Bagian kita membagikan kasih yang telah Allah berikan kepada siapa pun orang yang ada di sekitar kita tanpa memandang latar belakang, suku, ras, agama atau pun masa lalunya. Bagian hakim menghakimi itu urusan Tuhan.
Kita sebagai orang yang percaya kepada Yesus Kristus memiliki Hakim yang Adil yaitu Allah (Mazmur 50 : 6)
Allah lah yang berhak menjadi hakim atas setiap perbuatan kita (Maz 17 : 2). Beberapa tokoh di dalam Alkitab, ketika mereka diperhadapan pada suatu situasi yang mendorong mereka untuk menjadi hakim atas suatu peristiwa, mereka menyampaikan bahwa mereka bukanlah Allah yang dapat memutuskan hukuman apa yang patut diberikan kepada orang yang berlaku tidak menyenangkan dan berkat apa yang diterima oleh orang yang mendapat perlakukan tidak menyenangkan. Ada pun tokoh tersebut diantaranya adalah:
Image on iPleaders
1. Sarai (Kej 16 : 5)
Saat Hagar mengetahui bahwa ia mengandung anak dari suami tuannya yaitu Sarai, ia menindas Sarai. Dan itu menimbulkan sakit hati bagi Sarai. Padahal ia sendiri yg awalnya memberikan Hagar kepada Abram. Namun tetap saja Sarai tidak terima dengan perlakuan Hagar, dan oleh karena itu ia mengadukan hal tersebut kepada suaminya, Abram. Ia menyampaikan bahwa Tuhan yang akan menjadi hakim antara Sarai dan Abram. Pada ayat selanjutnya Abram berkata kepadanya bahwa ia berkuasa untuk mengukum Hagar yang notabenenya adalah budaknya.
2. Yusuf (Kej 50 : 19)
Ketika Yusuf dinobatkan menjadi orang nomor 2 di Mesir, saudara-saudaranya khawatir akan kehidupan mereka. Kalau-kalau Yusuf membalaskan dendam atas perbuatan mereka di masa lalu. Oleh karena itu, mereka berbohong kepadanya bahwa ayah mereka, Yakub, meminta agar Yusuf mengampuni saudara-saudaranya. Mendengar Yusuf langsung menyampaikan bahwa ia bukan Allah. Secara laten mungkin Yusuf mau menyampaikan bahwa Allah yang berwenang untuk membalaskan apa yang telah diperbuat saudara-saudaranya sehingga ia menyerahkan proses penghakiman pada Allah.
3. Elkana (1 Sam 1 : 8 )
Elkana yang adalah keturunan Efraim memiliki dua istri Hana dan Penina. Hana adalah istri yang dikasihinya. Namun Hana tidak memiliki anak, sedangkan Penina yang adalah istri keduanya memiliki anak laki-laki dan perempuan. Suatu ketika saat mereka sekeluarga sedang pergi ke rumah Tuhan untuk memberikan persembahan, Hana tidak mendapatkan sebanyak yang didapatkan Penina. Oleh karena itu Penina menyakiti hati Hana supaya ia marah dan itu berlangsung terus-menerus setiap kali mereka pergi ke rumah Tuhan. Penina mungkin merasa di atas angin karena sekalipun ia tidak dikasihi Elkana namun ia bisa memberikan keturunan karena Tuhan telah menutup kandungannya.
Perlakuan Penina membuat Hana bersedih hati dan tidak mau makan. Namun Elkana menyampaikan bahwa ia bukankah kehadirannya sudah lebih dari cukup dibandingkan sepuluh anak laki-laki.
Image on SkyNews
Ketiga tokoh tersebut mengajarkan bahwa Allah yang berhak menjadi hakim atas segala jenis perbuatan. Sekalipun pada saat itu orang yang kita kasihi atau bahkan diri kita sendiri merasa terluka, itu tidak menjadi alasan bagi kita menjadi hakim atas perbuatan mereka. Kita perlu belajar mendengarkan suara Allah yang adalah Hakim yang Adil.
Begitulah yang dilakukan oleh Sarai. Ya, meskipun apa yang terjadi pada saat itu akibat perbuatannya sendiri yang tidak sabar, namun hal yang menjadi pembelajaran bahwa ia berusaha tetap menempatkan Tuhan pada bagian yang semestinya, yaitu menjadi hakim atas apa yang dia rasakan. Kemudian Abram sebagai suaminya menyampaikan bahwa Sarai yang berkuasa atas Hagai, ia tidak mengambil bagian yang bukan bagiannya.
Yusuf juga tidak menempatkan perasaan terlukanya ketika memberikan hal yang patut diterima saudara-saudaranya. Demikian halnya dengan Elkana. Dia tidak memberikan ruang bagi Hana yang adalah istri yang dikasihinya untuk menghakimi Penina.
Dalam perjalanan hidup-Nya, Yesus juga telah menunjukkan teladan mengasihi tanpa menghakimi. Salah satunya dapat kita pelajari dari kisah perempuan yang berzinah yang dihadapkan pada Yesus untuk diberi hukuman atas perzinahan yang telah dilakukannya.
Image by rudall30 on ShutterStock
Orang-orang di situ ingin Yesus memberi hukuman padanya (Matius 8:4-5). Pada saat itu, konteksnya adalah para ahli Taurat itu ingin menguji Yesus tetapi keadaan berbalik Yesus yang menguji mereka. Yesus memberikan ruang bagi mereka yang ingin menghakimi perempuan tersebut dengan memberikan syarat bahwa mereka yang berhak memberikan hukuman adalah mereka yang tidak berdosa. Alih-alih menghukum mereka justru pergi mungkin secara laten mereka mengakui keberdosaan mereka.
Pada akhirnya Yesus yang memang berhak untuk memberikan hukuman atas perbuatan perempuan itu pun tidak memberikan hukuman
Perlu kita ingat bersama Allah begitu mengasihi kita (Yohanes 3:16). Oleh karena itu, kita tidak perlu ikut campur pada bagian Tuhan. Saat ini bagian kita ialah membagikan kasih yang telah Allah berikan itu kepada siapa pun orang yang ada di sekitar kita tanpa memandang latar belakang, suku, ras, agama atau pun masa lalunya. Bagian hakim menghakimi itu urusan Tuhan.
Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke: