Rasanya kita semua mulai merindukan natal yang meriah untuk tahun ini. Kita merindukan dekorasi yang cantik, lagu-lagu natal terbaik, bahkan romantisme yang selalu ada saat natal.
Hampir dua tahun penuh kita berada dalam kondisi pandemi. Tahun 2020 yang lalu, sepertinya banyak orang yang berharap bahwa kita sudah akan merayakan natal secara normal seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun, faktanya pandemi tak kunjung usai hingga penghujung tahun 2020 dan harus memaksa gereja untuk merayakan natal secara sederhana. Gereja seperti dipaksa membuang segala semarak natal dan kembali pada natal yang berfokus pada keluarga. Bagi beberapa keluarga sepertinya natal tahun 2020 menjadi natal pertama di mana mereka bisa merayakan bersama dengan keluarga di rumah mereka sendiri. Bukan di gereja, bukan di restoran mewah, bukan di hotel, atau bukan di mall sambil berbelanja. Ada yang merasakan sukacita, tetapi saya yakin ada juga yang merasa kikuk dan tidak tahu harus melakukan apa. Satu hal yang pasti, natal 2020 menjadi pengalaman yang baru bagi hampir setiap keluarga dan juga gereja.
Pada waktu penulisan artikel ini, kondisi pandemi di Indonesia mulai membaik. Penambahan kasus terbilang rendah dan program vaksinasi terus dipercepat. Berbagai tempat umum pun mulai ramai dikunjungi orang. Gereja-gereja perlahan mulai membuka pintunya kembali dan mengadakan ibadah secara ragawi sambil tetap menayangkan secara livestream melalui channel YouTube masing-masing gereja. Bersamaan dengan itu gereja pun sedang sibuk dengan persiapan natal. Panitia natal yang telah dibentuk mulai menjalankan rencana yang telah disiapkan.
Ada optimisme dalam benak gereja (termasuk kita semua yang membaca ini) bahwa keadaan akan tetap baik-baik saja menjelang pergantian tahun. Kalau mau jujur, rasanya kita semua mulai merindukan natal yang meriah untuk tahun ini. Kita merindukan dekorasi yang cantik, lagu-lagu natal terbaik, bahkan romantisme yang selalu ada saat natal.
Pertanyaannya akankah kemeriahan dan romantisme natal yang kita rindukan justru mengaburkan kesederhanaan natal yang kita rayakan di tahun sebelumnya? Sungguhkah natal perlu dirayakan begitu mewah dan meriahnya?
Rasanya sebagian besar dari kita sudah tahu tentang cerita natal pertama dan keadaan pada waktu tersebut. Tidak ada lampu yang berkelap-kelip, tidak ada lagu-lagu yang mengiringi, tidak ada dekorasi yang cantik atau hal-hal lainnya yang kita umum temukan seperti saat ini. Hal yang akan kita temukan adalah penolakan dari orang-orang yang ditemui oleh Yusuf dan Maria, ketidakpastian di tengah persalinan yang makin mendekat, serta suara hewan-hewan ternak dan kaum gembala yang berkunjung di tempat Yesus lahir. Bukan sebuah gambaran yang mirip dengan gambaran kita sekarang. Satu-satunya perayaan yang ada merupakan nyanyian para malaikat yang bersukacita atas kelahiran Mesias. Mereka memberitakan suatu sukacita besar kepada para gembala—orang yang tidak dipandang pada masa itu.
Dalam kesederhanaan yang ada, keluarga kecil tersebut pun dapat merasakan sukacita. Bukan sukacita karena kemeriahan suatu perayaan besar di sebuah rumah kecil di Bethlehem. Melainkan sukacita karena di tengah kesederhanaan dan bahkan mungkin kesulitan yang dihadapi keluarga ini, Sang Juruselamat telah datang ke dalam dunia. Bayi mungil dalam pelukan Maria merupakan bukti penggenapan janji Allah selama ribuan tahun. Ditengah keterbatasan Yusuf dan Maria memahami rencana agung Allah, mereka dapat mengalami sukacita dan damai sejahtera Allah dalam hatinya. Ini juga yang dirasakan oleh para gembala yang datang. Mereka diberikan kehormatan untuk menyambut kelahiran Sang Mesias yang telah mereka nantikan. Setelah mereka membuktikan perkataan malaikat, mereka bersukacita dan memuliakan Allah. Sungguh sebuah hal yang amat menakjubkan yang baru saja dialami oleh para gembala.
Hari ini sepertinya kita lebih mudah menemukan sukacita natal dari Christmas dinner bersama teman atau midnight sale di pusat perbelanjaan. Jauh berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Yusuf, Maria dan para gembala. Tidak ada yang salah dengan merayakan natal dengan kemeriahan. Sebagai makhluk sosial kita memang tidak bisa diisolasi terlalu lama, kita akan merindukan suasana kebersamaan pada akhirnya. Kita rindu bisa berbagi keceriaan natal bersama dengan orang-orang terdekat kita. Kita rindu memberikan dan tentu saja menerima hadiah natal. Masih banyak kerinduan lain yang dapat kita daftarkan sesuai dengan kondisi kita masing-masing.
Hanya apakah kerinduan kita tersebut malah membuat kita melupakan hal utama yang semestinya kita rindukan, yaitu kedatangan Sang Mesias? Dialah yang seharusnya yang menjadi kerinduan terbesar kita. Bukan hanya pada saat natal seharusnya, tetapi dalam seluruh musim kehidupan kita. Apapun yang kita lakukan, apapun yang sedang kita alami, biarlah Kristus yang menjadi kerinduan terbesar kita.
Natal kali ini masih dibayang-bayangi oleh pandemi yang belum usai dan rencana pembatasan sosial demi terus mempertahankan rendahnya angka penularan covid. Meski demikian biarlah kita tetap dapat merasakan sukacita dari kedatangan Sang Mesias pada hari natal. Dalam kesederhanaan atau pun dalam kemeriahan, kasih dan sukacita natal akan terus menaungi kita. Selamat menyambut hari natal 2021!
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: