"Klarifikasi…"
In collaboration with Mathew Joseph Susanto
Kita semua sudah familiar atau bahkan hampir setiap hari bersentuhan dengan platform media yang memiliki tagline "Broadcast Yourself", sebuah platform yang mengajak kita untuk bebas berekspresi dalam media video.
Platform yang spektakuler saat ini didirikan oleh tiga orang pemuda dari Amerika Serikat pada tahun 2005. Mereka adalah Chad Hurley, Steven Chen, dan Jawed Karim. Mereka mendirikan Youtube diawali karena keinginan untuk membagikan Video melalui sebuah website dengan lebih mudah.
Pada perkembangannya, Youtube yang awalnya untuk kemudahan sharing video dengan sebuah website akhirnya melahirkan kreator-kreator yang ternama seperti yang kita kenal sekarang, sebut saja Pew Die Pie yang memiliki 107 Juta subscriber sehingga memiliki Ruby Play Button.
Perkembangan Youtube yang cukup masif juga sangat terasa di Indonesia. Ini dibuktikan dari tercetaknya cukup banyak kreator yang lahir dari negeri sendiri melalui konten yang beragam, seperti Andovi dan Jovial da Lopez (SkinnyIndonesia24), Nessie Judge, Jerome Polin (Nihongo Mantappu), dan lain-lain. Melalui Youtube pula lah lahir sebuah pekerjaan baru yaitu content creator atau Youtuber, dll.
Sayangnya, seiring berjalannya waktu dan dibumbui dengan budaya viral, hal ini menjadi pemicu untuk orang-orang berlomba-lomba menjadi terkenal atau trending di dunia maya. Orang-orang ini berusaha sampai "menghalalkan segala cara" agar menjadi terkenal, seperti membuat sensasi, membuat “drama,” atau membuat huru-hara di sana-sini. Akhirnya, pertanyaan yang patut ditanyakan pada pembuat konten adalah, "Apakah ingin viral atau ingin bermanfaat?".
Salah satu hal yang trending belakangan ini adalah budaya klarifikasi. Persisnya adalah klarifikasi atas sesuatu--dengan konotasi yang buruk tentunya--yang telah terjadi. Sebuah klarifikasi ini menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Namun, seringkali klarifikasi ini juga disalahgunakan menjadi ajang membela diri atau aji mumpung di atas sesuatu yang sedang heboh. Rasanya, klarifikasi menjadi sesuatu yang murah dan tidak ada harganya.
Contoh, seorang selebgram membuat keributan dalam bentuk melakukan tindakan pemukulan terhadap orang lain. Berita tersebut mencuat di mana-mana dan viral. Selebgram ini kemudian membuat video klarifikasi tentang tindakannya tersebut. Beberapa waktu kemudian, si selebgram ini membuat keributan kembali berupa tindakan menyerang kepada selebgram lain. Beberapa hari kemudian? Ya. Video klarifikasi lagi.
Apakah klarifikasi itu salah? Tidak salah. Justru kita dituntut untuk bertanggung jawab dengan yang kita lakukan. Apapun yang kita lakukan, harus kita pertanggungjawabkan secara penuh dan serius. Bila kita merusak barang milik orang lain, maka kita harus berani bertanggung jawab untuk mengganti kerusakan itu.
Begitu juga dengan ucapan. Setiap kita pasti pernah salah mengucapkan kata-kata ketika berbicara dengan orang lain. Kita harus bertanggung jawab dengan meminta maaf kepada orang yang mendengar ucapan kita.
Sama seperti hubungan kita dengan Allah. Sebagai manusia yang lemah, kita selalu melakukan dosa setiap harinya, baik pikiran, perkataan maupun perbuatan. Dosa itu mendatangkan hukuman Allah. Tetapi Allah yang Maha Kasih rela berinkarnasi menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus untuk membayar hukuman yang seharusnya diterima oleh manusia. Karena itulah keselamatan kita tidak berasal dari perbuatan baik kita melainkan berasal dari iman kita kepada Kristus. Jika kita percaya dengan sungguh kepada Yesus, dosa kita akan diampuni.
Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.
1 Yohanes 1:8-9
Sampai di sini, sangat jelas bahwa saya tidak menganggap buruk sebuah pengakuan dosa atau klarifikasi.
Tetapi yang harus kita ingat betul adalah, jangan bermain-main dengan pengakuan dosa. Pengakuan dosa tidak hanya berarti kita mengaku dan memohon ampun kepada Tuhan atas pelanggaran, tetapi juga sebagai momentum untuk membaharui diri dengan tunduk pada firman Tuhan. Mengaku dosa juga berarti pernyataan akan kesiapan kita meninggalkan cara hidup kita yang lama dan mengenakan Kristus yang telah mengampuni kita.
Karena itu, klarifikasi bukanlah sesuatu barang yang murah. Ada konsekuensinya jika kita berani mengklarifikasikan perbuatan kita. Klarifikasi selalu dibarengi dengan konsekuensi untuk tidak melakukan perbuatan yang sama. Oleh sebab itu, dibutuhkan ketulusan hati untuk meminta maaf serta kesiapan untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama.
Hendaknya sebuah permintaan maaf didasari oleh rasa penyesalan sehingga kita dapat menghargai betapa mahalnya sebuah pengampunan seperti pengampunan Kristus kepada dosa-dosa kita.
Referensi
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: