Pelayanan memerlukan semua talenta yang dimiliki manusia agar bisa berjalan dengan baik dan untuk memuliakan Tuhan.
“Dek, kamu mau gak ikut pelayanan?”
“Engga.”
Yups, aku yakin bahwa kejadian serupa menimbulkan sakit-yang-tidak-berdarah kepada hati para pengurus yang menginginkan adanya regenerasi dalam pelayanan gereja. Bukannya ingin segera meninggalkan tugas dan tanggung jawab, sebagai organisasi, gereja juga memerlukan adanya penerus yang terpanggil untuk melayani. Tetapi faktanya, sebagian besar anak remaja zaman now akan berpikir dua kali sebelum terjun dalam dunia pelayanan. Kenapa? Banyak alasannya.
“Aku sibuk, Kak. Jadi gak ada waktu."
“Males ah, harus berbicara di depan umum.”
“Kak, aku gak bisa main musik.”
... dan lain-lain.
Apa benar bahwa remaja saat ini tidak punya bakat yang bisa digunakan dalam pelayanan?
Dalam HUT KOREM ke-54, pengurus Komisi Remaja GKI Halimun Jakarta mengangkat tema EGO: RECALL AND GROWING. Tema yang ditujukan untuk mengajak Halimuners (panggilan remaja GKI Halimun) untuk bersedia menggali potensi yang ada di dalam diri mereka dan menggunakannya untuk melayani. Yups, setiap orang diberikan kecerdasan yang berbeda-beda oleh Allah; ada yang bisa bermain musik, berbicara di depan umum, juga membuat desain yang indah. Itu semua merupakan potensi yang diberikan Tuhan kepada kita. Tapi sayangnya, banyak remaja yang tidak mengenali kecerdasan yang dimilikinya.
Mengacu pada hal tersebut, di sesi pertama HUT tersebut, Kak Dio menjabarkan tentang kecerdasan-kecerdasan yang dimiliki oleh manusia. Ada kecerdasan lingusitik, kecerdasan matematis, kecerdasan visual, kecerdasan kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Banyak, kan? Iya, banyak banget. Hal ini membuktikan bahwa pelayanan bukan hanyak untuk teman-teman yang memiliki kecerdasan musik saja, tetapi semua jenis kecerdasan manusia bisa digunakan dalam pelayanan. Gak percaya? Contohnya, teman-teman dengan kecerdasan visual dapat mengambil pelayanan dalam tim multimedia sebagai admin Instagram maupun Youtube, juga mendesain di PowerPoint, loh. Jadi, tidak ada hal yang tidak mungkin dijadikan sarana untuk melayani Allah.
Perlu diingat bahwa setelah mengenali kecerdasan (maupun talenta) yang dimiliki, kita dipanggil Tuhan untuk melayani-Nya.
Tunggu! Melayani? Gak, gak mau! Susah, tahu!
Siapa sih, yang bilang kalau pelayanan itu mudah? Justru itu susah banget! Terus kita harus gimana?
Di sesi kedua, kami dibimbing oleh Kak Norman untuk belajar dari Petrus (Lukas 5:1-11), seorang nelayan yang galau karena tidak mendapatkan ikan sama sekali. Namun Yesus menyuruhnya untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam dan menunjukan mujizat-Nya. Simon memiliki banyak alasan untuk menolak perintah Yesus, lagipula dia beranggapan bahwa dirinya lebih mengenal danau Genesaret daripada Yesus, tetapi nelayan itu bersedia percaya pada-Nya—dan itu memberikannya keuntungan yang besar (Lukas 5:6). Bukan hanya itu saja, Simon rela berbagi hasil tangkapannya kepada yang lain (Lukas 5:7). Hm... iya, ya. Sebagai remaja yang dipercayakan talenta oleh Allah, kita diajak untuk bertolak melampaui batasan dan kebiasaan kita—tidak hanya menampung "tangkapan berkat" berupa talenta saja, tapi juga menggunakannya untuk memberkati sesama. Sama seperti Yesus yang memberikan berkat-Nya kepada Simon, Dia juga akan menolong kita dalam menjalani pelayanan yang diperintahkan-Nya.
Ketakutan selanjutnya yang dirasakan remaja adalah perasaan takut-melayani-sendirian. Eitss... tenang. Siapa bilang kalau kita akan melayani seorang diri? Seperti kata Kak Gery, pelayanan adalah refleksi dari bergeraknya tubuh Kristus. Setiap kita memiliki bagian masing-masing dalam pelayanan, dan kita membutuhkan orang lain untuk melengkapi kita. Sebagai contoh, seorang ketua membutuhkan sekretaris dalam rapat, begitu juga worship leader yang membutuhkan pemusik dalam ibadah. Bukan hanya itu saja, kita membutuhkan teman-teman yang bersedia menjadi kolektan dan juga among tamu untuk menyapa jemaat. Yups, pelayanan memerlukan semua talenta yang dimiliki manusia agar bisa berjalan dengan baik dan untuk memuliakan Tuhan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pelayanan yang baik akan berdampak bagi diri sendiri dan sesama. Memang tidak mudah untuk bekerja bersama-sama dalam sebuah kelompok; ada yang memiliki sifat pengatur, ada yang pendiam, juga ada yang terlalu banyak bercanda. Namuni itu semua bukan menjadi penghalang bagi sebuah pelayanan. Dalam sesi keempat, Kak Niko mengajak kami untuk mencoba memahami orang-orang yang berada di dalam pelayanan kita. Yups, benar sekali. Akan sangat sulit bagi kita jika kita memaksakan kehendak pribadi tanpa mendengarkan pendapat yang lain. Padahal seharusnya, sebuah pelayanan seharunya menjadikan kita bertumbuh bersama—bukannya saling menghancurkan.
Dari HUT KoRem kali ini, kami diajak untuk menanggapi panggilan Tuhan untuk melayani melalui talenta yang dipercayakan-Nya. Semoga melalui GKI Spotlight kali ini, kita diingatkan untuk semakin bertumbuh dalam pelayanan yang dikerjakan dengan hati. Tuhan memberkati!
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: