada satupun yang tersisa… di muka bumi ini!”
© Hajime Isayama, Kodansha/WIT Studio
Tragedi ini juga semakin memperkuat keinginannya masuk Survey Corps, salah satu unit satuan militer yang terkuat di tempat Eren tinggal. Pasukan yang berani mati untuk membasmi para Titan di luar sana sebelum mereka masuk wilayah dinding, dan seringkali pulang hanya dengan sedikit sekali sisa pasukan, di mana ibu Eren melarangnya untuk bergabung ke sana ketika beliau masih hidup. Didorong oleh keingintahuannya akan dunia luar sekaligus ingin membalas kematian ibunya, Eren berhasil lolos dalam tahap menjadi kadet angkatan ke-104.
Dan teror itu datang kembali….
© Hajime Isayama, Kodansha/WIT Studio
Berbagai pertarungan melawan Titan dan pencarian akan Titan dan asal-usulnya bermula dari sini. Dalam perkembangannya, kita dapat melihat bagaimana perbedaan setiap karakter memaknai kebebasan:
Bagi Armin, ia ingin melihat bagaimana dunia yang indah, yang lebih indah dan luas dari yang biasa ia lihat.
Bagi Erwin Smith yang saat itu menjadi komandan Survey Corps, kebebasan adalah ketika ia akhirnya dapat membuktikan teori tentang dunia luar yang dikatakan oleh ayahnya (yang karenanya membuat ayahnya dibunuh oleh satuan Polisi Militer). Demi keinginan inilah, ia bahkan berani mengorbankan prajurit-prajuritnya sendiri dalam misi-misi yang mematikan.
Bagi Jean Kirstein, kebebasan adalah ketika ia akhirnya berkeluarga dan menjalani hidup yang damai.
Bagi Historia Reiss yang merupakan keturunan monarki Fritz (di mana mereka mengganti marga dari Fritz menjadi Reiss), kebebasan adalah ketika ia bisa hidup tenang tanpa harus berperang karena perebutan dan pewarisan kekuatan 9 Titan, dan ia pun akhirnya mencapai keinginannya ketika meraih tahta menjadi ratu di Paradis.
Bagi bangsa Eldia, kebebasan adalah ketika mereka tidak lagi menerima perlakuan rasisme dari bangsa Marley yang sudah lama berlangsung sejak peperangan besar (Great Titan War) ratusan tahun lalu.
Bagi orang Eldia di Paradis, kebebasan adalah ketika tempat mereka tidak lagi diserang Titan.
Dan bagi Eren, kebebasan adalah ketika tidak ada lagi kekuatan Titan di dunia ini.
Kita dapat melihat bahwa definisi kebebasan bagi karakter-karakter ini semuanya berbeda. Semuanya bersifat kondisional, bergantung pada kondisi dan pengalaman masing-masing. Apakah kita bisa menemukan arti kebebasan sejati hanya dari apa yang mereka inginkan?
© Hajime Isayama, Kodansha/MAPPA Studio
Demi keinginannya untuk bebas bersama kaum Eldia di Paradis, Eren akhirnya menghancurkan dunia melalui rumbling, mengerahkan seluruh Colossal Titan yang awalnya sudah menjadi tiga dinding besar tersebut untuk menghancurkan dunia. Eren memulainya dari Marley, di mana bangsa mereka melakukan tindakan rasisme kepada kaum Eldia yang tinggal di sana, serta mengirim banyak Titan untuk meneror kaum Eldia di Paradis yang mereka anggap keturunan setan. Ia ingin penghancuran terus berlanjut hingga tidak ada lagi manusia di luar Paradis. Ironisnya, hingga kematiannya di Fort Salta, ia sama sekali tidak bebas. Selain ia menjadi budak atas keinginannya untuk bebas, ia juga menjadi budak dari Ymir Fritz (pemilik kekuatan Titan pertama) yang jiwanya tidak pernah bebas bahkan setelah kematiannya, dan ia menunggu seseorang untuk membebaskannya hingga ia bisa menghancurkan dunia (melalui Eren Yeager).
© Hajime Isayama, Kodansha/MAPPA Studio
“Setiap manusia pasti menjadi budak atas sesuatu.” - Kenny Ackerman
Begitulah kalimat dari salah satu tokoh "Attack on Titan" yang saya rasa sangat cocok untuk menjelaskan bahwa kebebasan sejati di dunia ini memang tidak ada. Kebebasan sejati hanya dapat diperoleh oleh sosok yang absolut, dan hanya bisa diberikan oleh sosok yang absolut juga. Saya yakin Ignite People yang membaca sudah tahu jawabannya: kebebasan sejati hanya ada pada Yesus Kristus, Sang Firman yang membuat kita ada dalam keterikatan yang membebaskan. Kebenaran ini pun dinyatakan oleh Yesus melalui Yohanes 8:32:
"dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu."
Dalam detik-detik terakhir hidup-Nya sebelum disalibkan, Yesus mempertegas pernyataan ini dengan kalimat berikut:
"Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6)
Nah, keterikatan yang bagaimana yang membebaskan? Apakah ini terdengar seperti paradoks, atau kontradiktif? Tentu tidak, sebab keterikatan tersebut berarti hubungan yang erat dengan Tuhan dan mau taat pada perintah dan kehendak-Nya, sehingga kita dapat menjadi orang-orang yang bebas. Keterikatan yang membebaskan ini diumpamakan oleh Yesus melalui pokok anggur dan ranting-rantingnya (Yohanes 15:1-8). Ranting anggur mungkin masih akan tetap terlihat baik-baik saja jika tidak menempel pada pokoknya, tetapi ranting itu tidak akan mendapatkan nutrisi yang dibutuhkannya, bahkan akan mati dan menjadi tidak berguna. Begitu pula dengan kita yang dipanggil menjadi para murid Kristus. Tanpa melekat penuh pada-Nya, kita tidak akan memiliki kebebasan untuk hidup seperti yang Allah rindukan.
Tentu kita sudah sering mendengar narasi ini, bukan? Namun, ada satu fakta yang sering kali diabaikan, yaitu bahwa Yesus sendiri harus melakukan pengorbanan terbesar demi memberikan kebebasan tersebut pada manusia (Yohanes 3:16). Relakah kita sebagai manusia untuk ikut berkorban bersama-Nya?
Kita akan bahas lebih dalam lagi pada bagian kedua.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: