Apakah Anda pernah berpikir bahwa kekristenan saat ini mirip seperti sebuah lautan yang luas, namun sedalam satu inci? Jika belum, lumat, renungkan, dan sadarilah.
Seorang sahabat pernah berkata kepada saya, “Sebenarnya kita adalah marketing-marketingNya Allah dalam kehidupan ini, sama seperti marketing-marketing profesional dalam dunia kerja, yang membedakan hanyalah cara dan motivasinya saja.”Bagaimana menurutmu? Saya sangat setuju dengan apa yang disampaikan sahabat saya ini. Sebenarnya latar belakang mengapa pembicaraan kami sampai kepada topik tersebut tidak jauh dari realita yang terjadi di sekitar kami, yakni rendahnya partisipasi umat ataupun gereja sebagai marketing-marketingnya Allah untuk mempromosikan/memberitakan tentang kabar baik; tentang kerajaan Allah, apalagi tentang Yesus Kristus kepada dunia saat ini.
Umat Kristen maupun gereja begitu lesu dalam membangun citra diri sebagai marketing-marketingNya Allah agar relevan dalam pemberitaan Injil pada zaman sekarang ini. Umat maupun gereja dininabobokan dalam zona nyamannya, maupun disibukkan dengan urusan sendiri, sibuk dengan berhala-berhalanya sendiri. Bahkan parahnya lagi, sibuk mengurusi ajaran-ajaran orang lain yang secara tidak sadar juga telah menjadi berhala baginya. Ya, ajaran juga bisa menjadi berhala, bukan hanya harta, uang, kuasa, dsb.
Tentu hal tersebut menjadi momok yang tidak bisa kami terima sebagai orang-orang yang berkecimpung dalam dunia marketing, “Toh, sebagai marketing biasa saja kita bisa bekerja dengan segala cara, teknik, dan usaha untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan kita, mengapa untuk Tuhan kita tidak bisa berbuat apa-apa,” demikianlah yang selalu terbesit dalam batin kami.
Mungkin ada saja orang yang tidak akan setuju bahwa kita adalah marketingNya Allah, itu tidak apa-apa. Tidak bisa dipungkiri, bahwa di dalam diri orang Kristen masih saja banyak terdapat orang-orang yang dengan sadar maupun tidak sadar begitu kekeuh memegang teologi jaminan ataupun teologi keterpilihan dalam dirinya (yang penting saya selamat, orang-orang ataupun golongan saya selamat, yang lain egp). Jika ditelisik jangan-jangan orang ini pun telah memberhalakan ajaran-ajaran gereja ataupun denominasinya, who knows.
Tidak mengherankan gereja menjadi kaku dan tidak bisa membumbui dunia dan arus zaman yang semakin pesat berkembang seiring dengan kemajuan teknologi sehingga terkesan bahwa gereja “jauh” dari dunia. Padahal hal ini tentu sangat bertentangan dengan model pelayanan Tuhan Yesus yang datang kepada dunia; bahkan pelayanan-Nya menembus batas-batas, sekat-sekat dan kesenjangan yang ada.
Bagaimana pun kita telah dipilih dan dipanggil, bukan? Sebagai marketingNya Allah, mau tidak mau kita harus mem-branding diri, “menyuguhkan” citra diri dari apa yang hendak kita sampaikan akan diingat oleh masyarakat, oleh orang-orang yang kita temui baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, tidak bisa tidak, kita mesti menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Kita tidak bisa melepaskan pengaruh media sosial yang bisa sangat bermanfaat dalam membagun image pelayanan, misalnya. Kita mesti memerhatikan cara dan motivasi kita, sehingga citra diri tersebut tidak jatuh pada aktualisasi saja dan akhirnya hanya mengagungkan diri sendiri, atau kita menjadi sibuk sendiri dengan dunia maya dan tidak hidup dalam dunia nyata yang mengakibatkan kita jadi apatis terhadap keadaaan sekeliling kita. Oleh karena itu, membangun citra diri sebagai marketing Allah mesti clear, yakni hanya untuk mengenalkan, mewujudkan Kristus di tengah-tengah dunia; bukan kita tapi Dia, perkenanan-Nya bukan perkenanan kita yang terjadi.
“Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana. Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa”
-2 Kor. 2: 14-15
Terlihat jelas, bahwa kita memang adalah marketingNya Allah, kita harus membangun image Kristus dalam kehidupan kita dan melalui pelayanan kita baik di dunia maya maupun dalam kehidupan sehari-hari kita benar-benar merepresentasikan Kristus, sehingga orang-orang yang menyaksikannya dapat melihat bahwa hidup kita benar-benar berbeda, berkualitas dan mengesankan sehingga melalui pelayanan kita mereka boleh mengenal Tuhan.
Sebagai agama pendatang baru, bahkan masih dianggap sebagai salah sekte dalam agama Yahudi di Korintus ketika itu, Paulus dengan tegas mengingatkan kepada jemaat, bahwa mereka harus memelihara citra diri yang baik di tengah masyarakat Korintus yang sangat heterogen dan bahkan kompleks dalam hibriditas keagamaan pada waktu itu. Sehingga orang-orang Korintus dapat membedakan manakah pengikut-pengikut Kristus dan manakah pengikut-pengikut pagan maupun agama-agama misteri yang terkenal waktu itu yang banyak memiliki kemiripan ritus-ritus dengan kekristenan.
Penekanan mengenai bagaimana citra diri yang ditampilkan oleh Jemaat Korintus sebagai marketingnya Allah semakin ditegaskan di pasal 3: 1-4 yang diistilahkan dengan “suratan Kristus”. Tentunya pada waktu itu, surat-surat elektronik dan berkirim pesan lewat media sosial belum ada seperti seperti sekarang ini. Namun sangat jelas dimaksudkan bahwa jemaat-jemaat di sana merupakan citra-citra jemaat pewarta yang memperkenalkan Allah, yang merepresentasikan Kristus dalam kehidupan mereka. Allah merancang Jemaat Korintus pada waktu itu untuk menjadi 'marketer' yang digerakkan oleh Roh Allah yang hidup; para marketer ini lahir bukan pada loh-loh batu yang mati, namun dalam kehidupan manusia yang nyata.
Allah tidak tinggal diam, namun aktif berkarya menolong setiap marketing-Nya, sehingga Kota Korintus ketika itu menjadi salah satu kantong kekristenan terbesar. Dengan demikian semakin jelas bahwa membangun citra diri sebagai marketing Allah tidak hanya perlu, namun mesti dilakukan sebagai bentuk pelayanan yang relevan dan kontekstual pada zaman sekarang ini. Sebagaimana Allah yang merancang Jemaat Korintus untuk menjadi marketing-marketing yang handal pada waktu itu, sehingga kekristenan bisa bertumbuh dengan pesat, demikian juga saat ini. Allah yang menolong dan memampukan kita untuk menjadi pelayan-pelayan-Nya, marketing-Nya: Mewartakan Kristus yang menembus sekat-sekat gender, usia, ekonomi, dsb demi kemuliaan Kristus.
Sebagaimana marketing yang handal yang biasa kita temui, maka kita juga harus memiliki target, cara kerja yang jelas, dan menganalisa lapangan yang ada, sehingga apa yang menjadi goal, pewartaan yang kita lakukan berjalan dengan lancar; efesien dan efektif, serta maksimal. Ingat kembali, bahwa perkenanan dan bergantung kepadanyalah yang terpenting.
Jangan takut mengambil tindakan dan janganlah bingung. Takutlah jika kamu tidak menggumuli apa pun itu, karena tiada akhir tanpa melakukan langkah pertama.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: