Bilangan Prima adalah bilangan yang hanya bisa dibagi oleh bilangan itu sendiri dan bilangan satu.
Hari itu merupakan hari yang cukup membosankan, beruntungnya aku memiliki dosen yang suka mengisi kuliahnya dengan cerita dan humor. Waktu itu dosenku bercerita mengenai hubungan anak kost dan bilangan prima. “Bilangan Prima” adalah teladan anak kost. Bilangan prima merupakan bilangan yang hanya habis dibagi satu atau dengan bilangan itu sendiri. Berbeda dengan bilangan komposit yang bisa dibagi lebih dari satu bilangan.
Entah beruntung atau sial, saat itu aku ditanyai oleh beliau:
“Agustina, kalau kamu disuruh memilih, kamu pilih jadi bilangan prima atau bilangan genap?” Dengan ragu, aku menjawab, “Bilangan genap.”
“Kenapa?”
“Kan kalau dibagi banyak berarti kan banyak memberi.”
“Kenapa banyak memberi?”
“Kan ajaran Tuhan Yesus adalah kasih.”
“Apakah memberi sama dengan mengasihi?”
“Tidak, Pak.”
“Sampai kapan kamu akan selalu memberi?”
“Semampunya, Pak.”
Kemudian dosenku memberi contoh begini “Bagaimana kalau di simpang jalan, ada seorang pengemis yang meminta-minta, apakah kamu akan memberi? Mengapa kamu memberi? Atas dasar apa kamu memberi? Bagaimana dengan temanmu yang ingin meminjam uang? Apakah kamu akan memberinya? Atas dasar apa kamu memberi? Apakah memberi sama dengan kasih? Apakah itu sama dengan menabur?”
Beliau juga memberi perumpamaan begini. Pertanyaan anak kost di awal bulan adalah, “Hari ini kita makan dimana?” Dengan banyak pilihan makanan, kita dapat memilih rumah makan yang enak dengan harga yang mahal. Di tengah bulan, pertanyaan tersebut berganti, “Hari ini makan apa?” yang berarti kita dapat menyesuaikan tempat makan dengan apa yang ingin kita makan, tentunya memilih tempat makan dengan harga yang relatif lebih murah. Tiba di akhir bulan akan timbul pertanyaan “Hari ini kita makan siapa?”
Lalu beliau menjelaskan bahwa dalam memberi pun kita harus berhikmat, dengan kasih apakah kita akan memberi kepada pengemis itu setiap hari? Bila ajaran Kristus adalah kasih, dan kasih itu adalah seperti memberi pengemis, mengapa tidak selalu ada orang di perempatan yang sedia memberi uang kepada pengemis?
Ketika ada temanmu yang akan berhutang kepadamu, apakah semuanya akan kamu beri? Dengan dasar apa kamu akan memberinya? Tentunya dengan dasar bahwa kamu percaya kepadanya bukan? Percaya bahwa uangmu itu akan kembali. Bila kepada setiap orang kamu pinjami uang, kemudian mereka tidak mengembalikannya, bukankah itu sama seperti membuang air ke lautan? Saat kekurangan kamu akhirnya akan meminta kembali kepada orang tua. “Ibu, uangku habis karena dipinjam temanku,” dan mungkin ibumu pun akan menjawab “Sejak kapan kamu buka bank, Nak? Kok menyelenggarakan simpan-pinjam?”. Dalam kredit pun, bank pasti akan menyeleksi apakah orang tersebut mampu mengembalikannya atau tidak.
Dalam konteks menabur pun kita harus berhati-hati, apakah yang kita tabur akan kembali menghasilkan kepada kita atau tidak. Maka tidak salah bila ada yang pernah berkata “Berkatilah orang yang dapat memberkati kamu” dalam konteks menabur. Lalu bagaimana dengan kasih dan memberi? Dalam memberi pun kita harus berhikmat, karena tidak mungkin kita meminta kembali uang yang kita berikan kepada pengemis bukan? Dapat dipastikan bahwa kita tidak mungkin dapat menuai dari pengemis tadi.
Dosenku pun menanggapi jawabanku “Tadi kata Agustina semampunya memberi, tapi sampai kapan? Sampai habis uangmu?” tidak salah bila memberi. Tapi dari kata semampunya, kita terkadang terlalu terlambat untuk mengatakan tidak mampu. Sehingga akan muncul pertanyaan “Hari ini kita makan siapa?” tapi saya yakin sebesar-besarnya kasih tidak mungkin kamu berkata berkata “Makan aku saja.”
Demikian juga kita bila di posisi sebaliknya. Janganlah kita memanfaatkan kasih, kemurahan dan belas kasihan saudara kita. Bukankah seharusnya kita sadar akan kepunyaan kita dan mencukupkan diri? Jadi, selesaikanlah urusan hutangmu dengan segera dan jangan semampunya. Mungkin tidak dengan dibayar langsung, bisa juga dengan mengundur tempo atau dengan mencicil. Tenang masih banyak cara untuk membayar hutang, yang terpenting ada niat dan kemauan untuk membayar hutang.
Baiknya kita harus selalu berhikmat. Ajaran Kristus memang kasih, tapi apakah Kristus mengajarkan kita untuk selalu memberi? Bukankah Yesus memberi dan memberkati pun oleh karna hati-Nya tergerak belas kasihan? Jadi, berhikmatlah kepada siapa kita akan memberi.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: