Blessings in Disguise: Part Two

Best Regards, Live Through This, 23 March 2020
"What seems to us as a bitter trials are often blessings in disguise" - Oscar Wilde

Bagian sebelumnya dapat dibaca di sini

Dalam keadaan genting yang menguras tenaga, emosi, dan pikiran pasca masa kritis yang saya lalui, kedua orang tua saya juga masih harus menjaga dan merawat adik saya yang memerlukan perhatian khusus. Adik saya, Wilbert Christopher Noel, lahir dengan kondisi tubuh yang tidak sempurna. 

Sedikit mundur ke belakang, pada saat menjelang Natal 1998, selayaknya anak-anak yang lain, saya menantikan hadiah Natal yang diberikan orang tua. Kala itu, kedua orang tua saya menjanjikan kado Natal yang terindah, kelahiran adik pertama saya. Rasa bahagia saya semakin menjadi ketika mendengar bahwa adik saya kelak akan berjenis kelamin laki-laki. 

Dalam rasa bahagia tersebut, saya mulai berandai-andai dalam benak saya, betapa bahagianya dapat bermain bersama dengan dia. Namun, semua angan dan harapan yang indah seketika sirna pada saat adik saya lahir. Sekujur tubuh adik saya penuh dengan luka, jari-jari tangan dan kakinya bahkan, maaf, saling melekat satu dengan yang lain. Adik saya terlahir dengan penyakit langka, Epidermolysis Bullosa, yang menyebabkan kulitnya begitu rapuh dan mudah melepuh. Satu sentuhan lembut dari orang lain saja dapat melukai kulitnya.

Melihat kasus adik saya merupakan kasus yang langka, rumah sakit tempat adik saya lahir tak memiliki alat yang memadai untuk menangani adik saya. Alhasil, adik saya harus dibawa ke rumah sakit yang lebih besar. Saat itu, ayah saya bak Yusuf yang mencari penginapan untuk Maria bersalin. Ia harus mencari rumah sakit bagi adik saya seorang diri. Ada yang menolak, ada yang tidak memiliki alat, bahkan ada yang dengan teganya menyuruh ayah saya mencari kamar kosong sendiri tanpa bantuan pihak rumah sakit. Sampai akhirnya ada salah satu rumah sakit anak yang mau menerima dan merawat adik saya.

Photo by Online Marketing on Unsplash

Pada saat itu, dokter yang merawat angkat tangan dengan kondisi adik saya. Tidak ada obat, terapi, maupun tindakan medis apapun yang bisa menyembuhkan adik saya. Bahkan dokter memvonis adik saya hanya dapat bertahan hidup satu bulan dan apabila ibu saya kembali melahirkan anak, maka hampir pasti kondisinya akan sama dengan adik saya. Mendengar hal itu, kedua orang tua saya memutuskan untuk membawa adik saya pulang dan merawatnya di rumah.

Orang tua saya merawatnya dengan sabar dan penuh perhatian. Mereka membalut lukanya, memberikan perawatan yang terbaik, mengajarkannya untuk duduk bahkan mengajarkannya berbicara. Ketika di awal dokter memvonis usianya hanya satu bulan, maka pada kenyataannya adik saya mampu melampauinya yang kami semua yakini itu semua karena anugerah Tuhan saja.

Photo by Kelli McClintock on Unsplash

Masa-masa ketika ia mulai berbicara menjadi masa-masa yang begitu memedihkan hati ini. Setiap ingin dimandikan ia selalu menangis, meringis kesakitan sambil berkata "Pa, sakit pa. Ma, sakit ma". Ya, luka disekujur tubuhnya membuat pakaian yang ia kenakan terkadang menjadi lengket dengan kulitnya. Imbasnya, ketika hendak membuka bajunya untuk mandi, sudah hampir pasti kulitnya terkelupas dan melukai dirinya. Hal itu berlangsung setiap hari, setiap waktu baginya untuk mandi. Hari-harinya dipenuhi dengan rasa sakit. Namun, dalam kondisinya yang begitu memilukan, ia masih mampu tersenyum dan tertawa, bahkan ketika ada tamu yang datang, ia dengan ramah menyambut kehadirannya. 

Tahun 2001, ketika saya menjalani operasi, adik sayapun ikut dibawa ke Bandung supaya dapat dirawat oleh keluarga. Seakan tahu kakaknya sedang dalam masa kritis, ia tenang dan tidak rewel sama sekali ketika berada di penginapan. Hal yang tidak biasanya mengingat kondisinya yang memerlukan perhatian khusus.

November 2001, saya mendapat kabar bahwa saya akan mendapatkan adik saya yang kedua. Kali ini perasaan saya sangat takut mendengar hal tersebut. Takut kasus adik saya ini akan kembali terulang. 

Suatu hari ibu saya menjelaskan ke adik saya bahwa ia akan memiliki adik. "Noel, sebentar lagi Noel mau punya adik. Noel tetap tenang, mama dan papa pasti akan tetap rawat Noel seperti sekarang". Ia hanya menjawab dengan singkat, "Iya". Sejak hari itu adik saya mengalami masalah pada suaranya. Perlahan suaranya semakin serak dan lama-kelamaan menghilang.

18 November 2001, kondisi adik saya semakin memburuk, suaranya semakin tidak terdengar bahkan kami hanya dapat mendengar ia berbisik kepada kami. Hari itu, kedua orang tua saya memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit keesokan harinya untuk ditangani secara medis. Malam harinya kami sekeluarga berkumpul dan bernyanyi bersama. Adik saya saat itu begitu lemah, ia tidak bernyanyi seperti biasanya. Namun, ia selalu mengangkat tangannya ketika lagu kesukaannya kami nyanyikan, KJ 472 "Haleluya, Haleluya".

Photo by Macau Photo Agency on Unsplash

19 November 2001, sesuai dengan rencana, kedua orang tua saya membawa adik saya ke rumah sakit terdekat untuk dilakukan tindakan medis. Saat itu kondisinya semakin turun dan melemah. Sesampai di rumah sakit, ia langsung dibawa masuk oleh dokter ke IGD. Kami keluarga diminta menunggu di luar. Seketika suasana menjadi begitu tegang, sayapun mulai takut dan panik. Hanya doa yang dapat kami panjatkan agar semua tindakan berjalan dengan lancar.

Tak lama berselang, dokter yang menangani keluar dari ruangan dengan raut wajah yang datar sambil berkata, "Maaf bapak, ibu, kami sudah berusaha yang terbaik, tetapi anak bapak, ibu sudah tidak ada". Sontak kami berlari masuk ke ruangan dalam keterkejutan yang hebat. Betul saja, adik saya sudah terbujur kaku. Air mata ini tumpah, semuanya terjadi dengan begitu cepat.

Kami terpukul, kami tak berdaya. Namun, disisi lain, kami meyakini ini adalah yang terbaik. Tuhan begitu sayang terhadap adik saya, Ia tidak mau melihat adik saya menderita lebih lama lagi sehingga Ia memanggilnya pulang.

Bersambung...

In Loving Memory of

Wilbert Christopher Noel

21 Desember 1998 - 19 November 2001

LATEST POST

 

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Kalimat pada judul yang merupakan bahasa latin tersebut berasal dari slogan sebuah klub sepak bola t...
by Jonathan Joel Krisnawan | 27 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER