Siapa yang berpegang pada sabda Tuhan dan setia mematuhinya, hidupnya mulia dalam cah’ya baka bersekutu dengan Tuhannya. Reff Percayalah dan pegang sabdaNya: hidupmu dalam Yesus sungguh bahagia! (NKB 116 :1 Siapa Yang Berpegang)
Sudah dua bulan kita berada di rumah. Bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah di rumah. Setiap kali kita membuka mata, keingintahuan tentang kabar dunia pada hari ini selalu muncul. Kabarnya nyaris selalu sama: Penambahan jumlah pasien. Dunia kita ini masih menghadapi wabah Covid-19 dan pergulatannya terus berlanjut. Lantas muncul pertanyaan dalam benak kita - kapan pandemi ini akan berakhir?
Mungkin hal yang sama ditanyakan oleh kesepuluh orang kusta dalam Lukas 17: 11-19. Di samping merasakan derita akibat penyakit, mereka juga menghadapi stigma negatif dari masyarakat. Sampai sekarang, stigma tersebut masih sama bunyinya: “Kamu menderita karena dosamu sehingga kamu dikutuk Tuhan!” Maka bisa jadi mereka saling bertanya, “Sampai kapan penyakit ini akan berakhir?” Sampai akhirnya, harapan mereka untuk sembuh jadi kenyataan. Mereka menemui Yesus yang melewati desa mereka (ayat 12). Bagi mereka, kedatangan Yesus tentu bukan sebuah kebetulan. Mereka yakin Allah mendengar doa mereka dengan mengirim Yesus kepada mereka.
Ketika mereka melihat Yesus agak jauh, segera mereka berteriak:
“Yesus, Guru, kasihanilah kami!” (ayat 13).
Matthew Henry memberi keterangan bahwa mereka berteriak karena hukum Yahudi mengharuskan orang tahir/bersih menjaga jarak dengan orang kusta. Teriakan ini juga bukan sembarang teriakan; melainkan luapan emosi dan harapan yang terpendam dalam hati mereka selama ini. Matthew Henry mengatakan, “Mereka tidak meminta supaya disembuhkan dari penyakit kusta, melainkan memohon, ‘Kasihanilah kami’; dan itu pun cukup untuk menimbulkan belas kasihan Kristus, sebab belas kasihan-Nya tak habis-habisnya.”
Apakah Yesus mendengar seruan mereka? Ya, Dia mendengar mereka. Apakah Yesus bersedia menyembuhkan mereka? Bersedia. Lalu Dia menyembuhkan mereka saat itu juga? Tidak. Yesus justru menyuruh mereka untuk pergi menghadap para imam! Itu bukan sesuatu yang baru, karena hukum untuk mentahirkan orang kusta terdapat pada Imamat 14:1-32. Karena Yesus taat akan hukum, maka Ia menyuruh mereka untuk memperlihatkan diri mereka pada para imam supaya tubuh mereka diperiksa, apakah sudah bersih dari kusta atau belum.
Masih di ayat yang sama, dengan perintah Yesus (ayat 14), orang kusta itu pergi melaksanakannya. Tidak hanya seorang saja, tapi semuanya! Kalau kita pikir-pikir, seharusnya mereka sedikit tahu bagaimana cara Yesus menyembuhkan penyakit. Tetapi, mengapa mereka menjalani apa yang Yesus lakukan, padahal bisa saja mereka sadar kalau itu tidak seperti cara yang biasanya? Jawabannya, karena mereka taat dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Yesus.
Dalam teriakan mereka, mereka mengakui Yesus adalah Guru. Tidak hanya Guru, tetapi Sang Juruselamat juga. karena pengakuan itu, mereka menuruti, mematuhi, dan menaati apa yang Yesus katakan. Walaupun tidak disembuhkan on the spot, mereka yakin bahwa mereka akan sembuh dengan cara yang sama seperti Naaman. Naaman disembuhkan oleh Elisa dari penyakit yang sama. Naaman yang semula tidak percaya, akhirnya dia percaya, melakukannya, dan disembuhkan.
Kembali ke sepuluh orang tadi. Dalam perjalanan, mereka mendapati diri mereka sembuh/ tahir kembali. IGNITE People bisa membayangkan betapa bahagianya mereka setelah lepas dari penderitaan yang mereka alami, baik secara fisik maupun psikis. Mereka melanjutkan perjalanan dengan sukacita.
Tetapi, ada satu dari sepuluh orang itu yang tidak ikut pergi. Dia justru kembali kepada Yesus (ayat 15). Apakah dia kehilangan iman? Tidak. Justru dia sudah sembuh dengan imannya sehingga tidak mungkin dia kembali karena tidak beriman. Justru dia kembali karena dia tahu siapa yang menyembuhkannya. Tidak hanya sekedar tahu, tetapi mengalami sendiri Sang Penyembuh itu. Sehingga, ia merasa perlu untuk mengucap syukur pada-Nya.
Ketika sampai, orang ini tersungkur di hadapan Yesus (ayat 18). Jika dilihat dalam bahasa aslinya secara literal, orang ini meletakkan kepalanya di kaki Yesus. Ini merupakan bentuk kerendahan hati dan penyembahan yang sungguh amat dalam. Bahkan dia memuliakan Allah dengan suara yang nyaring.
Yesus bertanya pada orang itu,
“Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?” (ayat 18).
Apakah Yesus tidak tahu kemanakah mereka? Tidak. Sebenarnya Yesus sudah tahu kemanakah kesembilan orang yang lain. Bahkan Dia pun tahu asal-usul mereka. Satu orang yang kembali itu diyakini adalah orang Samaria, sedangkan sembilan yang lainnya adalah orang Yahudi. Karena itu, Yesus menyebut orang itu sebagai orang asing. Bahkan Yesus memuji orang itu karena dia beriman dengan sungguh-sungguh sehingga dia sembuh (ayat 19)
Dari sini kita bisa melihat, orang Samaria bisa sangat mengenal siapa Yesus: Mesias, Anak Allah Yang Mahatinggi. Tetapi kesembilan orang tadi justru tidak mengenal siapa Yesus. Apakah mereka bersyukur? Ya, mereka bersyukur. Tetapi mereka tidak ingat siapa yang menyembuhkan mereka. Padahal mereka disembuhkan oleh Allah sendiri! Mereka bersyukur demi kepentingan diri sendiri; mereka bisa kembali berkumpul bersama keluarga, lepas dari pengucilan dan diterima masyarakat, dan tentunya mereka bisa melaksanakan ritual keagamaan kembali tanpa kenal siapa Yesus, Sang Mesias yang mereka nanti-nantikan.
IGNITE People, berapa lama kita menjadi orang Kristen? Sudahkah kita percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dengan kesungguhan hati? Kadang mungkin kita masih seperti kesembilan orang kusta yang sembuh itu. Kita mengatakan,“Aku percaya kepada Tuhan Yesus!” padahal hati kita masih jauh dari-Nya. Mari kita belajar untuk sungguh-sungguh mengenal dan mengikutiNya setiap hari.
Di masa pandemi ini, Tuhan telah menyediakan segala fasilitas yang kita butuhkan agar terhindar dari Virus Covid-19. Tuhan juga meminta kita untuk menjaga diri lewat himbauan pemerintah. Di sinilah kita sedang diuji untuk taat. Pertanyaannya, sudahkah kita taat kepada pemerintah sebagai bagian dari ketaatan kita kepada Allah yang kita percayai?
Belajarlah juga dari satu orang kusta yang kembali untuk selalu bersyukur kepada Allah. Menyatakan kemuliaan Allah dan kebaikan-Nya harus menjadi alasan utama kita bersyukur. Setelah kita bersyukur kepada Allah, beritakanlah Allah kepada sekitar kita.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: