Remah-Remah Kuaci

Best Regards, Live Through This, 13 June 2019
"No one can make you feel inferior without your consent." - Eleanor Roosevelt -


Kita pasti ingat dengan istilah “remah–remah rengginang” atau “remah–remah rempeyek” yang sempat populer beberapa waktu lalu. Istilah–istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan betapa “kecil” dan tidak berharganya sesuatu atau seseorang, sama seperti remah–remah makanan yang nyaris tak terlihat dan akan begitu saja hilang karena disapu atau tertiup angin.

Saya dan beberapa teman dekat kerap menggunakan istilah “remah–remah kuaci” sebagai bahan candaan di antara kami. Tentu saja kita jarang, atau bahkan tidak pernah, melihat remah–remah kuaci karena kuaci itu sendiri sudah berukuran kecil, apalagi remah–remahnya. Sekali lagi, istilah tersebut hanya menjadi bahan candaan kami. Namun diam-diam saya sering merasa bahwa saya adalah si “remah–remah kuaci” itu. 

Unsplash

Saya adalah seorang guru TK, sebuah profesi yang menurut saya kurang dihargai oleh pihak–pihak tertentu, antara lain oleh keluarga saya dan beberapa orang teman. Sebagai lulusan Sastra Rusia, mereka menyayangkan keputusan saya untuk menjadi guru TK. 

"Kenapa tidak menjadi penerjemah atau diplomat saja? Masa sudah susah-susah belajar bahasa dan kebudayaan negara lain, ujung-ujungnya malah harus mengawasi anak kecil?" 

Bukan sekali dua kali pertanyaan-pertanyaan serupa dilontarkan kepada saya. Pandangan keluarga dan teman–teman ini tentu saja menjadi tekanan tersendiri bagi saya dan membuat saya rendah diri, padahal saya memang sangat tertarik dengan pendidikan anak usia dini.

Image by Alexas_Fotos from Pixabay 

Sebagai manusia, harga diri saya juga cukup terusik apabila ada orang tua murid yang memperlakukan saya dengan tidak hormat. Suatu ketika salah satu orang tua murid terlambat mengembalikan buku laporan dan sesuai dengan peraturan sekolah, saya tidak diperkenankan untuk menulis laporan tentang si anak di hari tersebut. Peraturan ini dibuat agar para orang tua murid tidak telat mengembalikan buku laporan dan agar guru memiliki waktu yang cukup untuk menulis laporan tentang kegiatan anak. 

Merasa tidak terima, orang tua tersebut memarahi saya dan menuduh saya malas karena tidak menulis laporan tentang anaknya hari itu. Sangat berbeda dengan zaman dulu ketika orang tua murid menghargai school regulation dan memiliki rasa hormat terhadap guru. Tentu saja tidak semua orang tua murid memperlakukan saya seperti itu. Pada kenyataannya saya bersyukur bahwa saya lebih banyak bekerjasama dengan orang tua murid yang kooperatif, namun karena saya sudah terlanjur minder dengan pekerjaan saya, perlakuan negatif dari orang tua murid bisa dengan mudahnya membuat saya tidak semangat bekerja.

Image by Grae Dickason from Pixabay 

Pandangan dan cara orang lain memperlakukan saya, membuat saya merasa tidak bernilai dan tidak berdaya. Saya jadi malas menghadiri arisan keluarga atau reuni dengan teman-teman lama karena saya khawatir akan ada pertanyaan atau komentar mengenai pekerjaan saya. Saya merasa tidak percaya diri untuk berkenalan dengan orang baru karena khawatir minat mereka akan turun apabila mereka tahu bahwa saya hanyalah seorang guru TK. Saya juga berpikir bahwa saya tidak memiliki peran yang cukup besar untuk melakukan sesuatu yang berarti untuk orang lain. Saya bukanlah psikolog, penulis, ataupun fotografer yang bisa menolong, menginspirasi, dan menghibur orang lain lewat pekerjaan dan karya mereka. 

Terkadang Tuhan menghadirkan orang–orang tertentu untuk mengajar dan “menghajar” kita. Dalam hal ini, seorang penjaga gerbang tol dipakai-Nya untuk menunjukkan, bahwa kecil atau besarnya peran seseorang tidak akan menghalanginya untuk menjadi berkat bagi orang lain.

Di suatu malam, ketika hendak membayar uang di gerbang tol (saat itu masih bisa membayar dengan uang tunai), si penjaga gerbang tol mengatakan hal ini kepada saya: “Terima kasih. Hati–hati ya, Kak. Tuhan memberkati!” 

Image by Gino Crescoli from Pixabay 

Kata–kata yang diucapkannya seketika membuat saya merasa lebih bersemangat, apalagi dia mengucapkannya dengan tulus. Terus terang  sebelumnya saya menganggap pekerjaan seorang penjaga gerbang tol sangat membosankan. Mereka harus duduk berjam-jam dan melakukan pekerjaan yang itu-itu saja. Namun penjaga gerbang tol ini menunjukkan kepada saya bahwa dia tetap bisa menjadi berkat lewat pekerjaannya yang saya anggap membosankan. Pengalaman ini menyadarkan bahwa kita harus melakukan yang terbaik dalam apapun yang kita kerjakan, meskipun dunia menganggap peran kita atau apa yang kita kerjakan tidak penting.

Pengajaran Tuhan yang saya dapatkan melalui pertemuan saya dengan penjaga gerbang tol, membuat saya mulai bersyukur atas pekerjaan yang Tuhan percayakan kepada saya. Saya merasa malu karena terlalu fokus dengan pendapat orang lain mengenai profesi saya, sampai-sampai saya lupa bahwa sebenarnya banyak hal berguna yang bisa saya lakukan untuk murid saya yang masih kanak-kanak tersebut. Saya belajar untuk menghargai diri saya sendiri dengan tidak memusingkan pendapat orang lain mengenai profesi saya, dan hal ini lama-lama menumbuhkan kepercayaan diri saya.

Unsplash

Sekecil apapun peran kita di dunia ini, kita tetap bisa menjadi berkat bagi orang lain apabila kita melakukan bagian yang Tuhan berikan dengan sepenuh hati. Saya berusaha untuk lebih kreatif dalam kegiatan belajar mengajar agar anak-anak mendapat pengalaman yang menyenangkan saat belajar di sekolah. Saya juga harus konsisten mengenalkan nilai-nilai kebaikan kepada mereka karena saya ingin mereka tumbuh sebagai anak-anak yang memiliki karakter baik.  

Di atas semua itu, saya belajar untuk fokus kepada Tuhan dan bekerja untuk Dia, yang menginginkan saya menjadi berkat lewat bagian yang dipercayakanNya kepada saya. Mungkin orang lain tidak akan menganggap serius pekerjaan kita, tapi Tuhan menyukai apa yang kita lakukan di dalam nama-Nya. Bukankah itu lebih penting?



LATEST POST

 

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Kalimat pada judul yang merupakan bahasa latin tersebut berasal dari slogan sebuah klub sepak bola t...
by Jonathan Joel Krisnawan | 27 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER