"Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." - 1 Korintus 15:58
Di suatu Minggu siang, seperti biasanya, saya sibuk mondar-mandir di ruang ibadah untuk mempersiapkan Kebaktian Remaja. Saya merasa sangat sibuk mempersiapkan segala sesuatunya agar kebaktian berjalan dengan baik. Ketika saya melihat jam, ternyata waktu sudah menunjukan pukul sebelas lewat lima menit, menandakan sudah hampir lima menit berlalu... namun ibadah belum juga dimulai. Sontak para majelis gereja pun resah dan mulai menghimbau agar ibadah harus segera dimulai. Akhir cerita, ibadah pun mulai pada pukul sebelas lewat sepuluh menit.
Kira-kira seperti itulah keseharian saya di gereja ketika saya masih menjadi pengurus di Komisi Remaja sebagai seksi kebaktian. Tidak hanya sibuk di gereja lokal, saya juga menyibukkan diri dengan aktif melayani di lingkup yang lebih besar, misalnya di GKI Klasis dan GKI Summercamp. Namun ternyata, semuanya omong kosong. Saya melupakan bahwa dalam hidup, tentu saja kita akan bergesekan dengan orang lain, terutama dalam hal bergereja dan organisasi. Beda kepala, beda pikiran, bukan?
Perlahan-lahan, saya mulai punya banyak masalah dengan rekan sepelayanan saya, dan muncullah karakter yang egois dan tidak mau dikritik dalam diri saya. Sebagai contoh, saya menolak pendapat orang dan hanya mau pendapat saya saja yang didengarkan. Yang lebih parah, saya memiliki kepahitan terhadap pendeta di gereja. Akibatnya, saya jadi batu sandungan, pertama untuk keluarga saya, kemudian teman-teman sepelayanan saya, dan terakhir bagi diri saya sendiri. Tidak berhenti di situ, saya juga dijauhi orang-orang, yang berdampak pada kepahitan saya terhadap gereja maupun pelayanan, sekaligus menjadi awal dari kehidupan saya di dalam anxiety dan deep depression karena saya takut terhadap apa kata orang mengenai hidup saya. Begitulah, kisah pelayanan saya yang indah itu berubah menjadi awan gelap.
Photo by Joshua Earle on Unsplash
Menemukan Titik Terang
Singkat cerita, akhirnya saya menyadari bahwa Tuhan tidak mau saya berlama-lama dalam kungkungan kegelapan. Saya dipertemukan dengan banyak orang yang ternyata memiliki kisah serupa; memiliki kepahitan dengan gereja. Mengubah sudut pandang saya adalah cara yang Tuhan pakai untuk mengubahkan saya, dan kalimat yang terus merubah sudut pandang saya adalah,
“Jangan gunakan orang untuk membangun pelayanan, tapi gunakan pelayanan untuk membangun orang.”
Di situlah saya benar-benar belajar bahwa selama ini saya melayani hanya untuk memuaskan kekosongan saya. Kenyataan tersebut juga menyadarkan adanya kebutuhan saya terhadap pengakuan dari orang lain. Sebelumnya, saya berpikir bahwa dengan melayani, mereka akan menerima dan menganggap saya "ada". Ternyata bukan itu makna sebuah pelayanan yang sejati, di mana seharusnya pelayanan berbicara soal pengorbanan—BUKAN DIRI SENDIRI. Saat kita tidak dalam kondisi hati yang dipuaskan, bagaimana kita bisa membagikan kasih pada orang lain? Contohnya pelayanan saya yang dulu, di mana hati saya dipenuhi kemunafikan karena saya berpura-pura feel content dan bersukacita—padahal saya mengalami kekosongan rohani *duh dasar aku*. Padahal di dalam Yeremia 17:5 dikatakan dengan jelas, "Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!"
Photo by Lujia Zhang on Unsplash
Break the Stronghold
Setelah Tuhan mengubah perspektif saya dan setiap hari memenuhi hati ini dengan kasih-Nya melalui firman-Nya, perlahan Tuhan meruntuhkan benteng yang selama ini menjadi penghalang saya dalam melayani-Nya: Keegoisan dan rasa benci. Yupp... keegoisan dan rasa benci (hatefulness) adalah dua hal dalam diri sendiri yang paling sulit saya kalahkan. Selama ini saya lupa, kalau pelayanan bermakna pengorbanan dan kasih, namun selama ini saya bersembunyi di dalam benteng keegoisan dan kebencian itu. Dulu, saya benci sekali kalau ide saya tidak diterima, saat tidak didengarkan padahal sedang memberikan pendapat, sehingga mengakibatkan saya sering tidak mau mendengarkan orang lain dan justru merebut kesempatan mereka demi memenuhi kepuasan saya saja. Namun semuanya berakhir ketika Tuhan menegur dengan keras melalui Filipi2:3-4,
... dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri. dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.
Setelah membaca ayat tersebut, saya pun merasa terpukul oleh firman-Nya dan hancurlah benteng keegoisan diri saya. Di situlah saya menyadari bahwa kuasa Tuhan mampu break the stronghold yang—bahkan—saya rasa sulit untuk dihancurkan. Tuhan menunjukkan ketidakjelasan visi-misi yang saya miliki ketika melayani-Nya selama ini. Padahal seharusnya, pelayanan bukanlah soal seberapa aktif kita di gereja, bukan juga seberapa banyak kepanitiaan yang kita ikuti, apalagi seberapa sempurna acara yang kita buat. Pelayanan berbicara lebih dalam daripada ketiga hal tersebut, yaitu bagaimana ungkapan SYUKUR kita karena telah ditebus oleh Tuhan dengan lunas.
Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. — 1 Petrus 2:21
Photo by Edward Cisneros on Unsplash
Pelayanan bukan kesempatan kita untuk unjuk gigi, tapi justru menonjolkan KRISTUS yang kita layani. Kadang-kadang kita terjebak dengan menjadikan diri kita yang terutama—padahal Tuhanlah yang semestinya menjadi yang terutama dan satu-satunya kita muliakan. Ironisnya, kita berkali-kali menjadikan diri sendiri sebagai pemeran utama, sementara Kristus sebagai orang yang berada di belakang layar, bahkan kita tidak mengizinkan-Nya untuk menginterupsi pelayanan kita. Namun, saat kita menjadikan Tuhan sebagai the one and only, apapun yang akan kita hadapi dalam pelayanan, semuanya akan Tuhan tolong dan perlengkapi, sehingga kita dapat bersaksi tentang Tuhan pada orang banyak. Pertanyaannya: apakah kita mau taat dan percaya pada Sang Kepala Gereja ini?
Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia. — 1 Korintus 15:58
.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: