Kenapa Tuhan Tidak Mengizinkan Saya Bunuh Diri?

Best Regards, Live Through This, 31 October 2019
There are devilish thoughts even in the most angelic mind

Disclaimer: Well, saya rasa ini merupakan artikel tergelap yang pernah saya tulis. Jika tidak sanggup membacanya, maka jangan dibaca; tetapi jika kalian penasaran, silakan baca dan biarlah tulisan ini menjadi perenungan kita.


Kisah ini dimulai ketika saya sedang menjabat sebagai koordinator fakultas sebuah organisasi di kampus. Awalnya saya ragu-ragu untuk mengambil posisi ini; namun karena percaya janji-Nya yang memampukan saya, maka saya menjalani jabatan tersebut dengan sepenuh hati. Bukannya dikuatkan, saya justru mengalami berbagai penolakan karena karena ketidakpercayaan anggota lain terhadap saya—yang baru saja menginjak semester tiga. Tidak berhenti di situ, tuntutan untuk menjadi role model yang baik terasa membebani setiap hari. Hal-hal yang terjadi secara tidak sengaja menjadi bahan untuk menjatuhkan saya. Singkat cerita, setengah tahun yang berat itu akhirnya terlalui... sampai tibalah semester baru—yang artinya akan ada maba (mahasiswa baru).

Seperti biasa, kami mengadakan acara penyambutan maba dengan mengadakan ibadah padang. Saya pun segera menunjuk ketua dan membentuk kepanitaan, mendiskusikan acara, menggalang dana, dan sebagainya. Semuanya berjalan aman, sampai ego menguasai para panitia. Akhinya saya turun tangan demi menyukseskan acara ini. Bukannya berterima kasih, ulah panitia justru semakin menjadi-jadi. Tidak hadir dalam rapat, jualan bahkan saling menyerang satu sama lain.

Dampak drama kepanitiaan ini pun tidak terelakkan: semua orang menyalahkan saya atas terbentuknya kepanitiaan ini. Tidak ingin berhenti di tengah jalan, saya dan ketua masih tetap mengusahakan acara ini— walaupun beberapa hal yang kami korbankan: pulang malam, tidak makan siang, tidak mengikuti kelas... apapun kami lakukan demi terlaksananya acara ini. Namun semuanya justru semakin memburuk. Saya merasakan kelelahan yang luar biasa. Pikiran saya tidak pernah tenang kalau memikirkan dana yang belum mencukupi, bahkan kesehatan saya menjadi semakin memburuk. Bagaimana mungkin saya bisa tetap baik-baik saja saat saya mencoba melakukan yang terbaik, tetapi semua orang malah menyalahkan saya terus-menerus!?


Photo by Megan te Boekhorst on Unsplash 

One day, "that" thoughts haunted me.

Saat saya berhenti mendengarkan semua pergunjingan tersebut, pikiran "itu" melintas di benak saya. Awalnya saya tidak pernah menghiraukan ide tersebut. Namun semakin besar masalah yang saya hadapi, pikiran "itu" pun menjadi terasa masuk akal. Saya merasa ada sebuah ajakan "menyenangkan" yang berkata,


“Kenapa gak bunuh diri aja? Kan, jadi gak cape.


Sebagai anak Tuhan, saya merasa takut. Bagaimana bisa saya berpikir demikian? This is not a good idea!  Menyadari buruknya ide ini, saya segera berdoa kepada Tuhan agar dijauhkan dari ide tersebut. Ironisnya, hal-hal di sekitar saya tetap tidak membaik—malah semakin buruk, ditambah lagi gaung pikiran "itu" terus mengusik hati saya.


“Lompat aja ke rel kereta, biar gak usah pusing mikirin acara.”

“Kira-kira kalau jatuh dari sini mati gak, ya? Coba, yuk.”


Ide bunuh diri pun terus bermunculan setiap hari—dan menawarkan berbagai cara. Hal ini membuat saya lebih frustrasi. Setiap hari, ketika saya membuka mata, saat itulah pertempuran antara batin dan pikiran saya dimulai. Tidak bisakah saya hidup tenang? batin saya dengan lelah. Masalah kepanitiaan ini saja belum selesai ini, ehh... ada masalah lain lagi.

Menyadari seriusnya masalah ini, akhirnya saya berencana mencari pertolongan dari orang-orang terdekat. Parahnya, tidak ada satupun yang mengangggap serius masalah saya ini. Hingga suatu malam, entah apa yang terjadi, satu-satunya hal yang saya ingat adalah bahwa saya sudah memegang gunting di tangan kanan. Entah tujuan awalnya untuk apa, namun saya yakin jika kesadaran saya terlambat kembali, cerita ini tidak akan pernah ditulis.

Terlepas dari semuanya itu, ada sebuah perasaan kecewa dalam diri saya. Kenapa Tuhan tidak mengizinkan saya mengakhiri hidup? Apa lagi yang Tuhan mau dari saya? Semua ini begitu membingungkan, rasanya saya seperti sedang berhadapan dengan jalan buntu. Sepanjang malam saya terjaga; namun keesokan harinya, saya—secara tidak sengaja—membuka Alkitab dan menemukan ayat ini:


“Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya” - Efesus 1:5


Photo by Liane Metzler on Unsplash 


Selama ini saya merasa biasa saja saat membaca ayat ini. Namun dalam keadaan desperate seperti itu, ayat tersebut membuat saya menangis. Ayat ini bukan hanya melegakan hati saya, tapi juga menjawab pertanyaan saya mengenai alasan Tuhan tidak membiarkan saya mengakhiri hidup: karena saya adalah anak-Nya. Kalau orang tua di dunia ini saja tidak ingin anaknya bunuh diri, apalagi Tuhan yang menciptakan saya (dan para pembaca, tentunya)! Bukan hanya itu saja, karena saya anak-Nya, Tuhan pun berjanji bahwa Dia pasti akan menolong saya melalui setiap permasalahan yang sedang saya hadapi. Kembali ke logika tadi: Orang tua mana yang mau membiarkan anaknya kesusahan seorang diri? Betapa bodoh dan lemahnya saya saat merasa sedang menghadapi drama kehidupan ini sendirian, padahal kalau sampai detik ini saya masih hidup... bukankah semuanya itu karena Tuhan yang menopang?



Mungkin ada yang mengalami hal yang serupa dengan saya: berada dalam kondisi di mana masalah datang silih berganti.

Rasanya doa permintaan tolong yang diucapkan hanya sampai ke langit-langit dan memantul lagi kepada kita.

Sebagai orang yang mengaku "aku orang Kristen", rasanya tabu untuk mengakui bahwa kita tidak sanggup lagi percaya kepada-Nya karena Dia seolah-olah diam dan tidak peduli.

Mungkin juga kita merasa seperti Saul, yang ditinggalkan Tuhan karena ketidaktaatannya kepada-Nya dan akhirnya menuruti bisikan jahat untuk mengakhiri hidup dengan bunuh diri (1 Samuel 28, 31). That suicidal thoughts maybe attack us hardly, and we don't know what should we do.



But one thing for sure,

when we don't understand why something happened, all we need to do is just remember this :


God is too wise to be mistaken

God is too good to be unkind

So when you don’t understand,

when you don’t see His plan,

when you can’t reach His hand,

TRUST HIS HEART

-Babbie Mason

LATEST POST

 

Hari ini, 10 November, adalah Hari Pahlawan. Sebagai orang Kristen kita juga diajak untuk meneruskan...
by Christo Antusias Davarto Siahaan | 10 Nov 2024

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER