Jadi tergelitik hatiku, seandainya Kristus layaknya manusia yang punya sosmed, kira-kira cerita apa yang bakal diupload di InstagramNya? Pikirku pasti begini "Mohon maap Mas, Mba, kalo ga penting di-skip aja. Cuma mau numpang nanya, gue ini masih dibutuhkan ga sih? "
Hampir semua orang membutuhkan orang lain, baik di saat senang maupun di saat susah. Rasa ketergantungan kita terhadap sosok teman adalah hal yang lumrah, karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial. Bercerita, atau istilah kerennya curhat, dipercaya sebagai terapi psikis yang punya segudang manfaat, salah satunya adalah mengurangi tekanan dan memperbaiki perasaan kita yang lagi gundah. Namun dengan perkembangan zaman saat ini, kebiasaan curhat lebih sering dilakukan di media sosial.
Media sosial dijadikan ajang pamer kesedihan dan meraih simpatik orang lain. Media sosial sudah kehilangan fungsi dan peruntukannya yang telah bertransformasi menjadi buku harian para pengguna.
Hari ini saya diingatkan oleh salah satu khotbah yang pernah saya dengar dulu ketika saya masih kecil. Di kondisi pandemi, ibadah online menjadi satu-satunya pilihan terbaik untuk beribadah. Namun di awal tahun 90an, ibadah pernah hadir di beberapa channel televisi. Salah satunya di RCTI lewat program Penyegaran Rohani Kristen yang dibuat oleh Gospel Overseas Studio (Pelayanan media Televisi Kristen pertama di Indonesia). Yah, walaupun kehadirannya bukan untuk menggantikan aktivitas ibadah minggu di gereja.
Okay, balik lagi ke poin yang ingin saya share di sini. Waktu itu sore hari jam 16.00 WITA di Kota Kupang. Setelah mandi, saya dan keluarga biasanya membuka channel RCTI untuk menonton acara kebaktian yang saya sampaikan di atas. Biasanya kebaktian tersebut dibawakan langsung oleh Bpk Rev. John Hartman dan Ibu. Ev. Eveline, tetapi di kesempatan kala itu, kebaktian dipimpin secara solo oleh Ibu Eveline (Bu saya tidak tahu kondisi ibu sekarang bagaimana keadaannya, tapi saya berdoa, ibu selalu sehat dan dalam lindungan Kristus).
Sebagian detail dari khotbah tersebut sudah saya lupakan karena memang sudah sangat lama. Namun yang masih jelas di ingatan saya saat ini , ketika beliau memaparkan inti dari firman tersebut dengan sebuah pertanyaan:
"Pernahkah kita menempatkan Kristus sebagai prioritas? Pernahkah kita mencari hadirat-NYA ketika kita ada dalam kondisi apa pun? Pernahkah kita menghargai Kristus sebagai teman curhat yang paling utama, sebelum kita bercerita kondisi kita ke orang lain atau sahabat paling dekat?"
Nah loh. Tren curhat di sosmed ini biasa dikenal dengan istilah sadfishing, ketika seseorang mengunggah cerita demi mendapatkan respons dari orang lain berupa komentar dan likes. Istilah sadfishing seringkali menjadi momok anak muda zaman now, ketika menjadikan sosmed sebagai alat pancing untuk mengetahui respon orang terhadap kondisinya. Bahkan tidak jarang sadfishing ini sendiri dikenal sebagai suatu unggahan perasaan seseorang yang lagi merasa sedih, cemas dan depresi dengan masalah pribadinya. Contohnya, baper dikit sama gebetan, kita pasti pernah melempar clue di media sosial. Dan kalau ada notifikasi dari doi, waduh senangnya berasa kayak lagi di Surga.
Kalau manusia bisa membangun tembok terhadap aktivitas sosialnya, apakah kita juga sedang menggeser posisi Kristus sebagai teman curhat kita? Jadi tergelitik hatiku, seandainya Kristus layaknya manusia yang punya sosmed, kira-kira cerita apa yang bakal diupload di Instagram-Nya? Pikirku pasti begini: "Mohon maap Mas, Mba, kalo ga penting di-skip aja. Cuma mau numpang nanya, gue ini masih dibutuhkan ga sih?"
Ignite People, saya yakin Kristus tidak marah kalau kita punya teman dan bersosialisasi, karena itulah hidup kita. Namun berikanlah Kristus tempat yang spesial sebagai teman terutama dalam hidupmu. Kalau kita bisa segampang itu curhat ke mana-mana, kita pun bisa dengan gampang bercerita ke Tuhan tentang kondisi yang sedang kita alami, plus solusi lagi! Keren nggak tuh Tuhan kita? Jadikan Kristus yang paling pertama kau temui ketika dalam kondisi apa pun, sekali pun Dia tahu apa yang sedang kau lewati.
Inti dari khotbah yang saya dengar itu, menjadi suatu teguran hebat. Karena saya pun pernah bahkan sering melakukannya sampai suatu ketika saya memutuskan untuk menonaktifkan akun Instagram saya. Bukan karena faktor sadfishing itu tadi, karena media sosial benar-benar memiliki toxic yang tidak terukur dosisnya dan saya tidak ingin menjadi candu.
Saya sadar, bahwa tren masa kini, kita diperhadapkan dengan tantangan besar untuk mengelola hubungan pribadi kita dengan Tuhan. Saya sadar, bahwa prioritas saya sudah berubah dan Kristus sudah bergeser dari hati saya. Saya tidak tahu seberapa banyak dari kalian yang membaca artikel ini, masih memiliki jam doa dan saat teduh yang konsisten setiap harinya, terlebih lagi menempatkan Dia sebagai teman paling pertama yang kalian cari di saat kalian berada dalam kondisi apa pun.
Saya yakin, Kristus memiliki cara yang unik untuk berbicara dengan kita. Dia mungkin tidak memberikan respons seperti followers di media sosial yang membuatmu sumringah ketika likesmu mencapai angka ribuan dan impresimu meningkat. Tapi Dia berbicara dengan anugerah-Nya dan membuatmu tidak hanya "sumringah" tapi terperangah karena saking hebatnya Dia mengatasi pergumulan kita.
Seperti khotbah yang saya ingat ini, Dia berbicara lewat potongan memori di alam ingatan saya walaupun khotbah ini sudah saya dengar sejak 20 tahun yang lalu dan tiba-tiba entah kenapa saya diingatkan. Mustahil sekali, karena butuh usaha keras untuk mengingat detil kejadian di masa lampau. Tapi Kristus bisa melakukan itu.
Apa pun yang kita alami, tolong belajar untuk menghargai Dia sebagai teman paling pertama untuk kita ceritakan semua hal yang terjadi sebelum kita curhat ke orang. Sebelum kita menulis caption bodoh di media sosial. Karena semua jalan keluar hanya ada di dalam Dia. Bukan lewat teman kamu, bukan juga lewat Instagram kamu. Satu-satunya sahabat setia yang rela mengorbankan nyawa hanyalah Dia, seperti yang tertulis pada Yohanes 15:13
"Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya."
Tetapi pun sebagai seorang sahabat, Dia pun tidak mau dikhianati. itu sebabnya jika kita mau menjadikan Yesus sebagai sahabat kita, ini yang Dia minta seperti yang tertulis pada Yohanes 15:14 - 16
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku."
Libatkanlah Dia sebagai yang paling utama, layaknya kita mencari seorang sahabat ketika kita mengalami kondisi apa pun. Kristus mau menjadi sahabat kita, apakah kita mau menjadi sahabat bagi Dia?
With all my heart,
Rayn
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: