Kamu Yakin Mau Berubah?

Best Regards, Live Through This, 28 June 2021
“Kalau tidak ingin berubah, jangan berjanji.”

Beberapa kali dalam kehidupan pribadi ini, saya berhenti berdoa. Saya berpikir, saya tidak pantas kembali kepada Tuhan karena terus berbuat dosa. Saya berhenti kembali kepada Tuhan karena merasa sudah tidak mungkin hidup benar. Saya tidak mau berpikir tentang Tuhan karena sepertinya tidak ada gunanya. Dengan pengalaman belasan hingga puluhan tahun beragama Kristen, rasa-rasanya saya tersesat dalam kelana mencari Tuhan dan hidup bagi Dia. 


Ironisnya, pengalaman seperti itu adalah sebuah kesombongan! Semua yang saya alami di atas, berpusat pada "saya": saya merasa, saya berpikir, dan saya-saya yang lain. Dalam usaha bertobat pun adalah kekeliruan kalau pusatnya bukan pada Tuhan. Kita arogan karena berusaha bertobat dengan kekuatan sendiri, atau, kita sombong karena tidak mau bertobat sebab memandang kasih Tuhan sudah habis atas hidup kita.


Photo by Jason Tuinstra on Unsplash  


Seonggok Janji

Kalau banyak dari kita yang hari ini mendengar ungkapan seperti “trust yourself", "yuk, bisa yuk", dan ungkapan-ungkapan lain yang umumnya bernada positif serta mendorong seseorang berubah dan menjadi lebih baik,  hari ini saya mau mengajak kita untuk ragu. Iya, tampaknya aneh, ya? Namun, sebenarnya kita perlu menyangsikan keinginan kita untuk berubah. Kita perlu ragu atas pernyataan bahwa kita sudah percaya dan mengasihi Tuhan. 


Banyak orang mengakui dosa, sadar, bahkan sadar betul terkait perbuatannya yang keliru serta akibat dari dosanya itu. Tidak sedikit orang yang tiba di titik ini. Sebagian besar pun masih dianugerahi perasaan bersalah yang begitu pekat ketika berbuat dosa... dan itu hal yang bagus! Akan tetapi, ketidaknyamanan akan rasa bersalah bisa menjadi tekanan dan membuat kita cenderung mengumbar janji untuk berubah. 


Ingat gak ada orang-orang yang sering bilang ke sesamanya, “Aku janji kok mau berubah,” tapi pada akhirnya tidak berbuat apa-apa? Parahnya lagi, dia bisa makin tenggelam dalam kesalahannya. Di sisi lain, tidak jarang dengan memberikan janji untuk berubah, kita menganggap pertobatan kita sudah tuntas. Nyatanya itu tidak cukup! Orang memberi janji karena dia tidak atau belum memiliki yang dijanjikannya itu. Bila kita berjanji berubah, artinya kita belum berubah! Berjanji untuk berubah tanpa betul-betul berubah bisa jadi, dan memang demikian, adalah bentuk lain dari kesombongan, karena kita tidak rela merendahkan diri dan kembali kepada Tuhan dengan anugerah-Nya.


Jangan karena kita telanjur jatuh, maka berjanji untuk bertobat menjadi mekanisme perlindungan diri. Maksudnya, dengan berjanji bertobat lantas membuat kita terselamatkan dari berbagai perasaan bersalah berlebih dan mengganggu hati. Jangan karena kita telanjur jatuh, memohon ampun menjadi formalitas belaka. Sangsikan cintamu pada-Nya, teman. Jujur saja, hari-hari yang ada sekarang sebenarnya bukan saat-saat yang baik untuk optimis dengan iman kita pada-Nya seperti sebelum keadaan buruk menimpa kita. Walaupun demikian, bukan berarti tulisan ini adalah panggilan untuk tidak percaya Tuhan ataupun agama. Ini adalah seruan untuk memiliki pertobatan yang sejati dan bukan lip service semata. 


Photo by Sammy Williams on Unsplash  


Apakah kita benar-benar mau berubah?

Bila kita renungkan, apakah Tuhan datang sebagai manusia dua ribu tahun yang lalu sekadar supaya manusia yang ada dalam siklus "tomat" alias tobat-kumat (saya pinjam terminologi dari salah satu pengkhotbah yang saya dengar 4-5 tahun silam) bisa terus melancarkan aksinya? Maksud saya, kita cenderung mengerdilkan pekerjaan Tuhan yang mulia di bumi dengan hidup mewajarkan perbuatan dosa terus menerus ini dan menjadikan Tuhan sebatas pembersih dosa. Bukankah ini keliru?


Sayangnya, banyak orang yang beragama lain ataupun tidak beragama hidupnya lebih mulia dan saleh dibanding mereka yang mengatakan diri sebagai pengikut Kristus (Kristen) itu sendiri. Bukankah menyedihkan kalau kita tidak berusaha hidup saleh dan mengikuti jejak Tuhan semasa di bumi? Memang menyedihkan. Keselamatan yang Allah sediakan dari karya penebusan Kristus di kayu salib itu adalah seruan untuk berbalik kepada-Nya. Keselamatan yang Allah anugerahkan ini adalah seruan pertobatan dan memiliki hidup yang sesuai kehendak dan rancangan-Nya.


Maka dari itu, mari menyangsikan keinginan kita untuk berubah. Bila kita betul-betul ingin berubah, kita akan senantiasa sadar bahwa kita masih bercela dan membutuhkan pertolongan Tuhan. Di zaman di mana kita hidup ini, dosa menjadi semakin matang dan karenanya pun untuk mendapatkan Tuhan kian sulit. Kita selangkah saja dari krisis iman, tetapi seribu satu langkah jauhnya dari iman yang sejati. Bila kita tidak benar-benar berkeinginan dan memutuskan untuk berubah saat ini, untuk bertobat di masa mendatang akan jauh lebih sulit. Di sini, kehendak bebas kita sebagai manusia berperan. 


Photo by Tachina Lee on Unsplash  


Lantas Bagaimana?

Baru-baru ini, saya belajar satu hal. Karena saya tidak percaya pada diri saya sendiri, saya memercayakan pertobatan saya pada Tuhan. Nyatanya, memang harus begitu, kan? Saya tidak akan bisa bertobat bila Tuhan tidak menjadi kekuatan saya. Pertobatan yang sejati adalah perubahan pola pikir dan berhentinya kita melakukan dosa. Berhenti berdosa bukan sekadar kita tidak mau atau tidak melakukannya lagi, tetapi karena kita sadar betul bahwa itu dosa dan mengukir luka di hati Tuhan.


Keinginan bertobat selalu jadi bentuk dari janji pada Tuhan, karena itulah pertobatan harus didasari dengan keinginan untuk berhenti berdosa. Sebuah kesalahan terbentuk melalui pola-pola hidup yang memungkinkan itu terjadi. Artinya, mulailah berubah dengan menghidupkan pola-pola hidup yang mengantarkan kita pada pertobatan yang sejati. Dari mana? Dari Tuhan. Mari, kita mencari Dia.  Mari, merelakan hati kita untuk dibentuk dan diperbarui secara utuh dan bertobat di hadapan-Nya. Mari kita menanggalkan semua keinginan dan kesombongan dan tidak lagi membiarkan pagi dan malam kita direnggut dan dirongrong oleh dosa. Biarlah cinta akan Tuhan mewarnai baik pagi, baik malam, yang kita lewati. 


Lagi, ini mudah diucapkan, tetapi mustahil dilakukan. Namun, Dia adalah Allah yang memungkinkan perkara mustahil. Apalagi jika ini adalah demi kemuliaan-Nya, Dia akan menolong. Semoga kita bertobat. Semoga kita pulang pada-Nya. Sebagai penutup renungan ini, saya menganjurkan pembaca untuk merenungkan himne berikut ini. 


KJ. 35 – Tercurah Darah Tuhanku

Tercurah darah Tuhanku di bukit Golgota;

yang mau bertobat, ditebus, terhapus dosanya,

terhapus dosanya, terhapus dosanya

yang mau bertobat, ditebus, terhapus dosanya.

LATEST POST

 

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Kalimat pada judul yang merupakan bahasa latin tersebut berasal dari slogan sebuah klub sepak bola t...
by Jonathan Joel Krisnawan | 27 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER