Kahlil Gibran berkata, "Anakku bukan milikku..." Jadi sebagai anak maupun orang tua, gimana sih kita ini?
Pada dasarnya menusia memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing – masing. Kemudian ada lagi yang dinamakan birth order - apa sih itu? Kelahiran anak menambah kewajiban pada anak? Birth order ini merupakan teori gagasan dari Alfred Adler. Teori ini lebih menggambarkan bahwa kepribadian anak dibentuk dan dapat dipengaruhi oleh hubungan sosial, dinamika keluarga, serta genetik. Bahasan topik birth order ini dapat dijadikan pertimbangan oleh orang tua dalam mengasuh anak. Banyak hal yang sering terjadi kepada si anak pertama, anak tengah, anak terakhir, atau anak tunggal. Pola asuh yang berbeda menjadi hal biasa untuk proses masing-masing anak tersebut.
Anak Pertama
Anak pertama terkenal kuat, pemberani, tumbuh menjadi seorang achiever, diberikan tanggung jawab lebih (bahkan mungkin masa depan si sulung sudah dijelaskan di awal, alias sudah ditetapkan terlebih dahulu). Si sulung yang selalu menjadi andalan keluarga; nama keluarga ada di pundaknya. Meskupun begitu sering kali dia menjadi anak yang dominan, perfeksionis, dan kaku. Mungkin tidak semua anak pertama seperti ini tapi ada beberapa tanggung jawab dan hal-hal yang pasti orang tua tanamkan pada si sulung.
Anak Tengah
Berikutnya si anak tengah, aku yang selalu bingggung... aku bukan si tua, namun bukan si anak kecil. Dia sulit mendapatkan tempat sehingga dia sering menjadi sosok yang unik di dalam keluarga. Si anak tengah cenderung kooperatif dan kompetitif, dan punya sisi peacemaker yang selalu memberikan kehangatan di dalam keluarganya. Mungkin tidak semuanya serupa, karena pola asuh dan pengalaman setiap orang lah yang akan membentuk kalian.
Anak Bungsu
Setelah itu ada si bungsu, anak yang paling mendapat sorotan dari orang tua, mendaoat banyak perhatian dari keluarga. Sosoknya cukup persuasive dan ramah, sangat sosial. Banyak yang mengatakan, "Enak ya jadi anak bungsu?" Namun di balik semua kebahagiannya, dia harus tumbuh dibalik bayang-bayang kakak-kakaknya. Terkadang masih dianggap seperti anak kecil, dan tidak mandiri. Mungkin ada yang tidak seperti ini, karena pola asuh, karakter keluarga yang berbeda, dan pengalaman pun mempengaruhi.
***
“Jadi? Jadi anak keberapa sih yang paling enak?” Tidak ada yang enak menurutku. Karena tipe pola asuh di budaya kita (Indonesia) cukup menyulitkan kita sebagai anak. Bahkan anak dipaksa 'berhutang budi' kepada orang tua. Adakah dari kalian merasa seperti itu? Saya tidak mengajarkan kalian untuk melupakan hal baik yang orang tua kalian berikan. Namun ada bebrerapa budaya yang menurut saya berlebihan di keluarga ini. Kalian sering mendengar ada ujaran seperti ini nggak:
“Kalian ga takut kualat sama mama papa?”
“Mama papa sudah kuliahin mahal-mahal, terus kamu ga mau nurut?”
“Mau jadi apa kamu kalau tidak menurut dengan orang tua?
“Mama papa ini tahu yang terbaik untukmu, jadi jangan bantah. Nanti kamu kualat.”
Sejujurnya semua kalimat dan kata – kata ini sangat relate sama kehidupanku. Aku sudah ditanamkan kata – kata "kualat" ini dari kecil. Orang tua yang harus memutuskan dan memilih. Orang tua yang sudah siapkan segalanya di depan agar entah apa yang meraka harapkan. Semua ini disebut Filial Piety - suatu kondisi di mana anak memiliki kewajiban untuk berbakti dan menghormati orang tua. Cara yang mungkin dilakukan dengan pemenuhan kebutuhan orang tua, pemenuhan keinginan orang tua, tanggung jawab, pengorbananan, dan rasa hormat. Filial Piety dengan kata lain merupakan wujuk ekspresi dalam bentuk kepedulian, rasa hormat, ucapan, menyenangkan, dan mematuhi yang dilakukan anak kepada orang tua. Filial Piety dalam masyarakat Indonesia menempati posisi yang sangat penting. Salah satu alasannya karena orang tua merupakan bagian yang sangat penting dan sangat tinggi dalam struktur masyarakat.
Jadi tidak heran kan, kalau saya atau dari antara Ignite People, ada yang merasa orang tua selalu mengharapkan ini dan itu dari kalian? Bahkan ada orang tua yang sampai memilihkan masa depan untuk anaknya. Sering banget aku dengar, ada mahasiswa masuk ke fakultasnya karena mama atau papanya yang ingin, supaya kelak bisa meneruskan usaha/pekerjaan orang tuanya. Kalau ditanya apa anak itu mau? Anak itu terang-terangan menjawab tidak. Anak itu menyukai hal lain tapi dia sangat takut dengan hukum kualat yang ada.
Lingkungan benar-benar membentuk kita, apalagi salah satu isi 10 Perintah Allah adalah: Hormatilah ayah ibumu. Aku nggak menyarankan kalian untuk “Ayok, jangan hormati orang tua!” Tapi aku mau mengajak kalian untuk sama-sama belajar mengkomunikasikan hal yang baik dan sewajarnya ada di hidup kalian, orang tua selalu mau yang terbaik, tapi tidak semua yang mereka berikan pasti baik atau sesuai dengan kalian. Kalau kalian menyukai sesuatu komunikasikan dengan baik dan penuh rasa hormat tentunya. Kemudian untuk para orang tua atau calon orang tua sama – sama belajar memahami bahwa Filial Piety merupakan hal baik rasa hormat, patuh, dan rasa timbal-balik kepada orang tua merupakan hal yang sangat baik bila dieksekusi dengan wujud cinta yang baik. Wujudnya dengan memberikan cinta dan sayang yang tulus sesuai batasan, batasan yang dimaksud adalah orang tua menghargai kebebasan anak sebagai individu yang utuh.
Pemaksaan bukan jalan yang tepat. Orang tua menjadi rumah untuk anak-anaknya bukan menjadi lawan, atau musuh yang akan dihindari anaknya. Menjadi kawan bagi anak-anaknya, menjadi semangat anak untuk mengapai mimpi yang mereka inginkan, serta orang tua bukan menjadikan anak sebagai bahan 'investasi' yang kelak berbunga dan berbuah untuk keuntungan orang tua saja.
Menjadi orang tua sangatlah berat, bahkan setelah saya mempelajari beberapa hal mengenai psikologi keluarga, saya semakin merasa “Pantaskah aku menjadi seorang ibu kelak?” Anak merupakan tanggung jawab besar, sekaligus individu yang utuh, yang kelak mungkin akan berdampak bagi lingkungannya. Semoga kelak kita bukanlah orang tua yang makin menambah "beban" birth order mereka.
Selamat berefleksi, semoga semesta dan yang Kuasa melindungimu dan selamat berdampak baik pada keluarga. Tetap semangat!
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: