Dapatkah membayangkan pada masa kini ketika dunia sudah berubah dengan segala kemajuannya namun tidak ada sistem yang mengatur? Sudah tentu akan terjadi penyimpangan dan semua akan berjalan masing-masing menurut feeling, bukan kebenaran.
Pemerintahan di dunia ini dilaksanakan dalam berbagai metode, namun pada intinya adalah mengatur secara keseluruhan supaya program yang sudah dibuat dapat berjalan sebagaimana mestinya untuk kepentingan seluruh masyarakat. Kita perlu melihat bahwa sejak awal mula penciptaan Tuhan telah mengutus umat manusia untuk mengelola dan mengusahakan bumi yang telah terbentuk. Lantas, dapat dibayangkan dalam masa kini ketika dunia sudah berubah dengan segala kemajuannya namun tidak ada sistem yang mengatur? Sudah tentu akan terjadi penyimpangan dan semua akan berjalan masing-masing menurut feeling, bukan kebenaran.
Hal itulah yang kemudian membentuk Negara Indonesia menganut system “Trias Politika“ di mana pengaturan negara dibagi kedalam beberapa konstitusi, yang diantaranya : Lembaga Legislatif, Lembaga Eksekutif, Lembaga Yudikatif, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan pelaksananya dari segalanya adalah Eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden). Beberapa instrumen yang disusun oleh negara kita diantaranya UUD 1945 (Undang-Undang Dasar 1945) yang disusun kala Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan dan telah memasuki masa amandemen atau penyempurnaan versi sebelumnya. Ada pula UU (Undang-Undang) yang mengatur aspek selain kenegaraan misal hukum, HAM, ITE, Perlindungan Anak, dll. Kemudian di tingkat kota kita mengenal “Perda” atau Peraturan Daerah.
Pelaksanaan Trias Politika ini tidak dapat dipisahkan, semua harus bersinergi karena itu semua mencakup tujuan dan arah Indonesia ke depan. Pun dengan pelaksanaaan pemerintahan di kalangan lokal/daerah (tingkat Rukun Tetangga, Rukun Warga, Kecamatan, Kelurahan, Kotamadya, Kabupaten, Provinsi) semua dilakukan secara terpusat dan masing-masing diberikan otonomi daerah untuk mengembangkan dan mengelola sesuai kebutuhan.
Image by Aditya Joshi on Unsplash
Dalam sistem pemerintahan presidensial, konstituante atau pemilik suara terbanyak adalah masyarakat yang telah ditetapkan secara de facto ketika sebuah negara mulai diakui secara global. Kesadaran masyarakat adalah sebuah bentuk penerapan dari norma-norma ketatanegaraan yang berlaku, dapat diukur dengan tingkat partisipasi dalam berbagai aspek baik secara normatif (tertulis) maupun aturan tidak tertulis. Bertolak dari tujuan konstitusi dalam pembukaan (preambule) UUD 1945 alinea ke-IV dengan tegas menyatakan bahwa: “untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum…”.
Sehingga tujuan ini direalisasikan dalam bentuk demokrasi yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Proses demokrasi semestinya juga merangkul seluruh generasi termasuk gen Z dan millennial yang bahkan dalam data pemilu tahun 2024 menyumbang data sebanyak 55% atau 114.000.000 (sumber : Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia). Ketika aku mencoba menanyakan kepada beberapa anak muda terkait proses demokrasi yang ada di Indonesia, beberapa dari mereka masih kebingungan dikarenakan belum pernah terlibat dan jarang dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mungkin perlu adanya topik-topik tertentu yang bisa didiskusikan dalam mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang sedikit banyak bisa menambah wawasan mereka tentang proses demokrasi dan pemerintahan.
Dalam kehidupan sehari-hari kita akan lebih akrab dengan istilah “aspirasi” yang bisa diartikan masukan dengan tujuan kepentingan yang lebih luas. Negara Indonesia mendukung kebebasan berpendapat di ruang publik maupun di organisasi tertentu. Semuanya kembali pada tujuan dan kemana pendapat tersebut disampaikan? Alangkah baiknya sebelum menyampaikan kita mempersiapkan diri terlebih dahulu dengan cara riset sehingga data yang hendak kita usulkan memang terbukti, kemudian memperhatikan etika yang diterapkan dalam media yang menampung, dan sebaiknya menghindari identitas palsu, sampaikan saja identitas kita apa adanya dan transparan, serta memastikan usulan disampaikan kepada wakil rakyat sesuai bidangnya.
Kontribusi atau partisipasi secara harafiah dapat sebagai keikutsertaan (mengawasi, mengontrol, dan memengaruhi) masyarakat dalam suatu kegiatan pembentukan perundang-undangan, mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi pelaksanaan peraturan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001: 831). Partisipasi tidak hanya dilakukan oleh para wakil pemerintahan saja, namun dapat dilakukan seluruh rakyat Indonesia sebagaimana sesuai idiom demokrasi mengenai konsep partisipasi publik terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan, beberapa fungsinya adalah kebijakan, alat komunikasi, pertimbangan, dan penyelesaian masalah.
Beberapa hal pasti pernah kita lakukan dalam rangka membela negara diantaranya mengikuti mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, kemudian bergotong royong dalam masyarakat, di keluarga yakni mengutamakan kasih diantara perbedaan antar anggota keluarga. Salah satu poin pendidikan tidak hanya sekadar ilmu namun penerapan sikap. Bagaimana bila kita hendak melanjutkan kepada kontribusi yang lebih tinggi tingkatnya? Kita bisa berpartisipasi dalam kegiatan sosial-politik namun perhatikan nilai-nilai dan tujuan yang dijunjung, sebaiknya kita memilih organisasi yang netral, dan menghindari gerakan yang melawan pemerintah atau terlalu condong pada tokoh tertentu. Kontribusi juga dapat kita berikan dalam bentuk masukan/saran kepada wakil-wakil rakyat yang duduk di pemerintahan, sehingga mereka juga mengetahui permasalahan di tingkat paling bawah sekalipun sebagaimana dikatakan dalam 4 idiom demokrasi yaitu persamaan, keadilan, kebebasan, dan HAM.
Kontribusi selanjutnya yang tidak kalah penting serta dapat dikatakan turut menentukan masa depan bangsa kita adalah PEMILU atau Pemilihan Umum. Apa saja yang dapat dipilih oleh rakyat dalam Pemilu? Diantaranya Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD Tingkat 1 (Provinsi) , Anggota DPRD Tingkat 2 (Kabupaten/Kota), pemilu termasuk kedalam pesta demokrasi atau bentuk apresiasi terhadap kontribusi rakyat yang dilaksanakan secara massal setiap 5 tahun sekali yang dilaksanakan secara *LUBERJURDIL sejak tahun 1955.
*NB : LUBERJURDIL adalah singkatan dari Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil
Image by Element5Digital on Unsplash
Tidak dapat dipungkiri kita hidup ditengah masyarakat yang heterogen, dari berbagai suku, kebudayaan, agama, hingga karakter. Tidak semuanya menganut nilai-nilai kehidupan yang benar sehingga ketidakjujuran sangat mungkin terjadi, bagaimana kita sebagai anak-anak Tuhan menghadapi hal ini? Tentu saja Firman Tuhan yang menjadi pegangan kita. Sebagaimana dikatakan dalam Yeremia 29 : 7 ( TB2 ) “Usahakanlah kesejahteraan kota kemana Aku membuangmu, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu!"
Image by Timothy Eberly on UnsplashMari, sebagai anak-anak Tuhan kita tidak menjadi apatis dengan kondisi negara kita melainkan BERKONTRIBUSI SESUAI FIRMAN TUHAN DAN KETETAPAN YANG BERLAKU. Sehingga seluruh proses kenegaraan yang berjalan senantiasa menjadi berkat dan bermanfaat bagi masyarakat, dunia, dan kemuliaan nama-Nya. Tuhan Yesus memberkati
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: