Siapa yang Menyukai Kegagalan?

Best Regards, Live Through This, 11 December 2019
Berhenti memikirkan apa-apa yang belum terjadi. Apa yang sudah terjadi saat ini juga membutuhkan solusi

Adakah seseorang yang menyukai kegagalan? Pertanyaan bodoh ini muncul seketika dalam benakku. Rasa-rasanya ada beberapa orang yang menyukai kegagalan, tapi bukan saat ia mengalami hal tersebut. “Setelahnya” - ketika dia telah melewatinya dan mampu berkata bahwa tidak ada orang yang gagal, melainkan semuanya hanya kesuksesan tertunda.


Bila saudara saat ini, sedang mengalami kegagalan, lalu seseorang menasihatimu dengan kata-kata tersebut. Janganlah cepat marah, sebab hampir semua orang tidak pernah menyukai suatu kegagalan. Bahkan setiap orang berdoa agar dijauhkan dari kegagalan.


Tapi, kegagalan tetaplah sebuah proses yang tidak bisa dihindari!


Hari ini, tepat 18 hari lamanya aku merasakan kegagalan untuk kedua kalinya dalam prosesku menjadi seorang pelayan dalam gereja. Namun, tepat di hari ini pula, tulisan ini didedikasikan untuk saudara yang (mungkin) sedang dihantui perasaan kegagalan yang serupa seperti dengan saya saat ini.



Coba kita bayangkan sejenak, kita ingin menikmati sebuah roti yang berisi coklat di tengahnya. Jarang sekali para pembuat roti meletakkan isi daging, cokelat, keju, atau apapun di pinggiran roti tersebut, umumnya bagian pinggir hanya berisi adonan tepung biasa. Tidak heran, saat masa anak-anak seringkali kita hanya memakan bagian tengah roti lalu membuang pinggirannya. Hingga dewasa pun kita lebih memilih porsi yang enak saja, dan mengabaikan sisi “pinggiran” kehidupan yang tidak terlalu kita sukai.


Mungkin serupa dengan kegagalan, pilihan seseorang hanya ada dua setelah mengalaminya; “Give up” atau “Get up”. Karena itu, putus asa adalah musuh utama dari keberhasilan. Rasa mudah putus asa ini membuat kita berpikir bahwa satu kegagalan adalah hasil yang final. Dan karenanya, kita menjadi enggan untuk berusaha lagi. Ibarat roti tadi, kita hanya mencicipi sepotong dan merasakan tidak enak, lalu kita membuangnya. Padahal bisa saja, bagian yang kita cicipi itu adalah bagian pinggiran yang hambar. Sementara, ada bagian lain dari kue yang bisa kita nikmati. Jika kita berusaha lebih keras lagi, mungkin hasil yang manis akan kita rasakan tak lama lagi.


Namun, sanggupkah seseorang melakukannya? Sanggupkah seseorang keluar dari perasaan putus asa karena kegagalannya? Atau kita hanya menjadi pecundang yang berpikir bahwa semua usaha telah kita lakukan, padahal belum sepenuhnya?


Beberapa hari terakhir ini, saya sering mendengarkan cerita beberapa orang yang pernah dan sedang mengalami kegagalan. Secara umum, mereka menceritakan tentang kegagalan dalam percintaan yang akhirnya justru merambat ke seluruh hidupnya. Bahkan tidak jarang, masalah-masalah kecil justru menjadi besar. Mengapa?


Mungkin acuan yang kita pakai dalam hidup ini adalah, apa yang akan terjadi, bukan apa yang sedang terjadi.


“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”
-Matius 6:34


Kegagalan kita saat ini, membuat kita berpikir tentang risiko dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di depannya. Padahal, belum tentu semua hal itu terjadi seperti yang kita khawatirkan. Pengalaman saat kegagalan itu muncul, hari pertama sampai hari ke empat; ketakutan terus menghantui hidup saya. Ketakutan-ketakutan, tentang bagaimana perasaan orang-orang yang saya kasihi dan menaruh harapan kepada saya. Perasaan khawatir itu menipu diri dan melupakan hal terpenting, yakni “mencari solusi untuk diri sendiri, menjalani sesuatu yang sedang terjadi saat ini atau melewatinya dan memulai sesuatu yang baru”.


Berhenti memikirkan apa-apa yang belum terjadi. Apa yang sudah terjadi saat ini juga membutuhkan solusi

Ya, setiap orang membutuhkan pelepasan atas kegagalan yang menghantui hidupnya, karena pengalaman kegagalan justru hanya melemahkan diri, bila hal tersebut terus menerus dipikirkan dan membuat kita semakin mengkhawatirkan masa depan. Daripada repot menghalau semua rasa perih, kenapa tidak mencoba menikmatinya? Terimalah fakta jika kita merasa kecewa, terimalah kenyataan saat kita merasa tidak berguna. Biarkan diri kita meluapkan kesedihan itu, hingga matahari muncul dan kita siap untuk kembali untuk perjalanan lainnya.


Saya dan kamu yakin telah memahami hal ini.Bahkan kita mengetahui pula, bahwa mimpi besar membutuhkan usaha besar dan setiap usaha pasti memiliki resikonya. Saya dan kamu juga lebih dari paham bahwa kegagalan adalah hal yang biasa dan dari sana kita selalu bisa bangkit untuk berusaha lebih keras lagi.


Tapi apakah kita paham pula, untuk belajar dari kegagalan-kegagalan yang kita alami? Ataukah kita menganggap bahwa yang penting tidak putus asa dan mau berusaha lagi? Setiap kegagalan menyimpan sedikitnya satu pelajaran. Itulah yang harus kita harus ketahui, agar ke depannya tidak mengulang kesalahan yang sama dan menemui kegagalan yang sama,


Setiap kegagalan datang, kita selalu punya pilihan. Mau kecewa berkepanjangan, atau memulai proses menjadi manusia yang lebih baik? Kita juga punya kuasa untuk memutuskan apakah akan bertanggung jawab atas kegagalan itu, atau justru menyalahkan orang lain atasnya.


Kita selalu punya opsi untuk tidak jadi pecundang dan mampu menghadapinya dengan gagah berani. Rasa terpuruk dan gagal selalu datang sepaket dengan kesempatan untuk jadi manusia yang lebih pemberani.


Tuhan kan tidak pernah tidur, sekecil apapun usaha kita Tuhan pasti menghargai, setidaknya kita sudah mau berusaha dan tak berdiam diri hanya meminta.


Mungkin IGNITE People juga pernah mendengar tentang buah dari “kekonsistenan”, bahwa kesuksesan bisa datang kapan saja kepada orang yang konsisten dan terus berkomitmen pada usaha yang dia lakukan saat ini. Bahkan banyak tokoh yang selalu kita baca, berbuah karena kekonsistenannya. Jadi apa yang terbaik saat ini, terus-menerus berada pada perasaan tidak menyukai atau mencoba menikmatinya?


Hidup terus berjalan bukan, setiap orang punya pilihan, dan sekarang mau kemana pilihan kita?



LATEST POST

 

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Kalimat pada judul yang merupakan bahasa latin tersebut berasal dari slogan sebuah klub sepak bola t...
by Jonathan Joel Krisnawan | 27 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER