"Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya." ~ R.A. Kartini ~
Mungkin aku hanyalah seorang mahasiswa biasa dan masih jauh sekali untuk membicarakan pernikahan. Tetapi aku hanya ingin menuliskan bagaimana seharusnya seorang lelaki menjadi suami bagi istrinya dan menjadi seorang ayah bagi anak-anaknya. Apa yang kutuliskan ini berdasarkan bagaimana aku melihat pasangan suami istri di Indonesia kebanyakan. Dari tulisan ini saya hanya ingin membagikan opiniku mengenai "yang seharusnya".
Jika aku menjadi seorang suami, maka aku akan memberi kebebasan istriku dalam hal berpakaian. Aku tidak akan mengatur apa yang harus dikenakannya jika keluar rumah. Dia boleh memakai rok pendek, rok di bawah lutut, celana panjang, atau celana pendek. Dia boleh memakai high heels ataupun sneakers, karena berpakaian adalah cara bagaimana ia berekspresi, dan sudah seharusnya lelaki tidak mengatur bagaimana cara wanita berpakaian. Bagiku, jika ia nyaman dengan apa yang dikenakannya, maka aku tidak boleh melarangnya.
Jika aku menjadi seorang suami, maka aku tidak akan mengatur dia harus bekerja atau menjadi ibu rumah tangga. Aku akan membebaskannya untuk menjadi apa yang ia mau, apakah ia ingin menjadi wanita karier atau hanya menjadi ibu rumah tangga saja. Aku hanya ingin memastikan ia nyaman dengan pekerjaannya. Karena untuk apa ia mengerjakan sesuatu jika terpaksa. Aku tidak akan memaksanya untuk memasak bagi keluarga, mencuci baju-baju milikku dan anak-anakku nanti. Karena mungkin saja ia memiliki kesibukkan lain dan tidak sempat untuk melakukan pekerjaan rumah. Mengapa tidak aku saja sebagai seorang suami yang mengurus pekerjaan rumah. Aku benci dengan perkataan "memasak hanya untuk wanita saja," sebab memasak itu juga penting bagi para pria. Jika istri sedang lelah dan tidak bisa memasakkan untukku, ya, aku akan memasak untukku sendiri selagi aku masih bisa berjalan, tanganku juga masih lengkap. Jadi, selagi aku bisa melakukan sesuatu untukku sendiri, aku tidak akan pernah memaksa istriku untuk menjadi pembantuku.
Jika aku menjadi seorang suami, maka aku akan mengatakan kepada istriku bahwa mengasuh anak adalah kewajiban orang tua. Orang tua bukan hanya ayah dan bukan hanya ibu. Orang tua adalah ayah dan ibu. Aku akan mengatakan pada istriku bahwa mengasuh anak adalah tanggung jawab orang tua dan aku tidak akan memaksa istriku untuk mengganti popok anakku, menyuapi anakku saat makan, dan lain-lain, sebab hal itu juga merupakan kewajibanku sebagai ayah. Aku hanya ingin berpesan kepada para laki-laki bahwa bukan karena perempuan yang melahirkan anak, maka perempuan juga yang bertugas mengasuh anak. Sebagai laki-laki, kita juga harus bertanggung jawab mengasuh anak kita. Keputusan untuk memiliki anak adalah keputusan milik laki-laki dan perempuan, jadi seharusnya laki-laki dan perempuan-lah yang bertanggung jawab mengasuh anak, bukan perempuan saja.
Jika aku menjadi seorang suami, aku tidak akan melarangnya jika dia ingin mewarnai rambutnya, memberi tato pada tubuhnya, atau mungkin dia ingin mencukur habis rambutnya. Tidak masalah jika ia ingin melakukan semua itu, sebab menurutku semua hal itu tidak masalah jika ia dapat bertanggung jawab dan dapat menerima konsekuensinya. Aku benci dengan orang-orang yang melabeli perempuan bertato sebagai "perempuan yang nakal" atau "perempuan yang tidak benar." Di dunia ini masih banyak orang yang mempermasalahkan perempuan dengan tato, tetapi tidak mempermasalahkan laki-laki yang bertato.
Jika aku menjadi seorang ayah, aku akan memperbolehkan anakku untuk belajar apa saja yang ia mau. Jika anak perempuanku ingin bermain sepak bola, maka aku akan memperbolehkannya untuk bermain sepak bola. Aku juga tidak masalah jika ia lebih suka mobil mainan daripada boneka. Hal yang bagus juga jika ia suka bermain skateboard, sebab itu juga hobiku saat masih SMA. Aku akan memperbolehkan ia belajar apapun yang ia mau, jika ia memang sangat suka dan berminat dengan hal tersebut. Mungkin banyak ibu-ibu disana yang mengatakan “Aneh banget, perempuan kok main sepak bola.” Menurutku, apa yang dibilang aneh oleh banyak orang bisa jadi adalah "dirinya yang sebenarnya".
https://unsplash.com/@beccatapertJika aku menjadi seorang ayah, aku akan mengajarkan anak perempuanku untuk berani berkata "tidak." Aku ingin anak perempuanku berani berkata tidak untuk hal yang salah dan berani berkata tidak jika ia benar. Aku juga akan mengajarkannya bahwa menolak sesuatu bukanlah hal yang salah jika memang menurutmu itu benar. Aku benci dengan lelaki yang memaksa pacarnya untuk berhubungan seks dengan embel-embel “katanya kamu sayang sama aku”. Menurutku itu adalah salah satu bentuk pemerkosaan. Aku hanya berharap anakku bukanlah korban pemerkosaan.
Jika aku menjadi seorang ayah, aku akan mengajarkannya bahwa tujuan utama perempuan bukanlah pernikahan. Aku tidak akan memaksanya menikah, bahkan ketika ia sudah berumur di atas 25 tahun. Mungkin saja anak perempuanku masih ingin mengejar cita-citanya. Aku juga akan mengizinkannya jika ia ingin mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Aku akan mengizinkannya jika ia ingin sekolah hingga S2 bahkan S3. Menurutku, selagi ia masih memiliki banyak kesempatan untuk mencari ilmu, itu adalah hal yang tidak boleh disia-siakan.
Jika aku menjadi seorang ayah, aku akan mengatakan kepada anak perempuanku bahwa cantik itu bukanlah sekadar rambut lurus, kulit putih, dan tubuh yang langsing. Aku akan mengatakan bahwa cantik itu ketika seorang perempuan dapat “berekspresi” dengan dirinya. Masyarakat sudah terdoktrin dengan standar-standar kecantikan yang ada di televisi, majalah, dan lain-lain, sehingga semua orang menganggap bahwa cantik itu ketika memiliki fisik seperti yang sering tertampil di sana. Oleh karena itu, aku akan mengatakan kepada anak perempuanku bahwa cantik itu ketika kamu dapat menunjukkan kepada semua orang kepercayaan dirimu, ekspresi dirimu, dan karismamu.
Dari semua ini, saya hanya ingin berpesan kepada para laki-laki bahwa Tuhan menciptakan perempuan ke dunia sebagai penolong yang sepadan bagi laki-laki. Penolong bukanlah pelayan, pembantu, dan lain-lain. Tugas perempuan sebagai penolong adalah untuk melengkapi kekurangan yang dimiliki laki-laki. Dan juga, perempuan dan laki-laki adalah sepadan, bukan laki-laki di atas, dan bukan juga perempuan yang di atas. Laki-laki dan perempuan adalah sepadan yang artinya setara. Dan saya ingin berpesan bagi para perempuan bahwa kalian memiliki kehendak bebas atas hidup kalian. Tetaplah berekspresi para perempuan.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: