Labirin itulah yang semakin menguatkan iman dan pengharapan kepada Tuhan terhadap rencana-Nya yang terjadi di dalam hidup kita.
Berbicara tentang Natal, tentu kita juga akan membahas para tokoh yang ada menjelang kelahiran Yesus. Salah satunya adalah Maria, ibu Yesus, yang membuat beberapa pertanyaan di bawah ini terlintas di benak saya:
Sebagai orang Yahudi, seharusnya Maria tahu bahwa dia terancam diceraikan tunangannya, dan lebih parah lagi, dirajam sampai mati karena ketahuan hamil di luar pertunangannya (lihat Ulangan 22:20-21). Tapi mengapa dia bersedia menaati panggilan Allah itu (Lukas 1:38)? Tidakkah Maria sadar bahwa perkataannya itu bisa membuatnya kehilangan nyawa?
unsplash.com
Meski demikian, toh setelah melalui berbagai drama di atas, masih ada rangkaian peristiwa yang terjadi dalam kehidupan Maria. Setelah menikah, Yusuf dan Maria mengadakan perjalanan menuju Betlehem untuk sensus penduduk. Di salah satu rumah, Maria membaringkan bayi Yesus yang baru lahir itu ke sebuah palungan “karena tidak ada kamar bagi mereka di rumah penginapan” (Lukas 2:7). Belum selesai di situ, mereka terpaksa kabur ke Mesir untuk melindungi bayi Yesus dari kejaran Raja Herodes. 12 tahun kemudian, Yusuf dan Maria sempat kehilangan Yesus di Bait Allah—dan baru bertemu dengan-Nya lagi tiga hari sejak pencarian (Lukas 2:46). Tidak hanya itu, Maria juga terus mendampingi Yesus hingga kematian-Nya di kayu salib (Yohanes 19:26).
Kita tentu sepakat bahwa Maria telah berkorban dengan begitu luar biasa dalam hidupnya. Namun, pernahkah terbesit di pikiran kita tentang “skenario” kehidupan Maria di atas? Ada rencana apakah di balik “skenario” terpilihnya Maria menjalani semuanya?
Pastinya, Allah sendiri yang memiliki skenario di balik terpilihnya Maria. Allah memiliki tujuan di dalam hidup Maria yang dinyatakan melalui malaikat Gabriel. Maria beroleh kasih karunia—pemberian secara cuma-cuma (grace)—di hadapan Allah, dan dia menanggapi panggilan Allah dengan positif—sebuah respon yang menurut saya sangatlah polos dan cukup membuat saya terkagum:
"Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." (Lukas 1:38)
unsplash.com
Tidaklah mudah untuk menanggapi panggilan Allah dengan positif di dalam kehidupan kita, bukan? Apalagi sebagai manusia, kita lebih suka memakai logika dan akal budi untuk berpikir ulang tentang panggilan-Nya. Diri kita tidak berserah penuh dan percaya sepenuhnya untuk menerima tanggung jawab yang dipercayakan Allah.
Namun Maria berhasil membuktikan ketaatannya pada Allah—walaupun pada awalnya Maria sempat takut mengandung dari Roh Kudus karena masih perawan, dalam anugerah Allah dia bisa melalui semuanya. Tidak hanya melalui perjalanan yang terjal dalam kehidupannya, hati Maria bahkan juga memuliakan Allah (Lukas 1:47-48) dan berserah penuh kepada Tuhan. Karya keselamatan pun tetap berjalan; dari kelahiran Yesus, pelayanan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya, hingga kenaikan-Nya ke sorga.
Di dalam proses Maria menerima panggilan Allah tersebut, ternyata ada banyak lika-liku yang harus dihadapinya. Saat menanggapi perkataan malaikat Gabriel, mungkin Maria belum sepenuhnya sanggup membayangkan bahwa perjalanan hidupnya sama sekali tidak akan semudah perkataan yang keluar dari dirinya. Mulai dari ketakutan karena harus mengandung pada saat perawan, risiko diceraikan oleh Yusuf, dirajam oleh masyarakat, kesulitan mencari tempat bersalin, melahirkan di palungan, kabur ke Mesir menggunakan keledai, kehilangan Yesus saat di Bait Allah, sampai harus melihat kematian Anaknya di kayu salib.
Bukannya menggerutu dan menyalahkan Tuhan atas berbagai tekanan kehidupan yang ia alami, Maria terus menjalaninya dengan teguh dan setia dari awal hingga akhir. Semuanya karena Tuhan memberikan kekuatan dan memampukan Maria untuk menjalani dan menggenapkan rencana-Nya.
unsplash.com
Kita bisa meneladani Maria yang bersedia menerima panggilan Allah di dalam hidup kita, dan mempercayai-Nya sebagai sumber kekuatan untuk menjalani proses kehidupan ini. Walau di dalamnya pasti ada banyak labirin yang harus dilalui, namun kita perlu meyakini bahwa labirin itulah yang semakin menguatkan iman dan pengharapan kepada Tuhan terhadap rencana-Nya yang terjadi di dalam hidup kita.
Dalam meresapi makna Natal ini, marilah kita berefleksi bersama tentang diri Maria yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Melalui teladan Maria, kita dapat belajar merespon positif atas panggilan Allah di dalam hidup kita, tidak menggerutu dan menyalahkan Allah atas berbagai tekanan kehidupan yang kita alami, sehingga tetap beriman dan berpengharapan kepada Allah, serta tetap menjalani proses rencana Allah dengan teguh dan setia dari awal hingga akhir.
unsplash.com
--**--
Bagi saya, Maria adalah salah satu wanita yang inspiratif dan hebat di samping Ibu Kartini dan perempuan-perempuan hebat lainnya. Maria bersedia dipakai Allah untuk menjalankan rencana besar-Nya untuk kita semua, yang tidak semua orang dapat melakukannya. Tidak hanya mengandung dan melahirkan Yesus, Maria juga mendampingi Yesus sampai kematian-Nya di kayu salib. Mungkin saja jika Maria tidak berserah diri kepada Tuhan pada saat itu, Sang Juruselamat mungkin tidak akan lahir ke dunia ini, untuk menyelamatkan kita semua dari maut.
Akhir kata, selamat merayakan lahirnya Juruselamat—salah satu hasil dari rencana Allah yang tergenapi melalui hidup Maria! Mari bersama berproses dan menjalankan rencana Tuhan di dalam hidup kita! Tuhan Yesus Memberkati!
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: