“Walau tak dapat kita beri secara langsung, namun dengan doa yang dipanjatkan kepada Allah, semua afeksi akan terasa seperti diberi langsung.”
Kamis, 30 April 2020, merupakan hari yang membuatku merasa terpukul, sedih, bahkan tak berdaya. Aku mendengar kabar bahwa 2 ayah dari 2 temanku (satu ialah temanku pada masa SMA, dan satu lagi teman yang kukenal melalui media sosial) telah kembali ke pangkuan Bapa di Surga. Kedua temanku merasakan dukacita yang sangat menyayat hati mereka; di saat pandemi COVID-19 ini berlangsung, mereka harus kehilangan orang yang mereka sayangi. Ucapan belasungkawa saja mungkin terasa belum cukup untuk dapat menghibur dan menguatkan mereka.
Sedihnya, masa pandemi ini membatasiku untuk dapat bercengkrama langsung dengan mereka. Masa pandemi ini menghalangiku untuk dapat memeluk mereka dengan erat, mendorong mereka untuk dapat menjalani hidup setelah melewati fase kedukaan ini, dan yang paling penting ialah hadir untuk dirinya dalam menghadapi masa kedukaan ini.
Aku teringat akan masa kedukaan yang melanda aku dan keluargaku, ketika Mama terkasih dipanggil pulang oleh Sang Bapa 3,5 tahun yang lalu. Di situ keluargaku mengalami kedukaan yang dahsyat, terutama aku yang merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara, yang sangat dekat dengan sosok Mama. Namun pada masa itu, situasi dan kondisi di dunia ini tak serumit dan sekacau pada masa sekarang. Banyak orang yang datang melayat di rumahku, memberikan afeksi secara langsung kepadaku dan keluarga, hadir di sana untuk dapat menghibur serta menguatkan keluargaku dalam melewati masa kedukaan. Di situ kami pun tak hanya dihibur dan dikuatkan oleh Tuhan, namun juga oleh orang-orang di sekeliling kami.
Akan tetapi, bagaimana dengan kedua temanku? Bgaimana dengan mereka yang harus mengalami masa kedukaan di masa pandemi COVID-19 ini?
Di masa pandemi COVID-19 ini, banyak hal yang tak dapat kita lakukan sebebas mungkin seperti pada waktu sebelumnya. Hadirnya social distancing membatasi ruang gerak kita dalam bercengkrama dengan sesama kita secara langsung. Padahal, manusia juga membutuhkan afeksi dari orang lain agar manusia dapat selalu berpikir positif, beraktivitas dengan baik, bahkan menumbuhkan cinta kasih antara satu dengan yang lain, terutama bagi mereka yang sedang dalam masa kedukaan.
Akan tetapi, melalui masa pandemi COVID-19 ini, aku belajar bahwa manusia memiliki batas dalam berinteraksi dengan manusia yang lain. Namun, hanya Tuhanlah yang tak memiliki batas dalam berinteraksi dengan umat-Nya. Dia dapat menghibur dan menguatkan hati orang-orang yang sedang dalam masa kedukaan, meskipun masa itu terjadi saat manusia harus membatasi pergerakan mereka.
Lalu, di masa pandemi COVID-19 ini berlangsung, sebagai umat kepunyaan Allah, apa yang dapat kita perbuat untuk menghibur dan menguatkan mereka dalam menghadapi masa kedukaan selain memberi ucapan belasungkawa?
1 Tesalonika 5 : 17 berkata, “Tetaplah berdoa.”
Melalui doa, afeksi yang tak dapat kita salurkan secara langsung kepada mereka, dapat tersalurkan melalui Tuhan. Berkat doa, kekuatan serta penghiburan dari kita dapat disalurkan melalui Tuhan. Dan dengan doa, kita pun juga memberi mereka semangat untuk terus menjalani hidup bersama Tuhan setelah masa kedukaan ini terlewati melalui Dia Sang Sumber Penghiburan dan Kekuatan bagi umat manusia yang sedang dalam masa kedukaan. Maka mari kita aktif berdoa bagi mereka yang harus berduka di era pandemi ini.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: