#SPY8 – Lech Lecha!

Going Deeper, God's Words, 23 January 2021
“There’s a hero, if you look inside your heart… and then the hero comes along with the strength to carry on, and you cast your fears aside, and you know you can survive… and you finally see the truth , that’s a hero lies in you.” – penggalan lagu berjudul “Hero” yang dibawakan oleh Mariah Carey ini mungkin telah menjadi kekuatan bagi banyak orang untuk terus melangkah dalam bahagia serta kelamnya kehidupan.

Dalam artikel #SPY1 hingga #SPY7, kita telah mencoba berdiri lebih dekat dan mengenal Yudaisme dalam perspektif prinsip pola asuh anak menurut seorang ibu bernama Yael Trusch. Nah, sebagai penutup dari #SPY ini, sekarang kita akan membahas prinsip pola asuh anak dalam Yudaisme terakhir yang disampaikan oleh Yael Trusch dalam artikelnya. 


Take Risks

Yael Trusch mengutip sebuah ayat ketika Tuhan menyuruh Abram untuk pergi meninggalkan tanahnya, yakni Kejadian 12:1:

“Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;”

Frasa ‘pergilah’ dalam percakapan antara Tuhan dan Abram di kala itu, dalam Bahasa Ibrani menggunakan kata lech-lecha yang jika diartikan sebetulnya berarti "pergilah ke dalam dirimu". Apa makna yang dapat kita temukan dari sepenggal frasa dalam pesan Tuhan kepada Abram pada saat itu? Artinya, untuk menempuh perjalanan menuju antah-berantah (sebab Tuhan belum memberitahukan kemana Ia akan membawa Abram), keluar dari segala kenyamanan diri yang telah didapatkan Abram pada saat itu, Abram harus melihat ke dalam dirinya sendiri dan menemukan kekuatan dalam dirinya, dengan begitu ia akan mampu pergi keluar, berjalan dalam tanda tanya bersama Tuhan.

Pesan semacam ini yang mungkin selalu kita temukan ketika mendengarkan lagu Hero tadi, bukan? Seringkali kita mencari kekuatan dan penangguhan dari orang lain untuk menghadapi masalah dalam kehidupan kita, bahkan seringkali kita menggantungkan diri kita kepada orang lain. Masalahnya, kita lupa menengok ke dalam diri sendiri, bahwa orang yang memiliki kekuatan yang cukup besar untuk membawa kita melangkah lebih jauh dalam kehidupan kita ialah diri kita sendiri. Inilah yang ingin Yael Trusch sampaikan, bahwa sedari dini anak perlu dilatih untuk percaya pada diri sendiri, agar kelak ia tidak terus bergantung pada orang lain dan mampu bertahan hidup dengan pilihan-pilihan yang dibuatnya.



Photo by Tim Mossholder on Unsplash 



Menumbuhkan kepercayaan diri pada anak dimulai dari hal-hal sederhana, bentuknya pun bisa macam-macam. Misalnya dengan memberi kata-kata motivasi, mengajak anak untuk melakukan berbagai kegiatan yang sesuai dengan hobinya, bahkan dengan membiarkan anak untuk melakukan problem solving pada masalah-masalah sederhana. Dengan demikian, kita telah membiarkannya untuk belajar menjadi percaya diri dan mandiri. Nah, menurut Wendy Mogel, masalah terbesar dari parenting ialah ketakutan orang tua bahwa sang anak akan gagal atau tidak mampu melakukan sesuatu. Ia membahas ini dalam salah satu bab di bukunya yang berjudul The Blessing of a Skinned Knee: Why God Doesn’t Want You to Overprotect Your Child. Sebuah kebijaksanaan Yudaisme yang terkandung dalam keseluruhan Talmud, jelas Wendy, menjadi prinsip dan pegangan bagi orang tua untuk mendidik anaknya menjadi percaya diri dan tangguh dalam menghadapi setiap tahap dalam kehidupannya, bahwa:

“Seorang ayah diperintahkan untuk mengajarkan anaknya bagaimana cara berenang. Sebuah kebijaksanaan Yudaisme yang selalu dipegang bahwa anak-anak tidak ditakdirkan untuk bersama dengan kita.”

Oleh karena anak-anak tidak ditakdirkan untuk bersama dengan kita, maka tugas sebagai orang tua ialah mendidiknya untuk menjadi tangguh, percaya diri serta mandiri sepanjang waktu ketika anak-anak masih bersama dengan orang tuanya. Suatu hari nanti, mereka pasti berpisah dengan orang tuanya, entah karena studi, pekerjaan, rumah tangga, atau yang paling menyakitkan ialah karena kematian.

Sebuah kebijaksanaan mistik Yahudi bercerita tentang apa yang disebut oleh Tsimtsum, yang menurut Wendy memunculkan sebuah spiritualitas baru tentang penghayatan Tuhan yang memenuhi seluruh ruang dalam alam semesta yang mampu melepaskan orang tua dari sifat overprotective kepada anak-anaknya. Tsimtsum sendiri bermakna "contraction of divine energy", bahwa Tuhan yang memenuhi alam semesta ini akan selalu ada bersama kita,  termasuk bersama dengan anak-anak—mereka yang harus merantau, bersama pasangan yang baru menikah, atau bersama mereka yang harus hidup sendirian. Rasa khawatir orang tua merupakan hal yang sangat wajar, tetapi dengan tidak membiarkan anak-anak mengalami kegagalan sama saja dengan tidak membiarkannya untuk memiliki tekad yang kuat, untuk mau belajar berjuang dan memberinya makna hidup seutuhnya. Bahwa, hidup memang tidaklah seperti dongeng pengantar tidur yang indah, mungkin saja hidup lebih indah dengan penghayatan yang mendalam akannya.

So... itulah ketujuh prinsip pola asuh dalam Yudaisme yang ditemukan oleh Yael Trusch. Meskipun prinsip-prinsip itu berdasar pada kepercayaan Yudaisme, tapi rasanya ada banyak makna yang dapat menjadi inspirasi orang tua untuk terus belajar menjadi mitra Allah yang baik dalam mengasuh anak-anaknya. Mungkin segala pembahasan ini seolah menuntut orang tua untuk menjadi sempurna dan ideal, tapi biarlah segala yang ideal itu menjadi acuan kita untuk semakin lebih baik lagi dengan tetap mengingat bahwa kesalahan adalah sebuah pelajaran bagi hari esok. Sama seperti kita yang harus mampu mengampuni anak-anak ketika melakukan kesalahan, begitupun kita harus mampu mengampuni diri sendiri. 


Kiranya Allah senantiasa menjadi bagian dalam setiap dinamika hidup berkeluarga,

Kasih-Nya beserta kita semua.

LATEST POST

 

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Kalimat pada judul yang merupakan bahasa latin tersebut berasal dari slogan sebuah klub sepak bola t...
by Jonathan Joel Krisnawan | 27 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER