Masa pandemi seharusnya bukan membungkam nyanyian gereja Tuhan akan tetapi memurnikan nyanyian gereja Tuhan.
“How Can I Keep From Singing” Merupakan sebuah himne yang kemungkinan besar dikarang oleh Robert Lowry. Saya menyanyikan lagu ini kurang lebih beberapa tahun lalu ketika masuk dalam sebuah anggota paduan suara seminari. Himne ini memiliki nada yang unik dan juga dikemas dengan aransemen musik begitu indah. Hal ini memberikan kenangan tersendiri buat saya secara pribadi, apa lagi saat itu saya mendapatkan kesempatan untuk bernyanyi di beberapa gereja bersama anggota paduan suara tersebut. Namun, saya tidak mengira bahwa pada akhirnya himne tersebut menjadi perenungan yang dalam buat saya untuk bernyanyi pada masa-masa pandemi saat ini.
Tidak dipungkiri bahwa bernyanyi merupakan bagian yang erat buat setiap umat Kristiani. Hampir setiap kegiatan komisi hingga kegiatan insidentil di gereja pasti ada kegiatan bernyanyi. Tidak berhenti sampai di situ saja seorang pengkhotbah bisa saja dalam khotbahnya bernyanyi entah itu di tengah khotbah berlangsung ataupun di akhir khotbah. Bahkan mungkin orang-orang di luar sana juga mengenal bahwa orang Kristen itu identik dengan bernyanyi. Nyanyian itu erat dengan kegiatan kristiani.
Namun keadaan pandemi saat ini yang melanda seluruh masyarakat dunia harus memikirkan ulang--paling tidak bagi saya seorang penggiat ibadah--tentang kegiatan bernyanyi dalam gereja. Walaupun PSBB di beberapa daerah sudah berakhir dan kegiatan keberagamaan sudah diperbolehkan dengan himbauan kesehatan yang ketat, kegiatan bernyanyi dalam gereja ini perlu dipikirkan ulang karena kemungkinan ada begitu banyak droplets yang keluar ketika bernyanyi.
Hal ini membuat saya pribadi memikirkan ulang apakah bernyanyi harus dipertahankan dalam susunan liturgi dalam ibadah. Haruskah kita berhenti bernyanyi dalam ibadah gereja. Atau sebetulnya Tuhan menginginkan kita harus memikirkan ulang cara kita bernyanyi dan bahkan tujuan kita bernyanyi dalam gereja. Saya mau membagikan beberapa hasil perenungan saya beberapa hari ini dengan mengacu pada tujuan bernyanyi dalam ibadah dan memberikan beberapa hal yang bisa dipikirkan dalam kegiatan bernyanyi dalam kehidupan normal baru di gereja.
Why We Sing
Kalau kita berbicara mengenai bernyanyi, dalam Alkitab ada begitu banyak ayat yang menyebutkan bahkan memerintahkan setiap umatnya untuk bernyanyi dan memuji kebesaran Tuhan. Salah satu kitab dalam perjanjian lama yaitu kitab Mazmur merupakan sebuah kitab yang paling panjang dengan 150 pasal dan semua berisi tentang nyanyian dan doa yang dinyanyikan. Tidak hanya dalam Perjanjian Lama, dalam Perjanjian Baru Paulus sempat menyebutkan untuk bernyanyi dengan berbagai bentuk nyanyian (Kol. 3:16). Bahkan, dalam masa kekekalan nanti kita juga akan bernyanyi memuji Allah (Why. 7:9-11). Kita melihat ada berbagai contoh referensi tentang bernyanyi dalam Alkitab dan beberapa ayat lain yang tidak saya sebutkan juga memerintahkan umatnya untuk memuji Tuhan.
Namun, yang perlu diperhatikan dari berbagai referensi Alkitab mengenai bernyanyi adalah dasar atau alasan seorang Kristen bernyanyi. Kita akan melihat salah satu nyanyian yang terkenal yaitu nyanyian Maria atau dikenal magnificat (Luk 1:46-56). Pujian ini diambil dari kisah tentang Maria itu bertemu dengan sahabatnya, Elisabeth. Maria bernyanyi karena ia merasakan kebaikan Tuhan dalam hidupnya. Di mana Allah memakai Maria seorang yang berdosa menjadi alat-Nya untuk kelahiran Sang Juruselamat manusia. Kita melihat di sini bahwa Maria bernyanyi karena Allah terlebih dahulu sudah melakukan perbuatan baik kepada Maria. Kemudian dalam Perjanjian Lama kita melihat Musa membawa bangsa Israel keluar dari mesir mereka bersukacita dan mereka bernyanyi memuji Tuhan (Kel 15:1, 20-21).
Kita melihat dasar mereka bernyanyi adalah respons terhadap kisah narasi Allah. Kisah di mana Allah yang memperhatikan dan menghampiri umat-Nya yang berdosa. Bahkan pemazmur dalam Mazmur 98:1 berkata, “Nyanyikanlah nyanyian baru bagi Tuhan, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus.”
Ada begitu banyak referensi lain tentang bagaimana respond umat Allah akan perbuatan dan kisah Allah dalam kehidupan manusia. Semua hal itu menjadi dasar kita mengapa bernyanyi, yaitu karena kita ingin menyuarakan narasi Allah yang begitu besar dan indah dalam kehidupan kita, sehingga kita tidak bisa membendung mulut dan hati kita untuk memuji Tuhan.
Singing in the Pandemic Era
Kita tahu sekarang bahwa dasar kita bernyanyi dalam gereja karena kita sudah merasakan narasi Allah dalam kehidupan kita. Tapi memang masa pandemi saat ini membuat kita sulit bernyanyi dalam ibadah. Mungkin secara teknis kita tidak akan bernyanyi seperti dulu lagi dengan banyaknya list lagu, dengan durasi nyanyian yang panjang dalam liturgi ibadah, ataupun pengulangan pujian dalam nyanyian ibadah. Mungkin kita akan bernyanyi dengan teknis yang baru seperti kita bernyanyi dalam hati sementara hanya pemimpin pujian yang bernyanyi dengan suara atau kita hanya melakukan ekspresi tubuh seperti bertepuk tangan atau mengangkat tangan dalam ibadah bahkan kita mengurangi jumlah nyanyian dan pengulangan nyanyian dalam ibadah. Namun, nyanyian tetap relevan dan penting dalam ibadah sebagai respons umat kepada Allah.
Mungkin yang menjadi sorotan kita adalah justru dalam masa pandemi ini, kita memurnikan pujian kita di hadapan Tuhan, karena kita menyadari bahwa sebelumnya mungkin kita bernyanyi karena kita suka lagunya, aransemennya, atau musiknya sehingga kita jatuh dalam konsumerisme dan lupa dasar kita bernyanyi. Mari saat ini kita kembali kepada esensi dari bernyanyi itu sendiri, yakni kita bernyanyi untuk berelasi dengan Allah. Kita merespons apa yang Allah telah lakukan kepada kita dan pengingat bagaimana narasi Allah itu menjadi kekuatan kita dalam menghadapi kehidupan yang tidak pasti saat ini.
Kita bernyanyi bukan karena Allah membutuhkan pujian. Kita bernyanyi karena kita mau merespons perbuatan Allah kepada kita. Kita bernyanyi karena kita mau mengingat karya Allah Tritunggal yang telah menyelesaikan masalah terbesar kita yaitu dosa. Dan ingatan itu menjadi kekuatan buatan kita dalam menjalani kehidupan kita yang tidak pasti dalam masa pandemi ini.
Mungkin secara teknis kita akan bernyanyi dengan cara yang berbeda dan ada berbagai macam cara kita bernyanyi dalam ibadah normal baru ini. Akan tetapi, kepastian yang harus tertanam dalam gereja ketika bernyanyi pada masa ini adalah bahwa kita bernyanyi karena Allah yang sudah melakukan banyak hal buat kehidupan kita
Keep Singing
Masa pandemi seharusnya bukan membungkam gereja dari nyanyian akan tetapi memurnikan nyanyian gereja. Kehidupan normal baru dalam bergereja akan merubah berbagai macam hal teknis bernyanyi dalam gereja. Akan tetapi, marilah kita tetap bernyanyi dengan esensi yang benar dan bukan bungkam menutup hati kita memuji Tuhan, sama seperti salah satu isi lirik himne How Can I Keep from Singing yang bertuliskan
“No storm can shake my inmost calm, while to that rock I'm clinging, Since love is Lord of heaven and earth How can I keep from singing?”
Tetaplah bernyanyi bagi Dia wahai gereja Tuhan, angkatlah suara-Mu dan pujilah Allah dengan segenap hatimu.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: