“Kapan nih nikahnya? Jangan kelamaan, ga baik!” “Nunggu apa lagi sih, uda sama-sama kerja juga kan, segeralah menikah!”
Kalian setuju tidak, kalau menunggu adalah kegiatan yang membosankan? Kita hanya bisa menunggu tanpa memiliki kendali penuh untuk kapan dan bagaimana merealisasikan apa yang kita mau. Apalagi di tengah kemajuan zaman yang serba instan ini, menunggu sering disamakan dengan membuang-buang waktu.
Aku mempunyai grup Whatsapp yang berisikan tiga orang dengan pergumulan masing-masing. Ada yang menunggu diberikan kepercayaan untuk memiliki momongan, ada yang menunggu datangnya “sang pangeran”, dan ada juga yang menunggu kapan tiba saatnya hari pernikahan. Di dalam fase yang berbeda, kami sama-sama menunggu. Banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh orang-orang di sekitar.
Ketika pada awalnya berhadapan dengan tanda tanya itu, pasti akan kami jelaskan dengan panjang-lebar. Tetapi setelah berulang kali ditanyakan, kami pun lelah dan akan menjawab dengan jawaban sakti kami, “Doain aja ya!” Biasanya setelah dijawab seperti itu, tidak banyak lagi pertanyaan lanjutan menyusul.
Photo by Max Poschau on Unsplash
Fase 1
“Kapan nih punya pacar? Makanya jangan terlalu pilih-pilih, ga baik!”
Sebenarnya kalau mendapatkan pertanyaan seperti ini, ingin sekali kujawab, “Justru harus dipilih, karena seumur hidup itu terlalu lama.”
Untuk yang sedang dalam fase ini, percayalah bahwa pasangan hidup memang harus dipilih, bukan asal ada yang dekat langsung dijadikan pacar. Pada fase ini juga aku belajar untuk berbahagia terlebih dahulu. Mengapa? Karena kalau kita belum bahagia dan kemudian berpacaran dengan orang yang berbahagia, kita sedang mengganggu kebahagiaannya.
Sama halnya dengan membuat kue, jika kita menggunakan dua butir telur dan satu di antaranya busuk, dapat dipastikan kalau rasa kue tersebut juga akan kacau. Berlaku juga sebaliknya, jika kita sudah berhasil berbahagia di dalam masa penantian kita dan kemudian berpacaran dengan orang yang tidak berbahagia, maka kebahagiaan kita dapat tersedot cepat atau lambat.
Pexels.com
Fase 2
“Kapan nih nikahnya? Jangan kelamaan, ga baik!”
“Nunggu apa lagi sih, uda sama-sama kerja juga kan, segeralah menikah!”
Aku hanya bisa menjawab di dalam hati, “Menikah tidak semudah itu kawan!” Menikah bukan hanya tentang pengucapan janji nikah dan resepsi saja, akan tetapi yang lebih penting adalah orang seperti apa yang akan kita nikahi, yang akan kita lihat, temui, ajak bicara setiap hari, yang akan terus menemani dalam suka dan duka. Kata orang, masa-masa PDKT itu adalah masa terindah karena pada saat sudah resmi berpacaran akan mulai terlihat sedikit sifat aslinya dan jika sudah menikah, baru terbongkar banyak sifatnya.
Dalam proses berpacaran itu sendiri tidak jarang godaan datang, entah mungkin ketika melihat yang lebih ganteng atau cantik, lebih mapan, lebih banyak kesamaan, dan sebagainya. Di momen inilah kita dapat menguji kembali apa yang terpenting dalam relasi dan memastikan tentang kesamaan visi dalam kehidupan dan iman.
Maka dari itu, berpacaran menurutku adalah waktu yang paling pas dalam “menguji”. Bukan menguji pasangan kita, tapi justru menguji diri kita sendiri, apakah yakin untuk menjalani seumur hidup dengannya. Ketika kita menyatakan tekad di altar-Nya, itu berarti kita siap menerima semua kelebihan dan kekurangannya.
Pexels.com
Fase 3
“Kapan nih punya anak? Jangan ditahan-tahan, ga baik!”
Pertanyaan seperti ini untuk pasangan yang baru menikah mungkin masih akan dijawab dengan senyum sopan. Coba bayangkan jika pertanyaan ini ditanyakan kepada pasangan yang sudah bertahun-tahun menikah dan sudah melakukan berbagai cara, akan tetapi belum mendapatkan momongan. Pertanyaan tersebut justru malah akan membuat sedih pasangan itu.
Padahal kita juga tidak pernah tahu alasan mengapa Tuhan seakan menahan, ataupun tidak memberi sama sekali. Tapi bukankah seharusnya kita yakin bahwa Tuhan selalu bermaksud baik?
Pertanyaan-pertanyaan di atas sangat sering ditanyakan. Entah dengan maksud mencari topik pembicaraan, bahan (yang dikira) lucu, ke-kepo-an, ataupun dengan tendensi serius yang berunsur kepedulian. Harus diakui, kadang pertanyaan tersebut adalah wujud dari perhatian, namun jangan lupa, pertanyaan itu dapat sangat berdampak bagi si penerima pertanyaan.
Untuk yang sedang menanti pasangan, karena lelah ditanya terus menerus, maka memutuskan untuk tidak melakukan pilih-pilih, yang penting punya pacar.
Untuk yang sedang menantikan pernikahan, karena lelah ditanya terus menerus, eh akhirnya malah buru-buru menikah tanpa tahap “menguji” terlebih dahulu.
Untuk yang sedang menanti momongan, pertanyaan tersebut ternyata dapat menimbulkan pertengkaran dan saling menyalahkan di antara pasangan.
Kita pasti pernah ada di fase itu. Penantian juga terus silih berganti dari tahap masa satu ke berikutnya. Tapi satu hal yang kita bisa percaya, waktu Tuhan adalah selalu yang terbaik, walaupun kadang tidak sesuai dengan yang kita mau.
Selamat menjalani fase kehidupan! 😊
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: