Depresi bukan masalah dengan kurangnya imanmu, mari peduli!
Negara Indonesia memiliki angka bunuh diri 3.40% dari 100,000 populasi di tahun 2000-2016 (ourworldindata.org) dan menurut World Health Organization (WHO), terdapat 800 ribu orang yang tercatat melakukan bunuh diri setiap tahunnya, juga menjadi penyebab kematian kedua setelah kecelakaan untuk pemuda dalam usia 15 sampai 29 tahun (cnnindonesia.com). Maka dari itu, kita pasti tidak asing dengan berita "bunuh diri" di usia pemuda atau remaja. Mungkin menimbulkan reaksi macam-macam jika ada berita "bunuh diri".
Reaksi pertama,
"Aduh kasihan masih muda udah ga ada… Kasihan orang tuanya"Reaksi kedua,
"Pasti kurang iman ini anak! Makanya ada beban hidup sedikit selesaikannya dengan bunuh diri"Reaksi ketiga,
"Kok bisa dia bunuh diri?"
Kira-kira, tanpa bermaksud menyinggung, saudara ikut bereaksi yang mana? Simpan jawaban saudara sendiri di dalam hati. Setiap jawaban memiliki alasan sendiri dan untuk masing-masing pribadi.
Saya sendiri memilih reaksi ketiga, mungkin kesannya saya seperti orang yang kepo banget dengan urusan orang lain. Sepertinya kejadian di dunia ini memiliki hubungan sebab-akibat, di mana semua kejadian termasuk insiden “bunuh diri” ini ada penyebabnya di mana tidak selalu dikaitkan dengan istilah “kurang iman”.
Menurut penelitian, pemicu bunuh diri disebabkan kesepian, depresi, dan ketidakberdayaan. Namun ada faktor yang menjadi pendukung yaitu, stres, coping stress (upaya untuk mengatasi stres), resiliensi (kemampuan untuk adaptasi), ataupun perasaan gagal dalam menyelesaikan masalah.
Seperti dijelaskan sebelumnya, salah satu penyebab bunuh diri adalah depresi. Depresi sendiri ialah gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam dan rasa tidak peduli (alodokter.com). Dalam tahun 2017, tercatat 264.46 juta jiwa di dunia yang mengalami depresi untuk segala usia dengan perbandingan 40% pria dan 60% wanita. Di Indonesia sendiri sudah ada 6.67 juta jiwa yang mengalami depresi.
Rasanya sah saja sebagai manusia kita pasti pernah atau sedang mengalami depresi. Seperti data-data di atas dijabarkan depresi tidak memandang usia dan jenis kelamin rasanya hal yang umum walau kedengarannya tabu bagi sebagian orang tentang depresi itu sendiri.
Mari kita ambil contoh dari kisah Sobat Anonim, Aku, Pelecehan Seksual, Masturbasi, dan Hubungan Toxic. Penulis menceritakan sebagaimana ia “Keep Struggling” dengan depresi dan tekanan-tekanan yang dihadapi dari kejadian-kejadian yang cukup traumatis di dalam tulisan tersebut. Sayangnya kejadian traumatis itu cukup tabu untuk diceritakan mengingat orang-orang di sekitar kita ini sudah terbiasa untuk judgemental dan victim blaming (cenderung menyalahkan korban), sehingga penulis memilih untuk menyembunyikan semua kejadian itu dan memendamnya sendiri di awal kejadian. Namun, pada akhirnya penulis tetap memutuskan untuk bertahan dan melanjutkan hidupnya.
Photo by @nkcthi
Memilih keputusan bertahan tidaklah mudah bahkan bisa dibilang sulit dan tindakan untuk berdamai dengan depresi bukanlah tindakan yang instan. Dibutuhkan waktu dan kesabaran untuk berproses tergantung seberapa parahnya kita mengalami itu, juga kembali ke mental masing-masing orang. Maka, kemajuan sedikit saja sudah lebih dari cukup.
Ingatlah bahwa kita tidak sendiri
Photo by @thepotterandhisclay
Support system adalah orang-orang yang berada di dekat kita, di mana orang-orang tersebut suportif dan saling menguatkan satu dengan lainnya. Support system bisa jadi keluarga, komsel (atau KTB), sahabat, saudara, dll. Keberadaan mereka inilah yang menjadi salah satu tumpuan kita dalam berproses dan menyadarkan kita bahwa kita ini tidak sendiri.
Meskipun mereka tidak bisa menyelesaikan atau memberi solusi untuk kita setidaknya mereka bisa menjadi telinga untuk kita menceritakan apa-yang-terjadi, terkadang apa yang kita hadapi tidak memerlukan solusi melainkan cukup hanya didengar saja.
Mencari tenaga profesional
Ada beberapa depresi yang sudah mengambil fungsi hidup kita seperti aktivitas kita sehari-hari. Sebagai contoh, kita lebih sering bolos kerja atau kuliah atau sekolah, tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas, lebih sering bengong, sudah berpikir ingin mengakhiri hidup (suicidal thoughts), dsb. Terkadang hal seperti itu terlihat nya “sepele” namun saat-saat seperti itulah kita harus mulai untuk berkonsultasi ke ahlinya yaitu, psikolog dan konselor.
Photo by Priscilla Du Preez on Unsplash
Sayangnya, seringkali pergi ke psikolog atau tenaga psikologi itu mendapat stigma bahwa orang itu gila. Faktanya, mental kita sama seperti fisik kita dimana bisa sakit setiap saat. Kita cukup diberkati di era digital ini banyak tenaga konselor dan psikolog yang bisa diraih lewat aplikasi di gawai kita dengan biaya yang terjangkau.
Apresiasi diri sendiri
Photo by @asdeermissthewater
Sulit rasanya untuk mencari hal yang positif dari kejadian yang tidak mengenakkan dan traumatis namun tidak ada salahnya kita men-support diri kita sendiri juga untuk berjuang walau hanya bertahan. Apresiasi untuk diri kita juga menjadi salah satu cara kita untuk self-love atau mengasihi diri sendiri dan menyadari ketidaksempurnaan kita sebagai manusia.
Andalkan Tuhan Setiap prosesnya
Photo by @thepotterandhisclay
“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” - 1 Petrus 5 : 7
Menyadari ketidaksempurnaan kita sebagai manusia kadang kala kita harus melihat bahwa Tuhan setia memelihara kita. Semua hal yang membuat kita tertekan atau pun khawatir adalah hal yang wajar sebagai manusia yang terbatas, namun perlu diingat bahwa kita memiliki Tuhan yg tidak terbatas.
Kenapa kita harus keep struggling?
Kita tidak akan bisa berproses kalau dari kitanya sendiri tidak berjuang untuk diri kita sendiri. Bahkan dengan “bertahan” pun itu juga salah satu bentuk kita berjuang untuk kehidupan kita yang penuh naik dan turun. Memang akan terasa sulit pada awalnya dan proses ini memang membutuhkan waktu. Pada akhirnya hal traumatis itu akan menjadi masa lalu kita dan kita pun akan sadar betapa besarnya anugerah Tuhan dan segala pencobaan tidak ada yang melebihi kekuatan kita karena Tuhan sudah memampukan kita melewatinya.
Photo by @pesanteduh
Sujud di altar-Nya
Kubawa hidupku
Kuterima anugerah-Nya
Dia ampuniku dan bebaskanku
Dia ubah hidupku
Baharui hatiku
Sesuatu terjadi
Saat datang di altar-Nya
Pada akhirnya, saya percaya kita semua dapat melaluinya. Tetap bertahan dan keep struggling walau tidak mudah.
***
Referensi
Hidayati, D. S., & Muthia, E. N. (2016). Kesepian Dan Keinginan Melukai Diri Sendiri Remaja. Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi, 2(2), 185-198. doi:10.15575/psy.v2i2.459
Valentina, T. D., & Helmi, A. F. (2016). Ketidakberdayaan dan Perilaku Bunuh Diri: Meta-Analisis. Buletin Psikologi, 24(2). doi:10.22146/buletinpsikologi.18175
Willy, D. (2020, April 01). Depresi. Retrieved June 08, 2020, from https://www.alodokter.com/depresi
https://ourworldindata.org/grapher/suicide-rate?country=IDN~OWID_WRL
https://ourworldindata.org/grapher/number-of-people-with-depression
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: