Dunia boleh katakan 'ku tak berarti... Dunia boleh katakan 'ku bukan siapa-siapa Tapi 'ku hanya dengar apa kata Yesus Dia katakan 'ku istimewa...
Penggalan lirik lagu Sekolah Minggu yang sangat melegakan hati bukan? Ya saat Sekolah Minggu, kata 'istimewa' sering saya dengar dari guru Sekolah Minggu untuk menggambarkan betapa setiap manusia itu unik dan berharga di mata Tuhan. Kata 'istimewa' juga yang coba dipakai kedua orang tua untuk menjelaskan tentang apa yang terjadi pada saya.
Saya terlahir prematur dan sejak usia 10 bulan saya divonis menderita cerebral palsy; sebuah penyakit kelumpuhan otak yang mempengaruhi sistem gerak dan menyebabkan kekakuan otot sehingga saya susah berjalan.
Namun, saya bersyukur kedua orang tua, adik, dan keluarga memperlakukan saya seperti memperlakukan anak-anak biasa. Saya pun berkegiatan seperti yang lain, bersekolah di sekolah umum, aktif pelayanan di gereja, diajak berpergian, bersosialisasi dengan teman-teman, dan lain-lain. Ya, pada intinya sama seperti anak-anak lainnya.
Image by Ben Wicks on Unsplash
Semua mulai berubah ketika saya memasuki masa remaja; ketika saya mulai merasa bahwa keistimewaan yang saya punya tidak se-istimewa seperti yang ada dalam bayangan. Saya mulai menganggap hal yang katanya istimewa ini, justru menjadi penghambat untuk merasakan keindahan masa remaja. Ya dalam bayangan saat itu keindahan masa remaja saya definisikan bisa hangout bareng teman-teman sebaya (nge-mall, nongkrong, ke bioskop , dan sebagainya). Hal ini juga semakin memburuk ketika gambar diri saya mulai “rusak”. Kenapa bisa dibilang rusak? Saya mulai rendah diri akut, walau di luar terlihat baik-baik saja, tapi sebenarnya yang ada di dalam sebaliknya. Hal ini semakin parah ketika saya mulai merasa sendirian, merasa doa minta kesembuhan yang dipanjatkan jadi percuma karena tak didengar dan mulai terus bertanya pada Tuhan tentang mujizat dan keberadaan-Nya yang nyata.
Image by Sydney Sims on Unsplash
Sampai suatu saat Tuhan benar-benar menunjukkan keberadaan-Nya dengan cara-Nya sendiri.
Sore itu bisa dibilang titik terendah dalam hidup saya. Dengan segala permasalahan dan beban yang ada, terbersit pikiran bahwa 'nyerah' saja dan mengakhiri semua dengan cara bunuh diri, dengan anggapan bila saya tak ada lagi di dunia semua masalah selesai, namun tiba-tiba ketika saya akan melakukan itu Tuhan mencegahnya dengan cara memberikan bayangan wajah orang-orang yang terdekat dan saya kasihi sedang tersenyum ketika saya memejamkan mata berancang-ancang untuk melakukannya. Seketika saya disadarkan, ketika dalam hati saya, seperti ada yang berkata:
"Untuk apa aku memberimu kelemahan? Untuk menunjukkan betapa kuat dan hebatnya Aku dalam hidupmu."
Saya rasa itu bukan suara hati biasa, melainkan dari Tuhan yang berbicara. Hari itu ditutup dengan satu kejadian ajaib lainya, Entah secara sengaja atau tidak, ketika saat teduh di malam hari saya membuka ayat yang selama ini saya sangsi untuk mengimaninya. Ayat itu dari Yohanes 9:2-3. Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
Image by Brian Patrick on Unsplash
Kejadian itu merupakan titik terendah, namun juga menjadi titik balik saya merasa dipulihkan kembali melalui caranya yang istimewa. Ya sebuah cara istimewa yang.membuat saya sadar setiap hal yang terjadi dalam kehidupan adalah rencana Tuhan, bahkan melalui hal terlihat menyesakkan sekalipun seperti difabilitas. Saya mulai belajar bahwa ketika kesembuhan tidak saya terima, bukan berarti mujizat itu tidak nyata atau Tuhan tidak beserta dalam setiap fase kehidupan, tapi memang Tuhan telah menyediakan mujizat dengan porsi dan bentuk yang berbeda untuk setiap orang.
Mungkin memang benar , ketika saya tidak beroleh kesembuhan secara jasmani, semua akan terlihat tidak mudah dan juga tidak menyenangkan untuk dijalani. Namun saya bersyukur karena meskipun saya tetap sakit secara fisik, hal ini yang membuat saya terus belajar untuk menyadari bahwa penyertaan-Nya nyata dalam segala suasana. Saya juga semakin mengenal Dia dan juga menikmati kasih-Nya melalui hal-hal yang saya lewati dalam kehidupan. Difabilitas bukanlah suatu rancangan yang buruk, melainkan salah satu cara istimewa dari Tuhan untuk menyatakan cinta.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: